4.10. Main Getah

Attayaya Butang Emas on 2008-09-28

Sebenarnya permainan ini memang tidak diketahui sejak kapan ianya menjadi suatu kegemaran kepada anak-anak untuk memainkannya. Akan tetapi dapatlah dipercayai bahwa permainan ini berkembang setelah memasuki masa kemerdekaan.

4.10.a. Waktu dan tempat bermain
Permainan ini dapat dimainkan di waktu senggang yang tidak melihat kepada waktunya apakah pagi, siang atau sore. Tetapi sangatlah jarang atau tidak pernah dimainkan pada malam hari. Sedangkan tempat bermain tidaklah memerlukan lapangan yang luas, memadailah sekiranya dapat untuk memainkan permainan ini. Tetapi tempatnya harulah datar.

4.10.b. Peralatan / perlengkapan permainan
Untuk melakukan permainan diperlukan tempat di atas tanah yang datar dan bersih. Kemudian getah (karet gelang), sebatang lidi atau kayu yang kecil kira-kira sejengkal panjangnya.

Tempat bermain diperlukan sekitar 5 meter dan lebar 3 meter, pada tempat permainan itu dibuatlah kelengkapan seperti berikut :
  • Tapak setik yaitu garis tempat pemain yang menjadi pembawa berdiri untuk melakukan penyetikan.
  • Tiang masuk yaitu tiang yang terbuat dari lidi atau ranting kayu yang ditusukkan ke dalam tanah sehingga kokoh tegaknya. Ukuran tinggi tiang masuk itu kira-kira 10 cm dari permukaan tanah.
  • Garis melintang yang dibuat kira-kira 5 atau 10 cm di bawah tiang masuk arah ke tapak setik.

4.10.c. Jalannya permainan
Permainan ini tak pernah dilakukan secara beregu, dan biasanya memang menjadi permainan perseorangan. Tiap-tiap pemain bertanggung jawab pada dirinya masing-masing. Jumlah pemain antara dua sampai lima orang. Dan lazimnya hanya dimainkan oleh anak laki-laki saja.

Getah setik (yang dijadikan gacuk/ucak) adalah getah gelang (karet gelang) yang dijadikan oleh pemain sebagai pembawa untuk menyetik getah sasaran, biasanya getah setik adalah getah yang terbaik oleh pemain sesuai dengan seleranya. Sedangkan getah tangan lainnya (gelang) adalah getah yang dipertaruhkan. Jumlah getah tangan yang dipertaruhkan disesuaikan dengan kesepakatan bersama. Mau main berapa, misalnya 5, 10, 15, atau 20.

Untuk yang jalan pertama, setiap pemain melakukan penyampakkan (lempar) dengan menggunakan getah setiknya (gacuk/ucak) dari garis penapak ke arah tiang masuk. Siapa yang paling dekat ke tiang atau dapat memasukkan gelang setiknya ke dalam tiang maka ialah yang akan melakukan jalan pertama.

Setalah melakukan lemparan getah taruhan dari tapak setik ke arah tiang masuk, maka lawannya akan menunjuk getah mana-mana yang harus disetik. Dan jika ia mampu menyetik getah tangan yang ditunjuk lawannya dengan baik, maka ialah yang menang. Kalau tak kena maka pemain berikutnya yang akan melakukan penyetikan pula. Dan begitulah seterusnya.

More about4.10. Main Getah

4.9. Lu Lu Cina Buta

Attayaya Butang Emas on 2008-09-26

Menurut keterangan orang-orang tua bahwa permainan ini sudah ditemui, tumbuh serta berkembang dalam masyarakat lama sekali. Kapan lahirnya permainan itu, tak seorangpun dapat menjelaskan. Ada yang menjelaskan bahwa sejak peristiwa Kratakau meletus, permainan tersebut sudah ada.

Ada dua penafsiran orang-orang Melayu tentang perkataan ”Cina Buta” tersebut yaitu : Cina Buta dalam arti sebenarnya adalah seorang orang Cina yang buta matanya, dan adapula Cina Buta dalam arti kiasan bagi seorang yang menjadi penebus “kawin” sementara bagi orang yang telah bercerai “talak tiga” yang ingin rujuk kembali; konon, tersebutlah kisah seorang Cina yang buta matanya masuk Melayu (Islam) yang lazim disebut “Muallaf”. Kemudian ia dijadikan “Nuja” (pesuruh) mesjid. Saat itu pula ada sepasang suami istri yang bercerai dengan talak tiga. Tetapi kemudiannya ingin rujuk kembali. Menurut hukum Islam, orang yang telah bercerai dengan talak tiga, mestilah sang isteri melaksanakan perkawinan dengan laki-laki lain (sifatnya sementara). Setelah bercerai dengan suami sementara itu, barulah syah rujuk kembali dengan suaminya yang pertama.

Entah kenapa, biasanya tak seorang laki-laki pun yang mau menjadi suami sementara itu, konon, walau diupah sekalipun. Syahdan si lelaku Cina yang masuk Islam yang menjadi Muallaf itu pula yang mau menjadi suami sementara. Ianya tiada peduli dengan cerita orang sekampung. Itulah sebabnya cerita itu menjadi tersebar kemana-mana dan menjadi lelucon masyarakat. Akhirnya menjadi sebuah nyanyian oleh masyarakat terutama oleh anak-anak.

Begitu terkenalnya nyanyian tersebut sehingga oleh anak-anak dimainkan dengan sebuah lagu yang menggambarkan perangai Cina Buta yang berjalan teraba-raba, tertuang dalam sebuah permainan.

4.9.a. Waktu dan tempat permainan
Lu Lu Cina Buta bagi masyarakat pendukungnya adalah semata-mata merupakan permainan anak-anak untuk mengisi waktu senggang, permainan tersebut dimainkan sebagai hiburan pelepas lelah saja, terlepas dari ikatan suatu peristiwa sosial tertentu.

Anak-anak memainkan pada sore dan malam hari terang bulan selama 2 sampai 3 jam di pekarangan-pekarangan rumah, ataupun pagi hari di sekolah-sekolah selama 15 sampai 20 menit sebagai pengisi waktu, permainan ini selain mengasyikkan para pelakunya, dapat pula menghibur para penonton yang juga terdiri dari anak-anak.

Yang mengasyikkan para penonton menyaksikan permainan Lu Lu Cina Buta itu disebabkan para penonton bisa berhubungan dengan para pelakunya saat mereka sedang menyanyikan lagu permainan tersebut, ialah “Lu Lu Cina Buta” yang agak lucu dan gembira.

4.9.b. Peralatan/perlengkapan permainan
Permainan Lu Lu Cina Buta diselenggarakan oleh anak-anak dari segala tingkat sosial masyarakat, dengan tidak membeda-bedakan apakah mereka anak orang kaya atau juga anak orang miskin: anak turunan bangsawan atau anak orang kebanyakan semuanya dipandang sama saja. Mereka bermain dalam satu kesatuan hakekat. Yakni bermain bersama-sama untuk menghibur diri, dan bergembira bersama-sama pula. Sedangkan alat yang dipergunakan hanyalah sebuah lapangan dengan ukuran 6 x 5 depa. Kemudian secarik atau selembar sapu tangan yang akan dipergunakan untuk menutup mata yang menjadi Cina Buta.

Permainan ini biasanya diiringi dengan lagu Lu Lu Cina Buta yang dinyanyikan tanpa musik pengiring, kata-katanya antara lain sebagai berikut :
Lu Lu Cina Buta
Lu banyak taik mata
Lu jalan teraba-raba
Lu terantuk janda tua


Dalam hal ini kata-kata Janda Tua selalu diganti pula dengan kata-kata lain, apakah “Kuda”, “Nyonya”, dan lain sebagainya.

4.9.c. Jalannya permainan
Anak-anak yang ikut bermain biasanya lebih dari lima orang dan memang tiada batasan, tapi sebaiknya tidak melebihi dari sepuluh orang anak. Pertamakali sebelum permainan dimulai dilakukan “sut” terlebih dahulu untuk mencari siapa yang jadi Cina Buta.
  • Sut seorang lawan seorang, yang kalah terus sut lagi dengan yang berikutnya, berturut-turut hingga tinggal seorang yang kalah saja untuk menjadi Cina Buta.
  • Sut dengan mempergunakan jari tangan, yaitu Ibu Jari (jempol), Jari Telunjuk dan Jari Kelingking.
  • Kelingking menang lawan Ibu Jari (jempol), tapi kalah dengan Jari Telunjuk. Jari Telunjuk menang lawan Kelingking, tapi kalah dengan Ibu Jari (jempol). Sedangkan Ibu Jari menang lawan Telunjuk, tapi kalah lawan Kelingking.
  • Kemudian yang kalah menjadi Cina Buta, muka ditutup dengan sapu tangan. Lalu berdiri di tengah-tengah para pemain dalam keadaan mata tertutup oleh sapu tangan.
  • Yang menang beramai-ramai membuat lingkaran dengan cara berpegangan tangan, dan berjalan mengelilingi si Cina Buta sambil bernyanyi bersama-sama Lu Lu Cina Buta.
  • Selesai menyanyi semua pemain yang mengelilingi serentak duduk mencangkung dalam keadaan menghadap pusat lingkaran.
  • Setelah pemain selesai bernyanyi, Cina Buta berjalan meraba-raba para pemain dan menerka anak tersebut.
  • Bila terkaannya tepat, maka yang diterka itu pula yang menjadi Cina Buta.
  • Bila terkaannya salah, maka ia terus menjadi Cina Buta dan permainan diteruskan.
  • Permainan dilakukan terus menerus berulang kali, hingga kira-kira cukup waktunya untuk bermain.

Peraturan permainan :
  • Semua pemain harus ikut bernyanyi, kecuali yang menjadi Cina Buta. Yang tidak mau ikut bernyanyi maka ia dihukum menjadi Cina Buta.
  • Permainan tak boleh keluar dari lingkaran atau menghindari diri dari rabaan si Cina Buta. Barang siapa melanggar peraturan tersebut, maka ia dihukum menjadi Cina Buta.
  • Cina Buta meraba-raba wajah, bahu dan rambut pemain. Dilarang meraba tempat lain terutama di bagian bawah. Jika melanggar, penerkaannya batal, dan ianya dihukum kembali menjadi Cina Buta.
  • Pemain boleh mengatakan “cup” bila ianya ada keperluan mendadak.
  • Bila sekiranya sampai 3 kali putar si Cina Buta gagal menebak, maka permainan diulang semula dari sut, kemudian mulai main lagi.


More about4.9. Lu Lu Cina Buta

4.8. Permainan Kelas

Attayaya Butang Emas on 2008-09-23

Menurut keterangan orang-orang tua, bahwa permainan kelas sudah dimainkan oleh anak-anak di Sedanau sekitar tahun 1930. Kononnya permainan tersebut teruslah berkembang dengan cepatnya. Pada zaman Jepang, permainan ini semakinlah digemari, karena pada waktu itu anak-anak dari beberapa daerah berkumpul pada suatu tempat pengungsian mengikuti orang tuanya, apakah itu kemudiannya ke desa-desa nelayan ataupun masuk ke daerah lainnya membuka kebun.

Permainan ini, konon karena bermula dari masyarakat, maka ianya dimainkan boleh siapa saja tanpa memandang kepada kedudukan ataupun derajat seseorang. Oleh karenanya anak-anak turunan bangsawan ataupun anak-anak orang terpandang, maupun anak-anak orang kebanyakan yang terdiri dari nelayan dan petani miskin mereka kesemuanya menyatu dalam permainan yang merupakan permainan rakyat itu.

