Tampilkan postingan dengan label 10 Penggalan Kesepuluh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label 10 Penggalan Kesepuluh. Tampilkan semua postingan

Pantang larang sehubungan dengan tungku

Attayaya Butang Emas on 2009-05-03

Pertama, dilarang anak gadis dan bujang bersiul atau bernyanyi di tepi dapur (tungku) sebab hal ini akan mengundang datangnya hantu pisau raut dan gadis atau bujang itu akan mendapat suami atau isteri yang tua usianya.

Kedua, dilarang naik ke atas dapur, sebab ini berarti melangkahi tungku dan tidak menghormatinya dan karena itu akan mengakibatkan pertumbuhan tubuh terhalang dan menjadikan orang itu (terutama anak-anak) bertubuh bantot. Kalau yang melakukannya perempuan hamil, anak yang sedang dalam kandungannya setelah lahir akan kerdil (berbadan bantot)

Ketiga, dilarang memindah-mindahkan atau membalikkan kayu api ketika sedang memasak untuk perhelatan kawin.

Keempat, Keempat, dilarang kencing di atas dapur terutama pada hati abu (ditengah-tengah dapur atau tungku) sebab akan mengakibatkan kemaluan bengkak atau berkudis.

Kelima, dibawah dapur (tengah hati abu) tidak boleh ada katak mati. Hal ini mengakibatkan masakan mentah.

Keenam, tak boleh terkentut di waktu menghembus api di tungku sebab akan menjauhi rezeki.

Untuk penangkal agar tungku tidak diganggu hantu setan, sperti hantu pisau raut di bawah tungku di dasar alasnya dipasang ramuan. Ramuan ini juga dapat “mengkase” atau menolak gangguan dari “hantu jembalang tanah” ketika kita memasak.

Isi ramuan penangkal itu adalah paku sebatang, buah keras sebuah, uang sen atau benggol sebuah, asam, garam, lada, bawang, dan sebagainya serba sedikit. Setiap sudut dapur ditanami dengan serai sebatang sebagai penangkal.

More aboutPantang larang sehubungan dengan tungku

3. Tungku

Attayaya Butang Emas on 2009-05-01

Biasanya tungku juga disebut sebagai dapur, sedangkan dalam pengertian yang umum tungku atau dapur berarti tempat memasak. Tetapi secara khas kedua kata tersebut antara tungku dan dapur, adalah berbeda. Dapur lebih khusus kepada pengertian ruang, sedangkan tungku menyatakan lebih menyatakan kepada alat menjerangkan periuk (dan sejenisnya) untuk memasak. Dengan demikian dapur berarti ruangan di mana tungku tempat memasak diletakkan. Ruangan ini sekaliannya merupakan tempat kegiatan memasak.
Ada beberapa jenis yang disebut tungku ini, misalnya :
- Tungku Batu Tiga
- Tungku Besi Tiga
- Tungku Besi Panjang
- Sabak

Tungku Batu Tiga artinya, tungku yang terbuat dari bahan batu yang bersusun tiga. Tungku Besi Panjang adalah tungku yang terbuat dari besi panjang. Tungku Besi Tiga adalah tungku yang juga terbuat dari besi dan mempunyai kaki tiga buah. Sedangkan yang dimaksud dengan Sabak adalah tungku yang berbentuk setengah bundaran yang tertangkup, pada dua sisinya terdapat lubang tempat memasukkan kayu bakar sebelah atasnya ada lubang berbentuk lingkaran yang terbuat dari kawat kasa halus.

Ketiga jenis tungku (selain Sabak) adalah memang dipergunakan untuk memasak. Sedangkan Sabak dipergunakan untuk memasak pinang atau mengeringkan pinang, dan bukan untuk memasak makanan sehari-hari.

Pemberian nama tungku sebagian besar karena bahan pembuat tungku itu, misalnya Tungku Batu Tiga, bahan pokoknya adalah batu, Tungku Besi Panjang, bahan pokoknya adalah besi panjang ditambah dengan batu atau batu-batu untuk landasannya. Tungku Besi Tiga bahan pokoknya adalah besi. Kecuali tungku yang disebut Sabak bahan pembuatnya adalah semen, tanah dan kawat. Di samping itu ada pula tungku (tungku tiga) yang bahannya berasal dari batang kelapa, batang pisang.

