9. PENGGALAN KESEMBILAN : Pakaian Melayu Tradisional dan perhiasannya.

Attayaya Butang Emas on 2009-04-05

9
PENGGALAN KESEMBILAN

Pakaian Melayu Tradisional dan perhiasannya


Baik dalam Sejarah Melayu atau Hikayat Hang Tuah cukup banyak gambaran yang menyatakan bahwa seseorang yang berhasil melaksanakan titah perintah Raja lalu “diberi Persalinan dengan selengkap pakaian “ (Shellabear, 1903:198) dan : memakailah pakaian yang indah-indah” (Kassim Ahmad, 1975:234). Akan tetapi, sulit mencari keterangan seperti apakah agaknya segala macam pakaian yang indah-indah dianugerahkan itu. Namun, undang-undang Melaka pasal yang pertama ada menyatakan tentang pakaian Raja-raja, dengan warna diraja (Royal Colour) yaitu warna kuning, dan larangan memakai kain tipis yang berbayang-bayang seperti kasa (Liauw Yock Fang, 1976 : 64). Lebih-lebih dalam adat raja-raja Melayu diperoleh keterangan yang cukup banyak tentang pakaian yang dipergunakan di dalam majelis (dalam arti pertamanya mengacu pada keindahan) dan patut dibawa ke dalam majelis (dalam arti kedua mengacu kepada makna perkumpulan orang ramai), sopan, dan merendahkan diri (Panuti Sudjiman, 1983).

Karya rujukan yang berasal dari daerah Riau ialah ”Tsamarat al-Mathlub fi Anuar al-Qulub” oleh Hitam Khalid bagian tentang adapt istiadat dan bekerja besar. (Samad Ahmad, 1985:41:50). Akan tetapi, penjelasan yang menggambarkan secara jelas tentang pakaian Melayu pada masa itu tak terperinci. Sebuah karya dari Siak Sri Indra Pura ”Bab al-Qawaid” pun tak banyak memberikan keterangan tentang pakaian di daerah itu kecuali suatu larangan datang ke balai tanpa baju kot, seluar pantalon, dan berkopyah.

Keterangan yang cukup memadai kembali terdapat dalam ”Kitab pengetahuan bahasa pada kata - kepala (entry) baju”. Pengarang kamus ensiklopedis monolingual itu menerangkan baju sebagai “Masyhur dipakai orang menutup badannya, serta jadi perhiasan, akan tetapi banyak macamnya dan masing-masing kesukaan orangnya dan masing-masing bangsanya’.

Dari keterangan tersebut dapatlah menjadi kesimpulan bahwa pakaian setidak-tidaknya mempunyai dua kegunaan, pertama untuk menutup badan dan kedua untuk perhiasan. Dalam kegunaan pertama terkandung arti pakaian sebagai alat untuk melindungi diri dari cuaca, dsb, sedangkan pada kegunaan yang kedua mengandung arti keindahan dan keadaan si pemakainya. The Encylopedia Americana 1970 yang menerangkan ”clothing sebagai benda untuk melindungi dari cuaca, mencapai batasan kesopanan, perhiasan pada tubuh, dan menjelaskan kedudukan seseorang dalam masyarakat”.

Selanjutnya kitab pengetahuan bahasa menyatakan pula sebagai berikut :

Adapun kelengkapan pakaian dan perhiasan secara tradisional bergantung kepada si pemakainya, untuk sehari-hari, baik berada di rumah maupun di luar rumah. Perihal yang sedemikian sudah dimulai sejak masih bayi, masa kanak-kanak, remaja dan dewasa maupun orang tua. Kesemuanya dibedakan pula pada umur dan juga pada laki-laki atau perempuan.

Biasanya memang telah ditetapkan perhiasan dan kelengkapan tradisional yang dipakai sehari-hari baik di dalam rumah ataupun di luar rumah, berbeda dengan waktu upacara. Perihal yang sedemikian itu jelas kelihatan, terutamanya dalam kekhasannya, seperti:
  1. Gurita, sejenis barut yang dipakai pada bagian perut bayi. Kegunaannya supaya si bayi tidak mudah masuk angin juga menjaga pusat si bayi kerena habis dipotong tali pusatnya.
  2. Baju belah, sejenis baju untuk bayi yang tidak memakai kancing, hanya diikat saja, dipakai setelah si bayi memakai gurita.
  3. Kain bedung, digunakan sebagai pembalut bayi, kegunaannya supaya kaki dan tangannya masih lunak itu tidak menjadi bengkok. Biasanya digunakan setelah bayi dimandikan. Kalau ia kencing hanya kain bedung ini yang diganti.
  4. Barut gantung, kain berbentuk segi tiga sama sisi yang juga disebut otto. Barut ini biasanya dipakai setelah anak pandai berjalan. Kemudian barulah dikenakan dengan pakaian yang disesuaikan dengan jenis kelamin lelaki atau perempuan. Di sinilah baru jelas kelihatan kanak laki-laki atau perempuan.
  5. Baju monyet, yaitu sejenis baju dengan celana pendek bersatu, di mukanya bersaku untuk menyimpan makanan atau benda lainnya. Untuk anak perempuan ada kalanya juga memakai baju monyet. Sekarang baju monyet sudah jarang sekali kelihatan ataupun dikenakan pada anak-anak.
  6. Celana basah (basahan) dipakai oleh orang lelaki dewasa untuk bekerja di kebun atau nelayan. Pakaian kerja ini dilengkapi dengan baju yang biasanya terbuat dari kain belacu dan berlengan pendek. Untuk perempuan dewasa juga memakai kain sarung dengan baju kebaya pendek. Prihal sedemikian sesuai dengan kegunaannya untuk melakukan pekerjaan baik di dalam rumah maupun di luar rumah.
  7. Kain sarung biasanya disebut kain pelikat untuk dipakai laki-laki, untuk perempuan memakai sarung polos atau batik sarung, yang memakai punca atau kepala kain.
  8. Baju kurung, yaitu baju yang dipakai laki-laki atau perempuan yang disebut juga baju gunting Cina untuk laki-laki. Baju ini biasanya juga dipakai setelah badan bersih untuk bersiap-siap menunaikan sholat atau menerima tamu yang berkunjung ke rumah.
  9. Tutup kepala, untuk laki-laki disebut kopiah, songkok, peci. Sedangkan bagi perempuan menggunakan sepotong kain yang disebut selendang. Pakaian yang dipakai orang tua sama yang dipakai oleh orang dewasa, hanya pada kain pelekat dewasa (muda) hanya selerang (satu lerang) saja, sedangkan untuk orang tua menggunakan kain dua lerang (labuh, panjang). Sedangkan yang lainnya hampir sama. Tetapi untuk orang lelaki yang telah pergi haji menggunakan peci haji atau surban haji, begitu juga dengan pihak perempuan.