4.8.a. Waktu dan tempat permainan
Main kelas boleh dimainkan pada waktu senggang apakah pada sore hari, atau pada malam hari pada saat terang bulan (purnama). Di pekarangan rumah, di halaman-halaman sekolah ataupun di tepi-tepi pantai. Terkadang permainan ini dimainkan pada waktu pagi hari di sekolah pada jam istirahat.

4.8.b. Peralatan/perlengkapan permainan
Permainan ini boleh dimainkan oleh 2 atau sampai enam orang yang biasanya dimainkan kanak-kanak antara 6 sampai umur 15 tahun. Boleh juga dimainkan secara bercampuran atau anak lelaki dan perempuan. Dapat juga dimainkan hanya oleh anak perempuan dengan perempuan dan anak laki-laki dengan laki-laki.
  1. Rumah kelas : adapun lapangan permainan yang disebut rumah kelas, dibuat dengan cara menggaris tanah dengan ujung kayu yang runcing. Tempat bermain itu hendaknya cukup bersih atau dibersihkan terlebih dahulu supaya jangan terdapat batu, kaca atau benda-benda yang membahayakan. Luas rumah kelas itu lebih kurang 12 x 4 langkah.
  2. Buah kelas (gacuk) : adalah penikam yang dipergunakan dalam permainan itu. Alat tersebut boleh didapati dari membulatkan bekas pecahan porselin, bekas pecahan pinggan dan sebagainya. Dibuat dengan diasah hingga licin, kecil serta tidak membahayakan. Besarnya lebih kurang seperti uang benggol. Ataupun menggunakan kulit kerang di pantai, kemudian dibersihkan sehingga merupakan barang yang amat menarik. Di beberapa tempat nama dari buah kelas itu bermacam-macam.
  3. Buah kelas (dalam permainan) :
    • Buah kelas digunakan dengan cara meletakkan alat-alat tersebut pada jepitan antara ibu jari dengan keempat jari lainnya. Menikam buah kelas, lempar dengan cara memutarkannya searah jarum jam. Dengan cara memutar begini, buah kelas dapat dikendalikan arahnya, menurut kehendak kita.
    • Setiap naik kelas, buah kelas tikam berturut-turut dari petak no. 1 s/d 8. Buah kelas tersebut diambil ketika turun, diambil dari petak kelas dengan nomor lebih setingkat dari tempat buah kelas tersebut.
    • Buah kelas pertama-tama digunakan sebagai undian. Buah kelas yang terdekat dengan titik pusat kepada kelas no. 9, itulah yang memenangi undi.
4.8.c. Cara menggunakan alat
  1. Rumah kelas yang dipetak dari no. 1 sampai dengan 8 itu mesti dilewati dengan cara meloncat dan berjingkat-jingkat dengan sebelah kaki, tumit kaki di atas, tidak menyentuh tanah. Ketika itu, kaki tak boleh ditukar-tukar.
  2. Tatkala menyusuri semua ruang kelas dari no. 1 s/d 8 disebut naik.
  3. Tatkala kembali ke tempat awal setelah menyelusuri hingga angka 8, atau dari petak 8 s/d 1 disebut turun.
  4. Petak kelas yang berisi buah kelas naik baik kepunyaan sendiri maupun kepunyaan lawan, tak boleh diinjak. Petak tersebut mesti diloncati dan tak boleh mengenai garis.
  5. Waktu naik disebut “nikam kelas”, waktu turun disebut ambil kelas. Jika saat naik meloncati petak kelas yang berisi buah kelas, sedangkan waktu turun buah kelas tersebut diambil dari petak kelas yang nomornya setingkat lebih tinggi dari petak kelas yang ditempati oleh buah kelas itu. Setelah buah kelas itu diambil, maka petak tersebut boleh diinjak kembali.
  6. Khusus buat petak kelas no. 4 dan 5 jatuhkan kaki serentak dua belah. Begitu naik, dan begitu pula turunnya.
  7. Khusus buat petak kelas no. 7 dan 8 jatuhkan juga kaki serentak dua belah, kemudian putar badan dan loncat 180 derajat balik belakang. Jika waktu naik menghadap kepala kelas, setelah berputar menghadap ke bawah langsung turun untuk mengambil kelas.
  8. Kepala kelas no. 9 itu ditikam dengan buah kelas, setelah kelas 1 s/d 8 selesai kita jalani. Buah kelas yang terletak pada no. 9 itu diambil dari petak no. 7 dan 8 dengan membelakangi bulan, atau dilaksanakan setelah berputar menghadap ke bawah. Diambil dengan cara duduk mencangkung, dan pejamkan mata seraya meraba-raba lalu bertanya, “dup…? dup…? dup…?”. Waktu itu lawan bermain menjawab, “dup…” bila tangan si pembawa tak menyentuh garis, dan menjawab, “mati…”, bila tangan si pembawa menyentuh garis baik kaki mengenai garis petak no. 7 dan 8, maupun tangan mengenai garis petak no. 9.
  9. Bila hidup, buah kelas terus dibawa turun seperti turun biasa melewati setiap petak kelas dari no. 8 hingga 1. Bila mati, letakkan saja buah kelas di petak kelas no. 9 itu, untuk kali berikutnya baru diambil lagi.
  10. Setelah selesai turun mengambil buah kelas di petak no. 9, pemain mulai lagi naik dari petak no. 1 s/d 8 dengan mengenakan buah kelas di punggung telapak tangan (dengan cara meningkupkan telapak tangan, buah kelas dilambungkan dan disambut dengan punggung tangan itu juga). Bila buah kelas jatuh waktu ditingkup, permainan dianggap batal. Dan jika berhasil, turun kembali dari petak kelas no. 8 hingga sampai berakhir ke petak no. 1.
  11. Setelah selesai ginjing, masih dalam keadaan membelakangi rumah kelas, buah kelas yang masih dipunggung telapak tangan tikam ke belakang melewati bahu arah ke kepala kita. Petak kelas yang terkena buah kelas, itulah “umah” atau disebut juga “bintang” milik si pembawa. Ataupun milik kawan bermain kalau main beregu atau berudung. Pada umah, pemain boleh singgah dengan dua kaki diturunkan, waktu pemain melaksanakan mengambil kelas dari petak kelas no. 1 s/d 8 dan sebaliknya boleh singgah waktu turun dari petak no. 8 s/d 1, dan juga waktu turun naik ginjing dan sebagainya. Umah masing-masing biasanya diberi tanda pada petak kelas tersebut dengan bentuk gambar (x), (*), ($), dan sebagainya. Umah, tak perlu dianggap petak kelas untuk dilaksanakan ambil kelas, baik milik kita maupun umah milik lawan bermain. Pokoknya, petak kelas yang sudah dibuat umah dianggap sudah tidak ada lagi. Banyak jumlah umah masing-masing setelah selesai bermain, itulah merupakan biji kemenangan kita.

Cara permainan :
a. Main nyurang, artinya permainan perorangan
b. Main berudung, artinya permainan beregu

Peraturan permainan nyurang :
  1. Undian
    • Main nyurang : pengundian dalam main nyurang dilaksanakan menikam buah kelas seorang-seorang. Yang terdekat pada pusat kepala kelas, ialah yang membawa pertama, disusul dekat ke-2, ke-3, dan seterusnya.
    • Main berudung : pengundian dalam main berudung, ditikam selang-seling, kita… lawan… teman… lawan…, dan seterusnya. Yang menang undian cukup mengikuti kawan terdekat saja, kawan jauh tak dihitung.
    • Pantis : artinya menyentuh atau mengenai buah kelas lawan. Pengundian batal dan diulang lagi.
  2. Permainan
    • Setelah selesai pengundian, pemenang ke-1 membawa dahulu, kalau mati atau selesai satu ronde permainan, baru disusul oleh pemenang undian ke-2, ke-3, dan seterusnya, hingga bertemu gilirannya lagi yang ke-1, membawa. Pembawa dianggap mati, kalau si pelaku menginjak garis petak kelas, atau terinjak petak kelas yang berisi buah kelas, baik milik sendiri maupun petak kelas yang berisi buah kelas lawan.
    • Main berudung : setelah selesai pengundian, pihak pemenang undian membawa dengan berturut-turut sejumlah kawan se-udung. Bila kawan mati, diteruskan oleh kawan sebelumnya hingga habis kawan se-udung mati semua, atau telah selesai satu ronde permainan, barulah terjadi pertukaran permainan; pihak lawan pula yang membawanya.
  3. Umah : artinya rumah sebagai nilai kemenangan
    • Satu ronde permainan dihitung sampai selesai mendapat rumah. Bila kita meneruskan permainan kawan seudung yang telah selesai mendapat umah, kita ulangi dari ambil 1, dan seterusnya.
    • Bila lawan membawa hingga satu udungnya tak mati-mati, kita baru bisa membawa setelah anggota terakhir dari udung lawan itu selesai membuat umah pula, barulah berhak kita membawa.
    • Umah dapat dipergunakan sebagai petak kelas tempat kita atau pun pihak kawan seudung berhenti. Pada petak umah, baik kita maupun kawan seudung boleh menjatuhkan kedua kakinya. Umah lawan tak boleh tersentuh, apalagi bila sampai terinjak. Kalau tersentuh kita mati.
    • Pada umah baik milik kawan maupun milik lawan, tak boleh diletakkan buah kelas lagi.