Bahan untuk keperluan pembuat tungku ini pada umumnya dapat dicari sekitar tempat tinggal. Jadi tidak dibeli, sebab sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa untuk memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar lingkungan tempat hidup mereka untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Kalau sudah terpaksa baru dibeli. Karena itu di antara jenis tungku yang tersebut, yang banyak dipakai adalah jenis tungku “batu tiga” dan jenis tungku “besi panjang” sebab bahannya tidak perlu dibeli dan membuatnya mudah serta dapat dibuat sendiri.

Sedangkan tungku “besi tiga” karena mendapatkannya harus dengan membeli, sebab jenis ini tidak mudah dibuat sendiri oleh orang kabanyakan melainkan oleh pandai besi.

Tungku “sabak” bahannya harus dibeli, tetapi dapat juga dipergunakan bahan tanah (tanah lempung atau tanah liat). tetapi karena bahan tanah ini tidak tahan lama, maka dibuat orang dari bahan kawat dan semen. Membuat tungku ini tidak perlu keterampilan tinggi atau ahli, kecuali tungku “besi tiga” yang harus dibuat oleh pandai besi.

Tungku “besi tiga” dan tungku “besi panjang” dapat dibuat dengan mudah asal bahannya sudah tersedia. Tiga buah batu kali atau batu gunung yang sama besarnya disusun dalam susunan segitiga sama sisi, menjadilah sebuah tungku tempat memasak. demikian pula tungku “besi panjang”, apabila bahannya berupa dua batang besi panjang bulat atau persegi dan batu landasannya berupa batu bata sudah tersedia, maka mudah dibuat sebuah tungku. Dengan menyusun batu bata dua atau tiga buah (berlengget ke atas) dengan jarak kira-kira 60 cm, dan kedua batangan besi tadi diletakkan melintang sejajar di atasnya, maka terbentuklah sebuah tungku tempat memasak.

Membuat tungku “besi tiga” sebenarnya bukanlah pekerjaan yang susah pula. Sebuah lingkaran besi ukuran besar jari kelingking dengan garis tengah sekitar 20 cm, diberi berkaki tiga dengan bahan yang sama setinggi kira-kira 20 cm, maka jadilah sebuah tungku.

Semua tungku dapur tersebut diletakkan diatas abu dalam sebuah bak dapur yang disebut “kungkung dapur”. Kungkung dapur ada yang diberi bertiang ada pula yang tidak, jadi terletak di atas tanah atau lantai.

Tungku “sabak” dibuat dengan cara membuat cetakkannya terlebih dahulu. Cetakkannya ini dibuat dua lapis, yaitu bagian luar dan dalam yang besarnya berbeda kira-kira empat atau lima sentimeter, yaitu setebal tungku yang diharapkan cetakkannya ini berupa setengah lingkaran, dengan garis tengah kira-kira 60 cm. puncaknya dipotong sebesar kira-kira (garis tengahnya) 30 – 40 cm. pada sisi samping diberi berlubang berbentuk lengkung ke bawah.

Bahan semen yang diaduk dengan pasir secukupnya dimasukkan ke dalam lubang sela-sela cetakkan yang sudah diisi dengan kawat kasa halus sebagai penguat (kerangka). Semen itu dibiarkan keras selama dua atau tiga hari, kemudian kayu cetakkannya dibuka. Kemudian jadilah sebuah tungku “sabak” yang siap untuk dipergunakan. Tungku ini biasannya dibuat di atas tanah pada sebuah bangsal yang terletak di belakang dapur yang khusus dipergunakan untuk mengerjakan mengeringkan atau memasak pinang untuk di jual.

Dapur dalam pengertian yang umum merupakan suatu ruangan tempat melakukan kegiatan memasak atau makan sehari-hari dari suatu keluarga. Dalam pengertian yang khusus dapur berarti pula tempat meletakkan tungku untuk memasak. Dalam uraian berikut dapur diartikan sebagaimana yang dimaksud terakhir, yaitu sebuah tempat dimana tungku tempat memasak, sebab dalam pengertian yang pertama mengenai dapur telah diuraikan pada bagian terdahulu.