Aturan permainan
  1. Ambik Satu
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 1. Petak 1 dilangkahkan, loncat ke petak 2, terus ke petak 3, turun dua kaki di petak 4 dan 5. Dari petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, terus turun dua kaki pada petak 7 dan 8. Putarkan badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun pada petak 7 dan 8 itu juga.
    • Turun
      Loncat dari petak 8 dan 7 ke petak 6, lalu singgah dua kaki pada petak 5 dan 4, loncat ke petak 3, loncat ke petak 2, dan dari petak 2 ini ambillah buah kelas di petak 1, lalu langkahi petak 1 itu dan turun. (petak 1 dilangkahi karena tetap berisi buah kelas baik milik kawan maupun lawan).
  2. Ambik Due
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 2. loncat petak 1 (kalau tak ada buah kelas milik kawan ataupun lawan), langkahi petak 2, loncat ke petak 3, turun dua kaki di petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, lalu turun dua kaki pada petak 7 dan 8. Putarkan badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun pada petak 8 dan 7 itu juga.
    • Turun
      Loncat dari petak 8 dan 7 ke petak 6, lalu turun dua kaki pada petak 5 dan 4, loncat ke petak 3, dan dari sini ambillah buah kelas di petak 2, lalu loncat ke petak 1 dan turun.
  3. Ambik Tige
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 3. loncat ke petak 1, loncat ke petak 2, lompati petak 3 yang berisi buah kelas, lalu turun dua kaki di petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, lalu turun dua kaki pada petak 7 dan 8. Putarkan badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun pada petak 8 dan 7 itu juga.
    • Turun
      Loncat dari petak 8 dan 7 ke petak 6, lalu turun dua kaki pada petak 5 dan 4, dari sini ambillah buah kelas di petak 3, loncat ke petak 3, lalu loncat ke petak 2, lalu loncat ke petak 1 dan turun.
  4. Ambik Empat
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 4, loncat ke petak 1, loncat ke petak 2, lompati petak 3 yang berisi buah kelas, lalu turun dua kaki di petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, lalu turun dua kaki pada petak 7 dan 8. Putarkan badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun pada petak 8 dan 7 itu juga.
    • Turun
      Loncat dari petak 8 dan 7 ke petak 6, lalu turun dua kaki pada petak 5 dan 4, dari sini ambillah buah kelas di petak 3, loncat ke petak 3, lalu loncat ke petak 2, lalu loncat ke petak 1 dan turun.
  5. Ambik Lime
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 5, loncat petak 1, loncat ke petak 2, loncat ke petak 3, loncat ke petak 4, loncat ke petak 6, lalu turun dua kaki pada petak 7 dan 8. Putarkan badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun pada petak 8 dan 7 itu juga.
    • Turun
      Loncat ke petak 6, ambil buah kelas di petak 5, turun dua kaki di petak 5 dan 4, loncat ke petak 3, loncat ke petak 2, loncat ke petak 1 lalu turun.
  6. Ambik Enam
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 6, loncat petak 1, loncat ke petak 2, loncat ke petak 3, turun dua kaki pada petak 4 dan 5, langsung melompat ke petak 7 dan 8 dengan dua kaki. Putarkan badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun pada petak 8 dan 7 itu juga.
    • Turun
      Dari petak 8 dan 7, ambil buah kelas di petak 6, loncat ke petak 6, turun dua kaki di petak 5 dan 4, loncat ke petak 3, loncat ke petak 2, loncat ke petak 1 dan turun.
  7. Ambik Tujuh
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 7, loncat petak 1, loncat ke petak 2, loncat ke petak 3, turun dua kaki pada petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, loncat ke petak 8, ambil buah kelas di petak 7, turun kaki di petak 7.
    • Turun
      Setelah dua kaki di petak 8 dan 7, loncat ke petak 6, loncat ke petak 5 dan 4 dengan dua kaki, loncat ke petak 3, loncat ke petak 2, loncat ke petak 1 dan turun.
  8. Ambik Lapan
    • Naik
      Tikam buah kelas ke petak 8, loncat petak 1, loncat ke petak 2, loncat ke petak 3, turun dua kaki pada petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, loncat ke petak 7, ambil buah kelas di petak 8, turun dua kaki pada petak 8 dan 7.
    • Turun
      Dari petak 8 dan 7, loncat ke petak 6, turun dua kaki di petak 5 dan 4 dengan dua kaki, loncat ke petak 3, loncat ke petak 2, loncat ke petak 1 dan turun.
  9. Ambik Sembilan
    • Naik
      Tikam buah kelas pada kepala kelas no. 9, loncat ke petak 1, loncat ke petak 2, loncat ke petak 3, turun dua kaki pada petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, turun dua kaki di petak 7 dan 8, putar badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun dua kaki pada petak 8 dan 7 itu juga. Pada petak 8 dan 7 duduk mencangkung, pejamkan mata lalu meraba-raba mencari buah kelas di kepala kelas seraya bertanya, “dup..?”, terus cari buah kelas itu sampai dapat. Setelah dapat, genggam buah kelas tersebut, lalu berdiri tegak pada petak 8 dan 7 itu juga.
    • Turun
      Dari petak 8 dan 7, loncat ke petak 6, turun dua kaki di petak 5 dan 4, loncat ke petak 3, loncat ke petak 2, loncat ke petak 1, dan turun.
  10. Ginjing
    • Naik
      Lambung buah kelas, kemudian sambut dengan punggung telapak tangan. Hal ini disebut “tingkop”. Sesudah buah kelas terletak di punggung telapak tangan, dengan mengenakan tangan sebatas pinggang agak tersorong ke muka, maka terus meloncat ke petak 1, loncat ke petak 2, loncat ke petak 3, turun dua kaki pada petak 4 dan 5, loncat ke petak 6, turun dua kaki di petak 7 dan 8, putar badan 180 derajat dengan cara melompat dan turun dua kaki pada petak 8 dan 7 itu juga.
    • Turun
      Dari petak 8 dan 7, loncat ke petak 6, turun dua kaki di petak 5 dan 4, loncat ke petak 3, loncat ke petak 2, loncat ke petak 1, dan turun.
  11. Ambik Umah
    Dengan buah kelas masih berada di punggung telapak tangan, sambil membelakangi kelas dari kaki kelas, pemain melambungkan buah kelas ke belakang melewati bahu arah kepala, menikam kelas untuk umah atau bintang.
    • Jika buah kelas termasuk dalam salah satu petak kelas, maka kelas itulah merupakan umah kemenangan si pemain.
    • Jika buah kelas terkena garis ataupun meleset jatuh keluar kelas, maka si pemain tak mendapat umah kemenangan. Hal ini akan diulang mengambil kelas dengan cara :
      • Tunggu giliran membawa selanjutnya, kalau main nyurang.
      • Diteruskan oleh teman dalam udung kalau main berudung. Teman yang meneruskannya harus melaksanakan seperti cara (10) melalui ginjing.

Beberapa istilah permainan :
  • Umah : rumah atau bintang kemenangan
  • Tingkop : lambung dan sambut kembali dengan tangan ditelungkupkan
  • Ambik : ambil atau mengambil
  • Pantis : sentuh atau menyentuh
  • Nyurang : seorang atau main perorangan
  • Berudung : main berkelompok atau beregu
  • Pertanyaan “dup…?” merupakan ucapan singkat atas kata “hidup”. Jadi yang sebenarnya ditanyakan adalah “hidup?” yang bermakna “apakah saya masih hidup?” yaitu dimana tangan tidak menyentuh garis.
  • Jawaban “dup” juga merupakan ucapan singkat atas kata “hidup”. Jadi sebenarnya bermakna “si pembawa masih hidup” karena tidak menyentuh garis.


More about4.8. Permainan Kelas

4.7. Main Setatak

Attayaya Butang Emas on 2008-09-22

Menurut keterangan yang diperoleh, bahwa permainan tersebut bernama “dore” tidak disebut “setatak” seperti sekarang, kemudiannya ada pula yang menyebut dengan bermain “jengket” mungkin karena memainkannya dengan berjengket-jengket atau berjingkat. Tetapi baik bentuk maupun aturan permainannya kurang lebih sama. Mengenai asal usul permainan setatak ini tak dapat dijelaskan secara pasti. Mengapa asalnya bernama dore, kemudian berubah menjadi setatak, atau kapan perubahan itu terjadi, semuanya tidak diketahui dengan pasti.

Diperkirakan, main setatak mulai tumbuh dan berkembang di daerah ini sekitar tahun 1930-an. Permainan ini menjadi berkembang betul sekitar tahun 1950-an, saat main setatak dimainkan di sekolah-sekolah. Sayangnya sekarang permainan ini sudah jarang dimainkan.

4.7.a. Waktu dan tempat permainan
Setatak merupakan permainan hiburan anak-anak dalam lingkungan masyarakat pendukungnya, sebagai menyalurkan keinginan dan kesukaan anak-anak dalam bermain yang dapat melatih kecergasan. Permainan ini dimainkan biasanya pada sore hari di pekarangan rumah antara 1 sampai 2 jam lamanya.

4.7.b. Peralatan dan perlengkapan permainan
Adalah sebuah lapangan yang tidak terlalu besar, cukuplah sekiranya dapat dibuatkan untuk medan bermain saja. Kemudiannya secara gotong-royong membuat garis-garis tertentu di tanah lapang tersebut untuk bermain. Lalu membuat atau menggunakan “Ucak” atau “Gacuk” sebagai penikam.

Penikam setatak atau disebut ucak atau gacuk ini biasanya dibuat sendiri oleh anak-anak, dengan mengasah dan membulatkan pecahan piring, pecahan tempayan atau batu yang berbentuk leper atau pipih. Dibuat sedemikian rupa hingga kelihatan cantik, dan tidak membahayakan si pemegangnya, gacuk dibuat kira-kira sebesar 22/7 x 6 cm.

4.7.c. Jalannya permainan
Cara pemakaiannya.
  1. Lapangan
    • Melewati lapangan permainan setatak dengan cara melompat, berjingkat, dan meloncat sebelah kaki dan tangan tak boleh menyentuh garis setatak.
    • Melewati lapangan dari no. 1 s/d 9 disebut naik, kemudian dari no. 9 s/d 1 disebut turun.
    • Petak yang ada gacuk, baik milik sendiri maupun milik lawan, tak boleh diinjak. Petak tersebut harus dilompati, atau dilangkahi saja.
    • Sehabis satu ronde, atau putaran permainan, pemain mengambil “bintang”. Petak yang sudah dibubuhi bintang, boleh diinjak dua kaki bagi yang memilikinya, dan tak boleh disentuh lagi oleh pihak lawan.
  2. 2. Gacuk (ucak)
    • Gacuk dipegang dengan jari kelingking dan jari tengah, ditopang oleh telunjuk, kemudian dihimpit dengan jari induk. Supaya jalan gacuk terarah, ia dilempar dengan putaran keluar mengikuti arah jarum jam.
    • Sebelum memulai bermain, ucak diletakkan pada petak (1) semua. Petak yang berisi gacuk lawan, boleh kita tikam juga.
    • Waktu mengambil bintang, ucak dilempar ke belakang badan menuju petak bintang yakni : 6,7,8,9,5,4,3,2,1, dan tempat bintang.

Sebelum permainan dimulai, semua pelaku mencari urutan pembawa dengan melakukan “sut”. Yang menang, menurut urutan pemenang sutnya membawa permainan setatak. Secara bergilir, sesudah lawan terdahulu selesai ambil bintang, ataupun ia mati dalan perjalanan.

Urutan permainan :
  1. 1. Gacuk tikam pada petak (1), loncat sebelah kaki.
    • Naik : petak (1) yang berisi ucak dilangkahi, loncat ke petak (2), turun dua kaki pada petak (3) dan (4), loncat ke petak (5), loncat ke petak (6), loncat ke petak (7), loncat ke petak (8), dan turun dua kaki pada petak (9).
    • Turun : dari petak (9), loncat ke petak (5), turun dua kaki pada petak (3) dan (4), loncat ke petak (2), dan dari sini mengambil ucak di petak (1), kemudian petak (4) dilangkahi, terus turun.
  2. 2. Gacuk tikam pada petak (2), loncat sebelah kaki.
    • Naik : jika pada petak (1) masih ada gacuk lawan, loncat melangkah petak (1) dan (2), turun dua kaki pada petak (3) dan (4), loncat ke petak (8), dan turun dua kaki pada petak (9).
    • Turun : dari petak (9) loncat ke petak (5), turun dua kaki ke petak (3) dan (4). Dari sini ambil ucak di petak (2) dan jika di petak (1) masih ada ucak lawan, langsung melangkahi petak (2) dan (1), dan turun.

More about4.7. Main Setatak

4.6. Main Rimau

Attayaya Butang Emas on 2008-09-21

Pada zaman kebudayaan Sultan Riau sekitar abad XVII, para bangsawan senang bermain catur yang tidak dimiliki oleh orang kebanyakan. Ketika itu orang-orang Cina datang dengan membawa permainan serupa, maka orang-orang kampung yang bekerja di laut sebagai nelayan yang banyak memiliki waktu senggang mencoba bercatur di papan kolek, perahu ataupun sampannya dengan cara membuat goresan pisau seolah-olah papan catur.

Setiap petak yang dibuat itu diisi dengan biji-bijian ataupun batu-batu kerikil yang terdapat di sekitarnya. Karena melihat para bangsawan bermain serang-serangan antara pion, raja, kuda, benteng, dan menteri di atas papan catur, maka orang-orang kampung itu meniru bagaimana sebaiknya harus melakukan dalam permainan itu. Untuk mengumpamakan dengan nama-nama raja atau menteri, benteng dan rakyat, para nelayan dianggap hendak menantang kekuasaan Sultan yang berkuasa itu. Maka timbullah istilah kambing dan harimau.

Harimau atau menurut dialek daerahnya “Rimau” itu sangat garang, dan amat suka makan kambing. Dengan demikian diumpamakanlah siasat harimau akan menangkap kambing, demikian juga siasat kambing berusaha akan terlepas dari jangkauan harimau, bahkan kalau dapat membunuh harimau yang ganas itu dengan cara mengepungnya beramai-ramai. Berdasarkan itulah terkarang peraturan permainan “rimau”.

Ada seekor harimau dengan 24 ekor kambingnya. Permainan ini terus berkembang hingga sekarang terutama di perkampungan-perkampungan nelayan di sekitar kepulauan Natuna dan Anambas di Kepulau Riau.

4.6.a. Waktu dan tempat permainan
Adapun waktu dan tempat bermainnya boleh dilakukan pada waktu-waktu tertentu dan di mana sekiranya dapat bermain. Karena main rimau dimainkan sebagai pengisi waktu senggang baik sore maupun malam. Para nelayan memainkan pada sore hari pada saat menjelang turun ke laut atau pada malam hari pada saat musim angin kencang sehingga tak dapat turun ke laut. Permainan tersebut juga dimainkan sebagai pelengah-lengah waktu menjelang beduk berbuka berbunyi pada bulan puasa.

Biasa pada waktu tersebut mereka berkumpul di bangsal-bangsal ada yang bermain dan ada pula yang menonton. Biasanya penonton sering kali ikut terlibat dalam permainan tersebut.

4.6.b. Peralatan perlengkapan permainan
Papan harimau, ataupun “rimau” disebut tapak rimau yang dapat dibuat pada sekerat papan atau pada bangku yang dapat digariskan dengan pisau ataupun ditulis dengan pensil. Sedangkan biji-biji isian, sebagai pelambang kambing sebanyak 24 buah. Kemudian diperbuat pula sebuah biji lebih besar dan bagus dari 24 biji sebagai pelambang rimau. Ukuran papan rimau ini boleh berukuran 40 x 30 cm yang diperbuat di atasnya garis-garis tertentu.
  • Biji isian, biji isian main rimau terdiri dari 24 buah, yang boleh dari kulit kerang kecil atau remis, kulit siput atau yang disebut tekuyong, kerikil, yang ukurannya sebesar biji kopi, besar sedikit dari jagung. Biji isian diletakkan dulu 9 buah pada lapan sebelum permainan mulai. Lima belas biji lainnya diisi dalam permainan untuk mengepung rimau.
  • Rimau, sebuah rimau boleh terdiri dari kulit kerang, siput ataupun batu kerikil yang lebih besar dari biji isian. Selalu dicari yang lebih indah, atau dibuat amat bagus. Rimau dijalankan ke segala arah tapak. Boleh ke kiri, ke kanan, ke depan, ke samping, dan mundur. Kalau beringsot langkah, setapak-setapak kalau ia makan boleh langkau ganjil; yakni makan 1, 3 dan 5.

4.6.c. Jalannya permainan
Permainan ini biasanya dilakukan secara perorangan (satu lawan satu) biasanya dimainkan tidak hanya oleh orang dewasa tetapi anak-anak juga sering memainkannya. Dan biasanya hanya dimainkan oleh anak laki-laki.

Bermain rimau, yang seorang memegang rimau, dan seorang lagi memegang biji isian. Setelah ada kalah menang maka bertukarlah yang menjadi rimau jadi pengisi biji, sebaliknya yang mengisi biji menjadi rimau pula dalam setiap gim dalam permainan.
  1. Rimau diletakkan di tengkuk tapak rimau. Biji 9 buah diletakkan pada tapak lapan.
  2. Rimau pertama-tama makan 3, boleh melompat ke depan, ke serong kanan ataupun ke serong kiri.
  3. Biji ke-10 mengepung, dan rimau melompat, berpindah setapak, ataupun makan 1 biji.
  4. Biji ke-11 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  5. Biji ke-12 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  6. Biji ke-13 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  7. Biji ke-14 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  8. Biji ke-15 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  9. Biji ke-16 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  10. Biji ke-17 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  11. Biji ke-18 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  12. Biji ke-19 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  13. Biji ke-20 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  14. Biji ke-21 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  15. Biji ke-22 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  16. Biji ke-23 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  17. Biji ke-24 mengepung, dan rimau pindah tapak. Kalau ada kesempatan makan, ia boleh melompat 1, 3, atau 5.
  18. Biji bergeser. Bila biji di tangan habis terisi semua. Oleh pengisi memindahkan tapak dengan langkah setapak-setapak untuk mengepung rimau; boleh mundur, maju, menggeser serong kiri, serong kanan, dengan hakekat mengepung, dan memagarkan rimau supaya kehabisan tapak untuk melangkah. Dalam keadaan menggeser itu harus dijaga jangan sampai berada di hadapan rimau berjumlah 1, 3, atau 5. Sebab, jumlah ganjil itu makanan rimau.
  19. Rimau ; menggeser tapaknya dengan maksud mencari mangsa; 1, 3, atau 5. Sementaraitu ia juga menghindarkan diri daripada mati terkepung. Maju, mundur, serong kiri dan serong kanan dengan langkah setapak-setapak.
  20. Kala menang ; jika dalam pergeseran langkah biji-biji isian habis sedangkan langkah-langkah rimau masih banyak, maka rimau kalah dan kambing menang. Jika dalam keadaan melangkah atau berpindah-pindah tapak itu rimau jadi mati langkah atau terkepung, maka rimau kalah dan kambing yang menang.
  21. Pertukaran permainan; set kemenangan di sebut “papan”. Menang sepapan, atau kalah sepapan. Setelah papan pertama selesai, si pengisi bertukar jadi rimau, demikian juga sebaliknya rimau menjadi pengisi. Hal ini dilakukan berulang kali sehingga beberapa papan permainan.
  22. Setelah beberapa papan bermain hitunglah siapa yang lebih banyak mengumpul papan kemenangan. Umpamanya bermain 7 papan, seorang pemain memenangkan 4 papan sedangkan yang seorang lagi memenangkan 3 papan. Maka yang memenangkan 4 papanlah yang keluar sebagai pemenangnya artinya menang sepapan.

More about4.6. Main Rimau

4.5. Main Porok

Attayaya Butang Emas on 2008-09-17

Menurut keterangan yang diperoleh, bahwa nama porok berasal dari sebutan kemenangan dari permainan tersebut. Yakni nilai biji kemenangannya di sebut ”porok”. Permainan ini biasanya dimainkan oleh orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran laut yang banyak di tanam pokok nyiur (nio) sejak zaman nenek moyang terdahulu. Karena nyiur dalam kehidupan rakyat merupakan sumber penghasilan, maka kedudukan nyiur bagi rakyat merupakan tanaman yang terpenting serta besar artinya. Karena sehari-hari masyarakat memakai buah nyiur, maka bertimbun–timbunlah baik sabut maupun tempurung nyiur itu sekitar kampung. Kegairahan bermain dengan benda-benda terbuang itu datang saja dengan tiba-tiba. Lalu, sepak menyepak sabut kelapa ataupun tempurung itupun terjadi secara amat sederhana. Dan, akhirnya lahirlah permainan yang bernama Porok sementara rakyat mempermainkan tempurung sambil mencongkel daging nyiur itu.

Akan halnya bermain, dalam permainan Porok tidak membeda-bedakan teman bermainnya. Mereka bermain bersama-sama baik anak-anak dari kalangan atas serta bangsawan, maupun anak miskin, orang-orang asli ataupun Cina jadi menyatu dalam suatu ikatan permainan tersebut.

4.5.a. Waktu dan tempat permainan
Permainan ini dimainkan lebih kurang 1 sampai 2 jam lamanya. Selain disenangi oleh para permainannya sendiri, porok juga merupakan permainan yang mengasikkan penonton hingga berjam-jam ikut pula menyaksikannya dengan penuh perhatian. Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak remaja pada waktu senggang atau sore hari.

Lapangan permainan porok harus datar dan tidak berumput ukurannya panjang 6 depa dan lebarnya 4 depa.

Gambar
Denah lapangan dalam permainan

4.5.b. Peralatan / Kelengkapan Permainan
Alatnya kemudian adalah tempurung sebagai alat permainan pokok, yang harus dimiliki paling tidaknya 2 atau 3 buah seorang. Tempurung tersebut dibuat sedemikian rupa. Harus tahan, dan tidak membahayakan pemainnya. Boleh tempurung tumpat dan boleh pula dilubangi di tengahnya.

Pemainnya berjumlah tiga sampai delapan orang yang dimainkan oleh anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Boleh dimainkan juga oleh anak-anak perempuan. Tetapi sebaiknya antara laki-laki dengan laki-laki dan perempuna dengan perempuan.

4.5.c. Jalannya Permainan
Pengundian untuk menentukan si pembawa yang lebih dulu disebut penentu :
a. Perorangan : Untuk bermain perseorangan penentu dilaksanakan dengan cara melerengkan tempurung permainannya secara bersama-sama ke garis pusat yang telah ditentukan secara mufakat. Barang siapa yang terdekat dengan pusat itu, dialah yang terdahulu membawa, lalu diikuti oleh ke-2, ke-3, dan seterusnya.
b. Berpehak : Untuk bermain beregu, disebut berpehak. Cara penentunya adalah antara kedua belah pihak mengadukan tempurungnya. Siapa yang tertelungkup ialah yang kalah, yang terlentang menang, dan membawa dahulu. Jika sama-sama tertelentang ataupun sama-sama tertelungkup, pengundian di ulangi sampai dapat satu tertelungkup dan satu pula tertelentang.
c. Yang menang penentu, namanya pihak LAPANG, sedangkan yang kalah dalam penentu disebut PENJAGA.

 Pihak Lapang
Pihak lapang membawa, dengan mempergunakan tempurung permainannya secara menjepit dengan ibu jari kaki, kemudian memukul tempurung lawannya dalam lingkaran jaga :
a. Melereng, yaitu permulaan menjalankan tempurung permainan dengan ibu jari kaki. Secara demonstratif boleh dengan membalikkan badan, memukul dengan tumit dan sebagainya. Dilakukan secara demonstratif membelakangi gelanggang permainan. Sebaiknya tempurung dilerengkan dengan kedua belah kaki kiri dan kanan, lalu putar ke belakang. Jika langsung mengenai tempurung dipihak lawan, maka langsung tidak melakukan mengarung lagi. Ia berhak mendapatkan nilai, dengan mengucapkan ’Porok’ atau merasuk.
b. Mengarung, dilakukan dengan cara menjepit tempurung seperti melereng juga. Hal ini dilakukan kalau saat melereng tak sampai mengenakan sasarannya. Artinya tempurung itu dijepit saja dengan ibu jari kaki, lalu di lempar dengan gaya menyepak ke arah tempurung lawan, hal ini dilakukan kala waktu melereng tak sampai ke arah jaga. Jika dalam mengarung itu terkena tempurung lawan, langsung mengetuk dengan cara memangkahkan tempurung kita pada tempurung lawan. Bila berhasil mengetuk, terus berlari ke benteng dan berkata ’Porok’. Setiap ucapan porok dapat dilaksanakan tatkala melarung, nilainya 1 (satu).
c. Merusak, artinya mengetuk tempurung lawan setelah selesai mengarung.
d. Mengetuk, artinya mengetuk tempurung lawan setelah selesai melarung. Jika gagal, maka pembawa dianggap mati. Lalu yang membawa teman berikutnya dalam permainan berpihak, dan jika main perorangan di bawa lagi oleh yang kedua, dan seterusnya. Jika langsung mengenai tempurung lawan dalam waktu melereng (a) nilainya 2.
e. Gim, bila pihak yang terlebih dahulu mencapai nilai terbanyak seperti yang telah disepakati.
f. Kalap, yaitu tempurung yang dilerengkan tertelungkup sedangkan yang dianggap baik adalah tertelentang. Maka pembawa di anggap tak syah atau mati.
g. Gayuk, yaitu pihak melereng tempurung tidak pada urutan semestinya di sebut Gayuk dan tak syah atau mati.
h. Garis, yaitu pihak pembawa melanggar garis yang telah di tentukan dianggap tidak syah atau mati.
i. Barang siapa kalah, hukumannya menggendong lawannya masing-masing seorang sejauh 2 x pergi-balik pada Lapangan permainan.