Dapur orang Melayu Kepulauan Riau sebagaimana yang ditemukan dibeberapa tempat penelitian, bentuk atau cara membuat dan syarat-sayaratnya (hal ini berkaitan dengan pantang, larang, penangkal untuk menjaga keselamatan dapur) mempunyai atauran dan ketentuan tertentu.

Dapur ini merupakan bangunan sederhana yang bertiang empat buah. Setinggi kira-kira 70 – 80 cm di atas tanah atau lantai, ada lantai berupa bak yang berisi abu (berasal dari tanah) yang berguna sebagai dapur. Di bagian atas kira-kira satu meter atau lebih ada para. Para ini kadang-kadang ada yang dua tingkat, ada yang hanya satu tingkat.

Dapur ini diperbuat dari bahan kayu. Kayu untuk bahan dapur ini tak boleh ditebang waktu bulan terang, sebab menurut kepercayaan setempat kayu seperti ini lekas lapuk dimakan kumbang atau rasai. Menebangnya jangan pula dilakukan pada hari Rabu, sebab hari tersebut dianggap hari na’as, hari yang kurang baik.

Bak dapur (berukuran kira-kira 1,50 x 1,00 x 0,25 m) harus diisi dengan tanah, dengan syarat tidak boleh sembarang tanah, misalnya tanah pelimbahan, tanah busut atau sarang anai-anai. Melainkan tanah yang baik yaitu tanah bikit (kuning) dan tidak berbatu. Mengambilnya harus diwaktu tubuh kita dalam keadaan suci dari najis, tak berhadas besar (berudhuk). Sebaiknya di waktu pagi saat matahari sedang naik, jangan dikala matahari turun. Di waktu mengisi tanah itu jangan terinjak dengan kaki, dan mendatarkan atau meratakan tanah itu pergunakan tangan. Melakukan pekerjaan ini senantiasa dimulai dengan membacakan “Bismillah hirohmannir Rahim” dan salawat nabi tiga kali.

Setelah bak dapur diisi dengan tanah pada keempat sudutnya diletakkan serai sebatang pada tubuh. Syarat-syarat lain yang harus juga dipenuhi adalah meletakkan ramuan dipusat (bagian tengah) dasar bak dapur.

Lantai bak itu biasanya dari bahan papan atau kayu nibung yang diberi alas tikar pandan. Di atas tikar pandan di pusatnya di buat lingkaran dengan tali purun (tali “keledai” pada zaman dahulu). Isi lingkaran itu adalah serba sedikit diberikan asam, garam, lada, bawang, gula, kopi, buah keras, paku, jarum, uang sen (logam) dan sebagainya.

Bahan ramuan ini berguna untuk “mengkase” (menolak) gangguan hantu syaitan, “Jembanglang tanah” sewaktu memasak.

Bahagian dapur yang terpenting selain tempat tungku adalah para-para. Bagian ini berguna sebagai tempat mengeringkan dan menyimpan bahan bakar serta tempat menggantungkan “kampil” atau bakul kecil tempat menyimpan rempah masakan seperti kunyit, serai bawang, lada, garam dan sebagainya. Tiang dapur dapat pula dipergunakan tempat menyisipkan sendok memasak dan lain-lain. Ruang di bawah dapur yang disebut “kolong dapur” dipergunakan untuk menyimpan kayu bahan bakar.

Menurut kepercayaan orang Melayu Kepulauan Riau, khususnya di daerah Kepulauan Kundur, Karimun, dan Moro, dapat merupakan simbol kesejahteraan keluarga, lambang perut keluarga, rezeki keluarga, mencakup lambang kesejahteraan masyarakat setempat.