 Pihak Jaga
 Memasang tempurungnya
 Bila lawan merasuk selesai mengetuk tempurungnya boleh dihalang-halangi supaya gagal. Bila gagal lawan merasuk, ia gagal pula memperoleh nilai, dan dianggap mati.

Susunan Permainan dan Daerahnya
1) Lingkaran pihak jaga lebih besar dari lingkungan pihak lapang :
a. Jumlah lingkaran sebanyak pemain, dengan susunannya (2) (1) (3) untuk bertiga, (4) (2) (1) (3) (5) untuk berlima seregu, bagi pihak lapang.
b. Bagi pihak jaga berdiri dalam lingkaran secara berhadapan dengan lawannya, seorang lawan seorang. Dalam lingkaran itulah diletakkan tempurung permainannya.

2) Pihak lapangan dilingkaran (1), lawannya adalah pihak jaga (1) juga. Tempurung pihak jaga (1) itulah harus kena waktu melereng ataupun melarung. Waktu merasuk harus semuanya satu persatu tempurung pihak lawan di antuk atau di pangkah. Memangkah untuk merasuk itu boleh hingga memecahkan tempurung lawan. Cara memangkah, tempurung di sepit dengan ibu jari dan antukkan ke tempurung lawan.

 Pertukaran jaga
Pertukaran antara pihak lapang dan pihak jaga dilakukan bila pihak lapang semuanya mati. Maka pihak jaga menjadi pihak lapang, dan demikian pula sebaliknya pihak lapang menjadi pihak jaga.

More about4.5. Main Porok

4. 4 Main Guli

Attayaya Butang Emas on 2008-09-07

Di zaman kerajaan dipersekitaran abad XVII main guli hanya dikenal oleh anak-anak para Datuk ataupun kaum bangsawan di istana. Mereka saling mengandalkan kecerdasan dan keterampilan serta menyertikkan (menjentik) buah guli dengan jarinya ke sasaran yang tepat.

Tumbuhnya permainan ini ditengah-tengah masyarakat hampir bersamaan dengan sepak raga yang sekarang sudah pun dijadikan salah satu cabang olah raga yang banyak peminatnya yaitu Sepak Takraw.

Pada mulanya, buah guli itu dibuat dari potong-potongan kayu atau teras kayu yang cukup keras serta dibulatkan sebesar telor penyu, atau dari ”kulit kima” yaitu sebangsa kerang besar yang terdapat di dasar laut atau pun di tebing-tebing karang.

Sekarang, masih berkembang di masyarakat dan merupakan permainan rakyat yang terdapat dimana-mana, biarpun pada beberapa tempat peraturan yang lama mendapat perubahan disana-sini menurut dialek atau pun kebiasaan daerah masing-masing masyarakatnya yang menggemari.

Sehabis perang dunia kedua, buah guli atau kelereng yang dulunya terbuat dari kapur beraduk semen dengan ukuran sebesar ibu jari kaki, sudah kurang kelihatan beredar di masyarakat, yang banyak kelihatan sekarang, adalah kelereng kaca yang ukurannya lebih kecil sekira sebesar telunjuk. Ukuran guli yang makin kecil kurang digemari untuk dimainkan, akibatnya permainan ini kurang memikat hati. Namun bagi anak-anak tanggung (remaja) masih suka memainkannya, bahkan jika sejak dulu main guli (kelereng) itu dilakukan oleh anak laki-laki saja, akhir-akhir ini kelihatan pula anak-anak perempuan ikut memainkannya.

Gambar
Denah lobang guli

4. 4. a. Waktu dan Tempat Permainan
Main guli adalah semata-mata permainan untuk mengisi waktu senggang, yang dimainkan baik pagi maupun sore hari ditempat yang teduh. Mereka memainkan dengan asyik, hingga tahan 1-2 jam lamanya. Ketika bermain guli yang baik adalah pada musim kurang penghujan, karena permainan tersebut mempergunakan lubang yang digali di tanah yang tentu saja sangat terganggu oleh genangan air dikala hujan itu.

Permainan ini biasanya dimainkan oleh anak-anak tanggung yang hidup di dataran rendah baik di kampung, perumahan nelayan pinggir pantai, maupun dilembah-lembah pinggir sungai yang sehari-harinya terbiasa dengan bermain-main di tanah datar dan tidak berbukit-bukit. Sebab, bermainan guli itu tidaklah dapat dilakukan ditempat yang curam. Hal ini di karenakan buah guli yang menjadi pokok permainan itu berbentuk bulat, dan mudah bergelinding di tebing.

4. 4. b. Alat /Perlengkapan Permainan
Untuk melaksanakan pertandingan main guli, perlengkapan khusus untuk itu harus disediakan sebelum saat bertanding, yaitu :
 Guli, sebuah atau dua buah seorang
 Gelanggang tempat bermain.

Dipersiapkan sebidang tanah datar seluas paling tidak 5x2 m, dan tempat itu di buat atau di gali lubang sebanyak 3 buah sebesar 1¾ -2 kali besar guli yang akan di mainkan :
 Lubang raja, di buat juga lubang atas, atau lubang naik.
 Lubang tengah.
 Garis kandang, yang diukur dengan jari-jari antara lubang raja dengan lubang tengah, dan lubang raja sebagai pusat lingkarannya. Lingkaran yang ditarik merupakan garis kandang arena tersebut.

Adapun jarak antara satu lubang ke lubang yang lain itu berkisar antara 12 sampai dengan 20 telapak kaki si pemain. Dalam lubang itu, setenggelam (sedalam) 1/12 besar guli.

4. 4. c. Jalannya permainan
Jumlah pelaku main guli ini, pertama-tama harus diperhatikan jenis permainan guli untuk dimainkan itu. Yakni main beraja ataukah main berudung (main perseorangan atau beregu).

Main beraja.
Main beraja adalah main bersendirian tidak berteman. Mereka bermain satu sama lain merupakan lawan dalam permainan itu yang berjumlah 2 sampai dengan 5 orang.

Main berudung
Main Berudung, adalah main secara berkumpulan (beregu) yang mencari menang dengan cara berteman untuk mengalahkan regu lainnya. Permainan ini lazimnya dilaksanakan dalam dua regu. Dengan jumlah pemain 2 sampai dengan 4 orang, seregu.

Karena main mempunyai dua cara permainan yaitu cara beraje, dan cara berudung maka jalannya permainan pun terdiri dari dua cara yaitu :

Main beraje.
Diumpamakan yang bermain guli, adalah (a), (b)dan (c), maka jalannya permainan itu sebagai berikut :
1. Berundi :
yakni mencari siapa yang pertama, kedua dan ketiga dan seterusnya menurut jumlah peserta beraja itu.
 (a), (b)dan (c) masing-masing menggelidingkan gulinya masing-masing dari lubang raja ke lubang bawah.
 Barang siapa yang paling dekat dengan lubang bawah itu, ialah yang pertama memainkan gulinya. Umpamanya yang terdekat (a) di susul (b), yang terjauh adalah (c) maka maka disebutlah urutan ke-1 (a), ke-2 (b) dan yang terahir ke-3 atau kincit, adalah (c).

2. Membawa :
Tengah naik, pemain berusaha memasukan gulinya ke lubang tengah. Dalam hal contoh di atas, tentulah (a) yang membawa. Ia dengan hati-hati menggelindingkan gulinya untuk masuk ke lubang tengah itu:
 Kalau gulinya masuk, maka (a) terus ambik raje, dengan cara menggelinding ke lobang raja.
 Kalau gulinya tak masuk ke lubang tengah tadi, maka gilirannya (b) lagi membawa tengah naik. Dalam hal ini (b) boleh memilih. Mau memasukkan lubang, ataupun menyetik guli si (a). Biasanya si pemain lebih suka menyetik saja, untuk menghindari akibat guli kita disetik pula oleh si (a) ataupun si (c), jika pukulan (b) tibut atau abus.
 Kalau ternyata (b) dapat mengambil lubang tengah, maka ianya boleh langsung mengambil lubang raja. Hal ini di dapati boleh dengan cara gulinya betul-betul dapat di masukkan ke lubang tengah tadi, ataupun pukulannya mengenai guli si (a) secara ganti untat. Kemudian dapat dimasukkan gulinya ke lubang tengah tersebut (b) boleh ambil lubang raja yang lazim disebut lubang pucok.
 Jika (b) dapat mengambil lubang tengah itu, maka tiba pula giliran si (c) yang membawa. Si (c) boleh melakukan seperti si (b) dengan jalan menyetik guli (a) ataupun (b), ataupun ia dengan nekad saja mengambil lubang tengah itu tanpa menghalau dulu guli lawan-lawannya yang berada dekat lubang tengah itu. Sekiranya putaran (b) dan (c) abus dan tak dapat mengambil lubang tengah itu, giliran membawa kembali kepada si (a) memasukkan gulinya ke lubang tengah, jika salah satu guli lawannya ada di dekatnya secara pukulan atau sekuru, ia menghantarkan gulinya ke dekat lubang raja.
 Kalau sekiranya (a) dapat mengambil lubang raja, maka ianya terus mengambil lubang tengah nurun, seperti ianya mengambil lubang tengah naik tadi juga. Dan jika masuk ke lubang tengah itu, maka ia langsung mengambil lubang bawah.
 Kalau sekiranya ia gagal memasukkan gulinya ke lubang tengah nurun itu, gulinya tertahan disana; maka giliran (b) lagi mengambil lubang tengah naik, lalu berusaha mengambil lubang raja ataupun pucok lagi.
 Kalau (b) berhasil mengambil lubang raja, ianya berusaha mengambil tengah turun seperti yang dilakukan si (a) terdahulu.
 Jikalau (b) tak berhasil, maka giliran (c) pula mengambil lubang tengah naik, seperti oleh rekan-rekan. Kalau (c) gagal lagi, maka kembali giliran (a) untuk meneruskan permainan itu.
 Kalau tadinya (a) dapat mengambil lubang bawah, maka ia sekarang akan mengambil lubang tengah raja dengan menyetik guli lawan dulu baru memasukkan gulinya ke lubang, ataupun masukkan gulinya ke lubang tengah itu. Bila lubang tengah raja itu dapat di ambil, maka si (a) sudah menunggu raja.
 Seandainya (a) gagal mengambil lubang tengah raja itu, giliran (b) pula meneruskan permainannya yaitu mengambil lubang tengah turun, kemudian jika berhasil ke lubang bawah.
 Bila (b) gagal, maka (c) meneruskan permainannya seperti di lakukan oleh (a) dan (b) juga.

3. Raja
Jika (a) telah berhasil mengambil lubang tengah raja tadi, maka ianya tinggal mengambil lubang raja :
a. (a) berusaha menghalau guli-guli lawannya dari dalam kandang raja. Jika guli (b) maupun guli (c) berada di luar kandang, si (a) memasukkan gulinya ke lubang raja.
 Kalau masuk ke lubang raja di saat guli-guli lawan berada di luar kandang, maka (a) raja. Dan, dia sebagai pemenang pertama. (b) dan (c) meneruskan permainan mereka masing-masing dan saling tunduk menundukkan lawannya.
 Kalau (a) ternyata tak dapat menghalau guli-guli lawannya dari dalam kandang, ataupun ianya gagal memasukkan gulinya ke lubang raja, maka ianya belum gim, dan masih berusaha menghalau guli-guli lawannya dengan menyetikkan gulinya serta menggunakan segenap keahliannya hingga ia dapat keluar sebagai pemenang dalam pertandingan tersebut.
b. Antara (b) dan (c) jika (a) sudah raja atau gim, mereka berusaha seperti (a) yaitu menyelesaikan tugas ambil lubangnya satu persatu, kemudian menghalau guli lawannya itu keluar kandang. (b) boleh sebagai pemenang kedua, bila ianya dapat mengalahkan (c). Demikian juga (c) bila ianya dapat menyelesaikan pengambilan lubang-lubang seperti (a) dan dapat pula menghalau guli (b), maka (c) lah yang keluar sebagai pemenang ke dua.


4. Kalah
Diantara (b) dan (c), diumpamakan (b) keluar sebagai pemenang kedua, si (c) yang lengit atau kalah. Ianya terpaksa menahankan buku apannya di lubang tengah untuk disetik oleh (a) dan (b) sebanyak berapa kali seorang, sesuai dengan perjanjian sebelumnya.

5. Ulangan
Setelah gim pertama ini dapat diselesaikan, maka kembali lagi mereka berundi untuk permainan selanjutnya. Demikian seterusnya hingga dua sampai dengan tiga jam lamanya mereka bermain itu.

Ringkasan umum
 Ambil lubang tengah naik
 Ambil lubang raja
 Ambil lubang tengah nurun
 Ambil lubang nurun atau lubang bawah
 Ambil lubang tengah raja

6. Ambil Raja :
a. jika guli lawan berada di luar kandang, guli kita dapat dimasukkan ke lubang raja, maka kita menang
b. jika guli lawan salah satunya masih berada dalam kandang, maka kita terpaksa menghalaunya dari lubang raja. Jika dapat dihalau dengan jentikan yang tepat, kita masukkan guli kita ke lubang raja. Jika masuk, jadi pemenang. Jika belum masuk, diulangi lagi, dengan cara si penunggu meletakkan atau disebut menahan gulinya di dalam kandang untuk dihalau yang akan raja.
c. Penahan berusaha meletakkan gulinya pada tempat yang agak sukar dihalau. Jika kebetulan ianya sudah selesai mengambil kelima lubang sebagai persyaratan, lawan ini berhak pula memasukkan gulinya ke lubang raja. Jika masuk, dan guli kita keluar kadang, lawan yang menang.

Main Berudung
Main berudung, atau beregu ini di umpamakan regu (A) yang terdiri dari (a), (b) dan (c), melawan regu (B) yang terdiri dari (d), (e) dan (f).

- Pengundian,
Mereka ber-enam sama-sama menggelindingkan gulinya masing-masing dari pusat lubang raja ke lubang bawah. Jika (a) yang terdekat umpamanya dari yang lain maka regu (A) lah yang membawa lebih dahulu dari regu (B).

- Permainan
a. Regu (A) mengambil lubang tengah naik, berturut-turut (a), (b) dan (c). Jika salah seorang masuk, umpamanya si (b), maka ianya terus mengambil lubang naik atau lubang raja. Sedangkan temannya (a) dan (c) masih tinggal di dekat lubang tengah. Kalau sekiranya (b), dapat pula mengambil lubang raja itu, ia berusaha mengambil lubang tengah turun lagi. Kalau usahanya mengambil lubang raja tadi gagal, ianya tetap berada di dekat lubang raja itu.
b. Setelah regu (A) gagal untuk melanjutkan permainannya, maka regu (B) mulai membawa. Salah seorang dari mereka menghalau guli-guli regu (A) yang ada di sekitar lubang tengah yang akan mereka ambil itu. Jika guli-guli (A) terhalau, maka dengan mudah teman (B) merebut kedudukan lubang tengah naik itu. Mereka satu persatu berusaha memasukkan gulinya ke lubang tengah seperti yang dilakukan oleh regu (A). Jika gagal maka regu (A) kembali meneruskan permainannya.
c. Dalam regu (A), ternyata umpamanya (a) sudah berhasil mengambil lubang tengah naik dan lubang raja, dalam putaran pertama tadi, maka (a) terus mangambil lubang tengah turun, bila berhasil ianya terus berusaha mengambil lubang bawah. Katakanlah ia berhasil, dan langsung mengambil lubang tengah raja, kebetulan pula umpamanya (a) berhasil pula. Maka regu (A) sudah akan raja. Temannya (a) yaitu (b) dan (c) meneruskan permainan mereka mengambil lubang-lubang tengah naik, lubang raja dan seterusnya lubang tengah dan lubang bawah. Jika berhasil, mereka akan mengambil raja pula. Katakanlah mereka gagal dan mereka melakukan lagi untuk masing-masing mengambil lubang bawah.
d. Regu (B) berusaha meneruskan permainan itu. Katakanlah semua lubang sudah ditunggu oleh guli regu para pemain (A), jadi mereka menyelamatkan keadaan dengan meletakkan gulinya masing-masing di dalam garis kandang takut keluar, karena (a) teman-teman (A) sudah mau raja.
e. Karena keadaan (a) yang menguntungkan, maka teman-teman (A) yang lainnya seperti (b) dan (c) berusaha menghalau guli (d), (e), dan (f) temannya (B) hingga keluar kandang. Bila berhasil, maka (a) berhak masuk ke lubang raja. Pukulan teman-teman seregu (A) baik (b) maupun (c) syah, dan jika guli (a) dapat dimasukkan ke lubang raja itu maka menanglah regu (A) tersebut. (B) dinyatakan kalah.

Permainan ini dilanjutkan lagi untuk permainan kedua, ketiga, dan seterusnya sampai salah satu dari pihak (A) maupun (B) itu keluar sebagai pemenangnya.

Peristilahan dalam main guli
a. Nurun, adalah mengatakan ke lubang bawah atau turun.
b. Tiwas, artinya guli tak boleh berubah letak lagi, atau bila terhalang apa apa, di situlah tempatnya.
c. Tek kedue, artinya kalau menyetik atau memukul guli lawan, tak kena yang satu yang lainnya pun syah.
d. Tek kedue tak kene masuk lubang, artinya jika tak terkena guli yang disetik, masuk lubang pun syah.
e. Alet, artinya memainkan guli lawan dengan pelan dan lambat.
f. Kincit/kincet, artinya mengambil terakhir sekali.
g. Ambik raje, artinya mengambil lubang raja.
h. Tibah, artinya tak kena.
i. Jonggou, artinya terlalu mendekat-dekatkan badan ataupun tangan ke guli lawan, tidak menurut jarak pukul semestinya.
j. Lenget, artinya terlalu banyak menderita kekalahan.
k. Abus, artinya tidak mengenai sasaran.
l. Antok, ngantok, artinya memukul guli dengan dilepas dengan dua tangan tidak dengan cara menyetik dengan jari.
m. Cungkel, artinya mengeluarkan guli dari lubangnya dengan setikan guli juga.
n. Buku apan, artinya buku tinju tangan kiri ataupun tangan kanan.
o. Nahan, nunggu, artinya menahan guli untuk disentik.
p. Tibut, tak mengenai menyentik guli lawan yang menahan.
q. Jongkah, artinya langkah kaki.
r. Nyap, guli hilang entah kemana melantingnya.
s. Balui, artinya pertandingan seri tak ada kalah menang.
t. Raje, artinya gim.
u. Halau, buang, artinya mengusir guli lawan dari dalam kandang raja.
v. Ganti ditat, nguntat, artinya guli pemukul mengganti tempat guli lawan.
w. Sekern, artinya ambil pelipis guli lawan.
x. Sekern terarah disebut juga kusen.
y. Pucuk artinya atas



More about4. 4 Main Guli

4. 3 Main Canang

Attayaya Butang Emas on 2008-09-06

Kehidupan di perkampungan nelayan ataupun di kampung-kampung masih tersangat sederhana yang terkadang untuk melengkapi keperluan hidupnya dengan cara menikam, melempar atau menebang pokok-pokok kayu atau lainnya demi untuk keperluan hidupnya. Hal yang sedemikian itu menjadi suatu kebiasaan yang ditiru oleh anak-anak untuk melakukan permainannya. Yang kemudian diantaranya lahir sebuah permainan yang dinamakan ”main canang”.

Pada mulanya permainan canang ini tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat nelayan dan peladang (berkebun). Karena bahan permainan dengan mudah diperdapat dipersekitarannya, yaitu ujung-ujung kayu, bambu-bambu dan lainnya yang boleh dibuat untuk main canang. Kemudian permainan ini berkembang dan digemari oleh anak-anak kaum bangsawan terutama putera-putera Datuk pada sekitar abad ke delapan bebas.

Tidaklah mengherankan jika kemudian permainan ini tidak hanya terlibat di perkampungan tetapi juga di halaman-halaman rumah Datuk-Datuk atau kaum bangsawan lainnya. Dengan demikian para pemain anak kampung selalu pula diajak oleh anank-anak bangsawan itu untuk bermain, mungkin karena kekurangan lawan.
Oleh karena permainan mengandung kecergasan dan keahlian, memang lebih banyak diminati oleh anak-anak lelaki dari pada anak perempuan. Kemudiannya permainan ini semakin berkembang hingga masuk pada zaman sekolahan. Sedangkan di beberapa daerah atau tempat lain ada juga permainan yang serupa ini, ada yang menyebutnya Patok Lele atau Tuk Lele. Pada intinya permainan ini hampir sama, kalaupun ada perbedaan tidaklah begitu banyak.

4.3.a Waktu dan Tempat Permainan

Mainan Canang adalah permainan rakyat untuk mengisi waktu senggang di sore hari yang dimainkan anak laki-laki bahkan juga dimainkan orang dewasa. Ada pula dimainkan oleh anak perempuan, tetapi sebaiknya anak perempuan tidak melakukannya, karena dianggap agak kurang patut.

Dahulunya dalam perayaan hari-hari tertentu selalu diisi dengan kemeriahan para anak-anak atau pemuda bermain canang, karena boleh dikata permainan ini sangat di gemari.

Sedikit tanah lapang yang memanjang seperti jalan, meskipun agak tebing (mereng/miring) tiadalah menjadi hambatan. Di kiri-kanan jalan itulah biasanya penonton menyaksikan permainan itu. Permainan ini memanglah dianggap sangat berbahaya, karena pemainnya menggunakan potongan kayu yang dipukul-pukul hingga melenting jauh dan deras. Jika lentingan anak kayu atau anak canang itu mengenai mata, dapatlah mendatangkan bahaya kebutaan. Sehinggakan sebagian orang tua melarang anak-anaknya untuk bermain canang. Namun main canang tetap saja merupakan permainan anak-anak yang digemari.

4.3.b. Peralatan/Perlengkapan Permainan

Permainan Canang ada dua cara, yaitu boleh perorangan dan boleh pula kepada perkumpulan (regu). Alatnya adalah sebatang kayu bulat (kira-kira sebesar tangkai sapu atau lebih besar sedikit) yang dipotong dua. Potongan yang satu lebih panjang ukurannya yang disebut induk canang sedangkan satunya lagi lebih pendek yang disebut anak canang.