Kononnya dipercayai akan kekuatan gaib yang mempengaruhi kehidupan terutama yang berhubungan kesejahteraan hidup. Oleh karena perlakuan terhadap dapur atau tungku banyak diwarnai oleh kepercayaan gaib tersebut. Maka diwujudkan kepercayaan itu dengan “pantang-larang”, “tangkal”, atau “penangkal” yang harus diikuti secara patuh tanpa mempertanyakan sebab musababnya, masuk akal atau tidak (sebab pantang-larang dan penangkal itu banyak yang tak masuk akal). Dipercayai bahwa dapur mempunyai “semangat”, ada “makna”nya. Makna ini akan hilang kalau tidak dijaga dengan baik. Apabila semangat atau makna itu hilang (karena terlanggar pantangan misanya) maka akan merajalelalah hantu setan dapur, yaitu yang disebut hantu “pisau-raut”. Nama ini diberikan menurut keyakinan masyarakat bahwa pada kedua belah siku hantu itu terdapat benda tajam seperti pisau raut.

Bukti bahwa hantu itu ada menurut kepercayaan penduduk, kalau malam sepi dan suasana tenang diatas dapur masih ada bara api sekali-kali bara api itu bercahaya seperti ada yang meniupnya. Tanda-tanda lain adalah keluarga sering sakit-sakitan, kalau sakit sulit sembuh, rezeki keluarga bertambah sempit, masyarakat menjauh, hidup sengsara, dan keluarga selalu berantakan.

Untuk menjaga supaya terhindar dari bahaya yang berasal dari hantu setan tersebut, perlu dijaga pantang-larangnya, dan kalau sudah ada tanda-tanda bahwa hantu “pisau-raut” sudah mengganggu, maka diadakanlah upacara “tolak bala”.

More about3. Tungku

Kepercayaan dan pantang larang terhadap alat-alat memasak

Attayaya Butang Emas on 2009-04-30

Adapun dipercayai, bahwa alat-alat memasak tidak boleh dipinjamkan kepada orang lain. Kalaupun terpaksa dipinjamkan, alat-alat tersebut tidak boleh bermalam di tempat orang. Meminjamkan alat ini, apalagi bermalam di rumah orang menjadi suatu pantangan.

Di samping itu alat-alat memasak dipandang sebagai barang pusaka, dan tidak boleh dijual. Dipercayai pula, jika pantang larang tersebut dilanggar akan mendatangkan sial kepada pemiliknya. Yang dimaksudkan timpa sial itu boleh bermacam-macam. Misalnya, barang-barang sejenis yang dimiliki di rumah akan rusak atau pecah sehingga habis. Atau rezeki dari si pemiliknya akan sangat susah.

Tetapi adakalanya suatu kejadian atau peristiwa yang dianggap buang sial. Kalau perihal sedemikian terjadi, maka dianggap sebagai sesuatu keuntungan. Misalnya, kalau di dalam suatu perhelatan adat alat-alat yang rusak atau pecah, dipandang sebagai pertanda baik. Sebaliknya jika tiada yang pecah atau rusak, justru hal itu dianggap suatu kesialan. Oleh karenanya, terkadang dengan sengaja alat-alat dapur dipecahkan.

Hal-hal yang dianggap pantang larang, adalah:
  1. Dilarang mengetuk sendok atau sudip pada bibir periuk. Menurut kepercayaan bila hal itu dilakukan akan mengakibatkan mentahnya masakan. Yang makan tidak akan merasa kenyang sebab semangat dapur telah hilang.
  2. Dilarang mencicipkan masakan langsung sendok ke mulut. Hal itu akan dianggap menyebabkan rasa masakan hambar. Kalau mendapat anak kelak, mulutnya akan mancung.
  3. Dilarang mematahkan kayu api dengan mulut, akibatnya kayu lekas dimakan api dan masakan kononnya akan lambat masaknya.
  4. Dilarang meniup api dengan mulut, akibatnya gulai yang dimasak akan cepat kering kuahnya, mata cepat rabun, penyakit semput akan timbul dan kalau mempunyai anak kelak, mulut si anak akan mancung. Oleh karena itu untuk meniup api harus dipergunakan alat pipa atau bambu.
  5. Dilarang menampi beras di muka pintu, sebab akan berakibat pinangan orang berbalik.
  6. Dilarang mencuci alat-alat memasak di senja-kala atau di petang jumat, kononnya akan sempit rezeki.
  7. Dilarang melemparkan nasi lewat pintu atau jendela, sebab hal itu akan mengakibatkan hilangnya semangat nasi.
  8. Mengambil beras dalam tempayan (tempat menyimpan beras) tidak boleh sampai habis kikis. Kalau tertumpah ke lantai harus mengucapkan kata “Istigfar” – kuss semangat – supaya semangat beras tidak hilang.