Lapangan permainan cukup merupakan sebuah lapangan, tepi pantai atau jalan, tetapi sebaiknya tidak mengganggu pada kepentingan orang ramai. Kemudian tentukan pada tempat bermain yaitu pusat permainan dan tempat berjaga. Di pusat permainan dibuat Lubang Canang sekira ukuran sejengkal. Antara pusat permainan dengan tempat berjaga diperbuat sebuah garis yang disebut garis benteng.

Gambar
Skets lapangan dan lubang canang

4.3.c. Jalannya Permainan

Jika main beraje atau perorangan yang membawa berturut-turut dari yang ke–1, ke–2, dan seterusnya; setelah yang terdahulu mati. Sedangkan kalau bermain berudung atau beregu, yang membawa berikut seregu-seregu:
• (a) pembawa, bila mati diteruskan oleh temannya (b), demikian juga (b) bila mati diteruskan lagi oleh kawan seregunya (c) dan seterusnya, sampai semua kawan seregu selesai membawa semua.
• Pembawa (b), meneruskan permainan (a) hingga nomor matinya, demikian juga (c) meneruskan nomor mati temannya si (b), dan seterusnya sehingga dapat menyelesaikan permainan hingga gim (game) atau pun pindah membawa oleh lawan bermain.

Tukar membawa.
Pertukaran membawa antara dua regu bermain, ialah setelah regu lawannya setelah regu lawannya mati semua; dan bertukar lagi bila yang membawa inipun mati pula.

Penentuan si Pembawa Permulaan.
Penentuan si pembawa, dilakukan dengan sut. Regu yang menang membawa, dan yang kalah menjaga.

Gim
Gim, ditentukan secara mufakat sesaat sebelum permainan dilangsungkan; ada gim 1000, dan boleh pula lebih, tetapi sebaiknya tidak melebihi gim 3000.

Urutan permainan.
1. Mencuit; Anak canang dilintangkan pada lubang canang, lalu di-Cuit dengan induk canang. Saat anak canang melayang, si penjaga boleh menangkapnya di udara. Dan bila dapat lalu bawa lari dan tancap pada benteng sebelah garis batas. Bila berhasil, nilai bagi penjaga 2, dan sipembawa batal, lalu diteruskan oleh temannya. Tatkala penjaga membawa lari anak canang tadi, pihak pembawa boleh merebutnya. Bila dapat direbut, maka sipenjaga hanya dapat nilai 1 pembawa boleh terus melakukan permainan. Bila anak canang yang melayang tadi dapat disambut, maka sipenjaga menikamkan anak canang itu dari tempat jatuhnya ke lubang canang; bila tikaman itu mengenai induk canang yang dilintangkan di lubang canang selepas si pembawa mencuit tadi maka pembawa batal. Permainan pun bergeser ke pembawa berikutnya. Bila tak mengenai sasaran yang dituju oleh penjaga, maka sipembawa langsung meneruskan permainannya.
2. Nyanang; anak canang dilambung lalu dipukul dengan Induk Canang. Sementara anak canang melayang di udara, si penjaga boleh menyambut. Kalau berhasil nilainya satu untuk penjaga. Permainan ini berlaku seperti pada waktu mencuit, yakni anak canang itu dibawa lari ke benteng lalu ditancapkan di sana. Kalau kena, si penjaga mendapat nilai dua sedangkan pembawa batal atau mati. Bila penjaga tak berhasil menangkap anak canang itu maka si penjaga melemparkan anak canang itu ke arah si pembawa. Pembawa memukul anak canang yang sedang melayang di udara itu dengan induk canang di tangannya. Bila tak kena, ia batal membawa (mati) lalu diteruskan oleh teman seregunya. Bila kena pukulan si pembawa itu, nilai dapat dihitung dari lubang canang ke tempat anak canang yang jatuh itu, dengan ukuran sepanjang induk canang.
3. Ngidup api; anak canang di sandarkan sekitar 30 derajat pada lubang Canang, lalu dipukul dengan induk canang secara menitik supaya anak canang itu melenting, dan lentingan yang melayang diudara itu lalu dipukul pula dengan induk canang. Bila pukulan ini meleset atau tak melewati garis benteng, maka ngidup api tersebut diulang sampai 3 kali. Setelah berhasil, maka jarak jatuh anak canang itu diukur dari lubang canang dengan sepanjang induk canang untuk mengambil nilai. Bila penjaga dapat menangkap, nilainya satu. Dan bila ia berhasil mencecah ke benteng nilainya 2, pembawanya batal.
4. Melengkang; anak canang dilambung dengan tangan kanan melalui bawah kelengkang dari belakang ke depan, lalu dipukul dengan induk canang. Bila kena tapi tak melewati garis benteng si pembawa batal (mati). Bila kena dan melewati garis benteng, maka jarak jatuh anak canang diukur dengan induk canang ke lubang canang seperti tatkala nyanang juga, untuk mengumpul nilai. Waktu anak canang melayang di udara (setelah dipukul), bila dapat disambut oleh penjaga ia mendapat nilai satu, dan bila dapat dibawa lari menancap ke benteng nilai 2; berlaku juga seperti waktu nyanang sebelumnya.
5. Minggang; tangan kiri memegang siku kanan, pas di belakang pinggang. Saat itu juga anak canang dengan induk canang di pegang satu tangan, tangan kanan. Anak canang dilambung, lalu dipukul dengan induk canang. Bila terkena dan melewati garis benteng lalu dihitung dengan ukuran induk canang untuk mendapatkan nilai, seperti waktu melengkang, bila tak melewati garis benteng pembawa batal. Tetapi tatkala anak canang melayang di udara, dan dapat disambut oleh penjaga, ia mendapat nilai 1, dan pembawa masih terus membawa sebab tidak dianggap mati. Penjaga juga boleh berlari merebut benteng akan mencecah atau menancapkan anak canang itu seperti waktu melengkang juga. Bila berhasil si penjaga mendapatkan nilai 2, dan si pembawa batal. Pada saat yang seperti itu si pembawa boleh mencegah dan bergumul untuk merebut anak canang di tangan penjaga tersebut supaya ianya jangan dimatikan sebagai pembawa.
6. Mbau; induk canang diletakkan di bahu kanan, anak canang dilambung. Ambil serentak induk canang langsung memukul anak canang yang di udara. Bila terkena dan melewati garis benteng, dapatlah diukur dari lubang canang tempat anak canang itu jatuh untuk menambah nilai. Bila penjaga mendapat menyambut, ia mendapat nilai 1, dan bila langsung dapat membawa lari serta menancapkan di benteng nilainya 2 seperti juga peraturan pada saat minggang dan melengkang.
7. Nelinga; induk canang letakkan di telinga kanan dan anak canang di lambung. Ketika sedang di udara segera ambil induk canang di telingan tadi lalu memukul anak canang tersebut. Bila terkena serta melewati garis benteng, maka di hitung nilai dengan ukuran induk canang dari lubang canang ke tempat anak canang itu jatuh. Bila anak canang yang dipukul itu tidak melewati garis benteng, maka si pembawa batal (mati). Penjaga berusaha menyambut anak canang ketika melayang di udara, dan bila dapat disambut nilainya 1. Bila penjaga dapat memenangi peraturan merebut benteng untuk menancapkan anak canang yang disambarnya itu, ia akan mendapatkan nilai 2, dan si pembawa batal (mati).
8. Kepala; induk canang diletakkan atas kepala, dan anak canang di lambung. Waktu melambung anak canang itu segera ambil induk canang di kepala itu, dan langsung memukul anak canang yang di udara. Dan hal yang sedemikian sama juga dilakukan seperti kegiatan sebelumnya.
9. Ngidung ; induk canang letakkan ke pangkal hidung, dekat antara dua mata. Anak canang dilambung lalu dipukul dengan induk canang yang segera diambil dari pangkal hidung, lalu memukul anak canang yang sedang melambung itu. Dan kejadian sama seperti kegiatan sebelumnya.
10. Bibir; induk canang letakkan atas bibir yang berbatas dengan hidung. Anak canang dilambungkan ke udara, dan melakukan seperti pekerjaan sebelumnya.
11. Lambung; induk dan anak canang dipegang oleh satu tangan. Induk canang dilambung dulu, dan saat induk canang di udara lambung pula anak canang itu. Ketika anak canang masih berada di udara sambar induk canang dan langsung memukul anak canang yang masih di udara itu.
12. Ngulang; bila sudah selesai membawa no. 1 sampai dengan no. 11 maka yang kedua kalinya permainan di ulang dari yang pertama lagi oleh teman regu berikutnya hingga berjalan terus dari 1 sampai 11. Peraturannya pun berlaku seperti biasanya hingga permainan berakhir seluruhnya.

Pertukaran Membawa
- Jika pihak kawan batal semua, maka membawa pindah ke pihak lawan. Sedang pihak pembawa bertukar menjadi pihak penjaga. Peraturan ini berlaku untuk permainan berudung atau beregu.
- Bila main beraja, setiap batal yang ke-1, tukar dengan ke-2, ke-3 dan seterusnya hingga bertemu lagi pada giliran membawa yang ke-1.

Penerus Permainan
Yang meneruskan permainan kawan, yakni kawan nomor berikut, dengan meneruskan saja permainan teman sebelumnya dan tidak perlu mengulang dari urutan no. 1. Ia cukup menyambung nomor-nomor kegagalan temannya yang terdahulu saja.

Menentukan Kalah Menang
* Barang siapa yang mengumpulkan nilai seperti yang telah dijanjikan, maka regu itulah yang keluar sebagai pemenang. Demikian juga bila main beraja yang terdahulu mencapai nilai seperti yang disepakati, keluar sebagai pemenang. Diikuti oleh pemenang ke-2 ke-3 dan seterusnya hingga tinggal yang kalah.
* Yang kalah biasanya disebut ”lengit” dan harus mendukung yang menang satu persatu sepanjang lapangan tempat bermain yang telah dipersiapkan sebelumnya.

More about4. 3 Main Canang

4. 2. Main Galah

Attayaya Butang Emas on 2008-09-04

Sebermula, Main Galah ini tidaklah diketahui berasal dari mana dan sejak bila pula diketahui serta dimainkan. Menurut orang-orang tua, permainan ini memang telah ada sejak dahulunya, kemudiannya terus berkembang dari satu keturunan pada keturunan berikutnya, dari satu ketempat lainnya.

Biasanya permainan ini dimainkan di perkampungan nelayan, masyarakat peladang, di mana alam telah menjadikan kepada masyarakat yang tangkas dan cerdas. Karena itu permainan tangkap-menangkap dan kejar-kejaran ini merupakan latihan alam untuk memasuki pada lingkungan yang setiap hari harus berdepan dengan ombak yang besar serta tantangan alam lainnya yang boleh berpengaruh terhadap ladang. Barangkali dari hal yang sedemikian itu boleh timbulnya permainan ini.

4.2.a. Waktu dan Tempat Permainan

Main Galah merupakan suatu permainan hiburan untuk mengisi waktu yang senggang. Dan siapapun boleh untuk memainkan. Biasanya dimainkan pada waktu sore hari ataupun pada malam hari ketika bulan purnama (terang bulan).

Sedangkan tempat bermain biasanya di pinggir pantai, di halaman-halaman rumah yang luas ataupun di pinggir-pinggir ladang yang memiliki tanah datar dan bersih serta tidak membahayakan. Itulah sebabnya permainan sebabnya permainan ini tiada berkait dengan peristiwa tertentu serta tidak mempunyai unsur-unsur keagamaan dan lainnya.

Gambar
Denah permainan

4.2.b. Peralatan / Perlengkapan Permainan

Untuk bermain galah, cukuplah jika mempunyai sebuah halaman atau pantai yang bersih dan tidak akan membahayakan. Tempat bermain lebih kurang 12 x 6 m. Pada tempat bermain di berikan beberapa garis lurus, yaitu:

a. Garis galah panjang yang disebut lunas galah; terletak di tengah-tengah secara membujur, atau vertikal atau tegak lurus pada garis-garis lintangnya.
b. Garis-garis galah lintang yang sejajar serta sama jarak yang satu dengan yang lainnya, sebanyak sesuai dengan jumlah pemain dikurangi 1. Artinya jika permainan dalam satu regu berjumlah 5, garis-garis lintangnya 5-1=4.

Gambar
Sketsa jalannya pertandingan

4. 2. c. Jalannya permainan

Jumlah pemain dalam setiap regunya antara 3 sampai 6 orang. Permainan ini tidak hanya dimainankan oleh anak- anak tetapi juga terkadang dimainkan oleh anak yang sudah besar bahkan untuk orang di kalangan dewasa. Dimainkan boleh laki sama laki atau anak perempuan sama anak perempuan atau bercampur. Untuk orang muda yang memainkan permainan ini dengan lawan jenis atau bercampur, secara tiada sengaja menjadi jalan untuk mencari pasangan atau jodoh.

Dalam sekelompok kawan bermain atau sejumlah pemain itu dipimpin oleh seorang penjaga lunas galah. Bagi penjaga lunas bebas menggunakan sepanjang galah lunas itu ke atas atau ke bawah mengejar lawannya yang masuk untuk membuka permainan dari pihak lawan.

Sebelum bermain antara dua belah pihak dimufakatkan terlebih dahulu cara bermain, apakah tangkap lekat atau hanya tangkap tepis. Kalau tangkap lekat maka si penyerang harus ditangkap dengan lekat atau kuat-kuat baru dianggap syah. Tetapi jika hanya di tangkap tepis, cukuplah asal menyentuh badan saja, maka sudah dianggap syah.

Pengundian dilakukan dengan “sut” untuk menentukan siapa yang jadi penyerang atau penunggu. Yang dimaksud dengan penyerang adalah para penyerang seseorang demi seorang menerobos, boleh dari kiri atau kanan pihak penghadang langsung ke garis atas melewati barisan penghadang. Tembus garis 1, terus ke garis 2 langsung ke garis 3 hingga masuk ke atas.

Sedangkan penunggu, ketua kelompok menjaga garis galah panjang yang di sebut kepala galah secara bebas dapat ke atas ataupun ke bawah memburu lawan penyerangnya, sedangkan pemain lainnya menjaga garis lintang 1, 2, 3, dan selanjutnya dalam gerak melintang atau penghadangan serangan lawan yang menerobos.

”Caboo” atau ada beberapa istilah lain seperti ”belon”, adalah setelah berhasil melewati ke galah atas kemudian berusaha turun kembali dengan melewati galah 3, 2, 1. Selesai saja ia masuk ke tempatnya semula sambil menjeritkan kata-kata: “caboo!” atau “belon!” atau mungkin yang lain. Setelah salah seorang caboo, yang lain-lainnya turun semua.

Penyerangan batal, bila saat menyerang seseorang anggota penyerang tertangkap dalam perjalanan; baik naik atau pun turun sebelum kawannya ada yang selamat caboo. Pertukaran, terjadi bila penyerang gagal caboo. Dan si penjaga jadi penyerang, serta melakukan permainan seperti yang dilakukan lawannya; dan berusaha merebut sebanyak mungkin caboo masing-masing.

Biji kemenangan, dihitung dari jumlah caboo masing-masing. Setelah usai bermain, diperhitungkan jumlah caboo masing-masing, yang kalah jumlah caboonya, maka ianya terpaksa ”mendukung” atau menggendong lawan bermain yang menang sepanjang lunas galah kepala, pulang pergi atau boleh dengan ketentuan yang di sepakati

Cacatan:
a. Bila perjanjian tangkap lekat, penghadang harus menangkap penyerang secara lekat, dan malah sampai bergumul. Si penyerang boleh meronta-ronta, tapi tiada di perbolehkan mengibaskan buku tinju, jika terjadi maka penyerangan bertukar karena di anggap penyerang main kasar.
b. Bila penyerang keluar dari garis permainan, maka tukar bebas. Di anggap penyerang melakukan kesalahan.
c. Penyerang boleh ”mengacah-acah” dari kiri kanan, tapi bila sudah masuk ke garis sebelum melewati garis kepala, tak boleh turun ke bawah lagi. Jika dilakukan maka hukumannya tukar bebas.
d. Bila penyerang dalam saat menyerang memperlambat-lambatkan waktu dengan cara duduk-duduk di lapangan permainan dan tidak berusaha mengacah atau menyerang, maka di anggap salah dan tukar bebas.

Istilah permainan:
1. Caboo atau belon atau perkataan yang lain, adalah jumlah biji kemenangan
2. Ngacah, adalah siasat untuk menyerang.
3. Ngibas, artinya mengibas-ngibaskan buku tinju.
4. Nyugang, artinya mengait kaki lawan.
5. Cup (cop) adalah pemberitahuan karena sesuatu hal tak jadi (batal)

More about4. 2. Main Galah

4.1. Main Congkak

Attayaya Butang Emas on 2008-09-03

Tiadalah dapat diketahui secara pasti, sebenarnya permainan congkak ini berasal daripada mana. Ada yang mengabarkan bahwa permainan ini berasal dari kerajaan di Jawa, tetapi ada pula yang mengatakan datangnya dari Melaka. Wallahu alam bissawab.

Yang jelasnya telahpun diketahui bahwa permainan ini awalnya hanya dimainkan oleh orang-orang bangsawan terutama kepada puteri-puteri raja yang berdiam di dalam istana serta puteri-puteri bangsawan di sekitar istana di Pulau Penyengat Indera Sakti. Bagi orang kampung masih jarang memainkan permainan kesenangan kaum bangsawan tersebut, meskipun sebenarnya mereka tiadalah dilarang untuk bermain. Siapa saja boleh memainkannya, yang pentingnya tidak bercampur antara orang kebanyakan dengan pihak kaum bangsawan, karena memang pada waktu itu masihlah ada pembatas antar kaum bangsawan dengan orang kebanyakan. Selaian itu permainan congkak ini hanya dimainkan kepada dua orang saja, tiadalah mungkin bagi orang kebanyakan dapat masuk ke istina hanya untuk keperluan bermain congkak.

Syahdan, setelah berakhirnya kekuasaan kesultanan Riau, segala permainan istana yang sebelumnya jarang-jarang terlihat, maka kemudian dapatlah dimainkan oleh orang kebanyakan. Karena kaum bangsawan pun sudah bercampur baur dengan orang kebanyakan dan permainan congkakpun sudah dilakukan dengan tidak memandang kepada kedudukan, hinggalah permainan congkak terus berkembang.

4.1.a. Waktu dan Tempat Permainan

Permainan Congkak kiranya masih digemari oleh masyarakat di Tanjungpinang dan sekitarnya, terutamanya kaum perempuan. Permainan ini dipergunakan sebagai pengisi kepada waktu yang senggang, yang dimainkan sekedar untuk menghibur diri.

Biasanya orang bermain di beranda rumah atau di selasar, ataupun di halaman rumah. Permainan ini tidak saja dimainkan oleh kaum perempuan yang telah dewasa, tetapi juga kerap dimainkan oleh anak-anak. Biasanya permainan ini dimainkan pada petang ataupun malam hari sambil bergurau senda dengan tetangga yang terkadang datang bertandang untuk menyaksikan permainan tersebut.

4.1.b. Peralatan Permainan

Bentuk peralatan permainan ini seperti perahu dan biasa disebut dengan papan congkak atau rumah congkak dengan ukuran tiada berketentuan. Ada yang lebih besar dan panjang, tetapi ada pula yang pendek dan kecil. Melihat kepada ukuran yang seperti sedia adanya adalah kurang lebih 50 x 20 Cm, tebal lebih kurang 8 Cm.

Di perut bagian atas terdapat 16 buah lubang permainan. Selain itu buah congkak yang terdiri dari kulit remis, kulit siput kucing-kucing, yakni sejenis siput kecil yang hidup di pasir pantai, atau ada juga yang menggunakan batu-batu kecil, buah saga dan lain sebagainya, berjumlah 2 x 49 buah atau 49 buah seorang. Setiap pemain memiliki 7 lubang yang disebut rumah, setiap orang mempunyai 1 lubang induk. Dan setiap lubang itu berisi 7 buah siput (biji).

Gambar
Bentuk samping

Gambar
Bentuk atas

Gambar
Jalannya buah permainan

4.1.c. Jalannya Permainan

Permainan dimulai dengan ”sut”. Sut adalah penentuan pemain mana yang harus jalan dahulu. Setelah diketahui salah seorang menang dengan ”sut” itu, ialah yang jalan dahulu. Setiap pemain memiliki 49 buah dengan 7 lubang rumah dan 1 buah lubang induk. Setiap lubang berisi 7 biji.

Ambilah semua biji selubang, terserah mau dimulai lubang yang mana di antara 7 lubang rumah yang dihadapan pembawa. Kemudian dijalankan, masukkan satu persatu biji permainan ke lubang rumah dan juga 1 ke lubang lawan. Setelah tiba pada induk lawan, langkahi dan jangan masukan biji itu. Setiap biji terakhir baik di lubang rumah sendiri maupun lawan, ambillah semua biji di lubang itu, dan terus berjalan seperti biasa. Bila biji terakhir sampai kepada lubang yang kosong baik di lubang rumah sendiri maupun di pihak lawan berarti jalannya mati. Dan lawannya ganti untuk jalan.

Kalau lubang rumah baik milik sendiri maupun milik lawan di depan yang berisi buah, disebut: tembak, artinya semua biji lubang itu diambil semua dan masukkan ke dalam lubang induk sendiri. Kalau berjalan tak sampai memutar, tak boleh tembak, artinya mati. Dan begitulah seterusnya, adanya.

More about4.1. Main Congkak

4. Permainan Anak-anak

Attayaya Butang Emas on 2008-09-02

Konon dalam kesukaannya itu, maka kanak-kanak bergembira juga dalam suatu pekerjaan dengan ragam permainan kanak-kanak yang banyak itu. Antara lain:
- Main Congkak
- Main Galah
- Main Canang
- Main Guli
- Main Porok
- Main Rimau
- Main Setatak
- Main Kelas
- Lu-lu Cina Buta


More about4. Permainan Anak-anak

3. Kelengkapan Pakaian Anak

Attayaya Butang Emas on 2008-09-01

Semasa inilah anak-anak pada ketika itu, mengenakan pakaian yang biasanya disebut dengan baju monyet. Walaupun adapula di antara kepada anak-anak itu yang juga memakai baju kurung melayu yang dikenakan keseharian. Untuk anak-anak yang lebih kecil mengenakan pakaian Baju Monyet Tanpa Lengan. Sedangkan kepada anak-anak lebih besar mengenakan Baju Monyet Berlengan.

Berikut ini dapatlah digambarkan akan kira-kira contoh baju monyet tersebut.

Gambar
Baju Monyet Tak Berlengan

Gambar
Baju Monyet Berlengan

Sememangnyalah didalam mengenakan baju-baju yang sedemikian itu tidaklah dilakukan pada kesemua anak yang mengenakannya. Tetapi itulah yang lazimnya pada masa kanak-kanak dahulunya.

More about3. Kelengkapan Pakaian Anak