More aboutKepercayaan dan pantang larang terhadap alat-alat memasak

2.3. Bentuk dan ukurannya

Attayaya Butang Emas on 2009-04-28

“Periuk bertutup”
terbuat dari bahan kuningan, gunanya untuk tempat memasak nasi, dodol, pulut, air gula dan lain-lain. Bentuknya bulat seperti tadah dan bagian atas agak lebar sedikit. Telinga tempat pemegangnya mencuat ke atas, terletak pada pinggir atas. Ukurannya ada bermacam-macam : besar, sedang (menengah) dan kecil. Ukuran menengah garis tengah lingkaran permukaannya kira-kira 20-25 cm, dan tingginya antara 17-20 cm. Periuk ini mempunyai tutup, dan oleh karena itu disebut “periuk bertutup”. Tutupnya terbuat dari bahan yang sama yaitu kuningan dan diberi bertangkai tempat pemegang.

“Periuk Gerenseng”
terbuat dari bahan tembaga. Bentuknya bulat tapi agak rendah atau pendek dari periuk “bertutup”. Bagian atasnya kecil dan genting seperti leher dengan pinggir melebar ke luar. Tidak punya telinga sebagai tempat pemegang, sebab pinggir yang melebar ke luar dapat dipergunakan untuk itu. Penutupnya layang atau datar dan bulat. Ukurannya bermacam-macam : besar, sedang, dan kecil. Tinggi dan lebar badannya berbanding 2:3, karena itu badannya kelihatan lebih rendah (pendek).

“Periuk tanah”
atau periuk yang terbuat dari tanah, bentuknya bulat pendek seperti bola, permukaannya kecil dan lehernya pendek. Tidak punya penutup dan tangkai atau telinga tempat pemegang. Periuk ini dipergunakan untuk memasak ramuan obat. Ukurannya kecil, kira-kira sebesar buah kelapa. Selain tempat memasak obat, periuk ini dipergunakan juga untuk tempat “temuni” atau uri bayi yang baru lahir dan biasanya ditanam di bawah rumpun pisang.

“Periuk bertutup bertelinga dua”
terbuat dari bahan kuningan. Biasanya dipergunakan untuk tempat memasak air minum atau merebus bahan makanan yang lain seperti jagung, ketela, pisang dan sebagainya. Bentuknya bulat pendek dan memiliki leher yang panjang. Pada lehernya terdapat telinga dua buah sebagai tempat pemegang yang mempunyai tutup dari bahan yang sama, yaitu kuningan. Ukurannya agak besar, yaitu lebih kurang dua kali ukuran periuk nasi biasa.

Bentuk
“belanga tanah”
hampir sama dengan bentuk “periuk gerenseng”, tetapi lehernya agak tinggi sedikit. Tidak mempunyai penutup dan telinga. Bibir atau pinggir belanga lebih tebal daripada gerenseng. Belanga ini terbuat dari bahan tanah liat yang dibakar (berupa keramik). Gunanya untuk tempat menggulai ikan. Ukurannya ada yang besar dan ada pula yang kecil atau sedang. Badannya lebih pendek, dengan perbandingan 2:3.

“Kuali”
terbuat dari tembaga, bertelinga dua buah, mencuat ke atas pada pinggir kedua sisi badannya. Bentuknya bulat seperti tadah. Badannya lebih rendah dan dasarnya agak datar. Ukurannya ada yang besar, sedang atau menengah dan kecil. Garis menengah permukaannya kira-kira 25 – 40 cm. Alat ini dipergunakan terutama untuk menggulai atau menggoreng.

"Batu-gilingan"
terbuat dari bahan batu alam yang dibentuk seperti kepingan dan salah satu permukaannya licin serta sedikit berlekuk (berbentuk lengkung). Bentuk badannya oval atau bulat telur, dengan tebal kira-kira 5 – 7 cm. alat gilingannya juga dari batu alam atau batu sungai yang bulat seperti peluru. Batu giling ini selain tempat untuk menggiling lada atau cabe dipergunakan pula untuk menggiling bahan bumbu masakan dan lain-lain. Ukurannya bermacam-macam, ada yang besar sedang dan kecil. Untuk keperluan rumah tangga sehari-hari biasanya dipergunakan yang berukuran kecil atau sedang. Panjang dan lebarnya antara 30 atau 40 cm.

Lesung
biasanya terbuat dari bahan kayu, seperti kayu pohon durian atau nangka. Bentuknya seperti trapesium sama kaki atau balok empat persegi panjang. Bagian atas diberi lubang berbentuk kerucut tertelentang. Ukuran besarnya kira-kira 40 x 50 x 70 cm. alat penumbuknya, yaitu harus terbuat dari bahan kayu, yang panjang kira-kira 170 – 200 cm, bagian tengahnya lebih kecil dari kedua ujungnya. Lesung ini dipergunakan untuk tempat menumbuk beras atau bahan-bahan makanan yang lain, seperti kopi, kacang dan sebagainya.

Niru atau nyiru
adalah berbentuk tadah segi empat, bulat atau lonjong, terbuat dari bahan anyaman bambu. Gunannya untuk menampih beras dan bahan-bahan makanan yang lain. Yang berbentuk segi empat ukurannya kira-kira 50 x 60 cm.

Ayak
adalah sebuah alat berbentuk bulat dan gunannya untuk mengolah sagu rendang. Terbuat dari anyaman bambu atau rotan yang jarang. Garis menengahnya kira-kira 25 – 30 cm.

Tapis atau disebut juga tapis-bertangkai
ialah alat berbentuk sendok tetapi daunnya lebih besar dan berbentuk lekuk (tadah) yang diberi berlubang-lubang kecil dan berguna untuk mengeringkan gorengan. Daun tapisan ini terbuat dari bahan alumunium atau seng dan tangkainya dari kayu. Daun tapisan ini ukuran garis menengahnya ada kira-kira 20 cm.

Alat perlengkapan goreng yang lain dinamakan
sudip
, berbentuk sendok tetapi daunnya datar, terbuat dari bahan besi (termasuk tangkainya juga besi). Daunnya agak kecil, yaitu selebar
Kira-kira telapak tangan, dan panjang tangkainya kira-kira 25 – 30 cm.

Sudu atau sendok
ada yang terbuat dari bahan kayu, tempurung batok kelapa dan seng dari alumunium. Ukurannya bermacam-macam : besar, sedang dan kecil. Yang besar dipergunakan untuk menyendok nasi atau makanan lain dari periuk untuk dipindahkan ketempat penyimpanan nasi atau makanan lain, atau untuk memindah makanan dari cembung tempat nasi ke piring. Sendok yang kecil yang sering disebut sudu dipergunakan untuk menyenduk makanan atau nasi dari piring ke mulut.

Sendok yang terbuat dari bahan kayu atau tempurung batok kelapa biasanya dipergunakan untuk menyendok nasi di dalam periuk.

Ceret atau cerek
adalah alat berbentuk labu yang badannya bulat seperti bola dan penutupnya kecil, dan mempunyai saluran berbentuk corong sebagai penyalur air dari dalam ke luar. Bentuk dan bahan pembuatannya bermacam-macam, ada dari kayu dengan corong memanjang ke atas dan sekaligus sebagai tangkainya. Bentuk ini dinamakan kendi atau kendi kayu (karena terbuat dari bahan kayu). Ada pula tempat menyimpan air minum yang dinamakan torak atau kendi bercorot terbuat dari bahan kuningan, badannya bersegi dan bermotif pucuk rebung. Gunannya tempat air minum dalam upacara adat atau perkawinan. Ada yang dinamakan teko-air, terbuat dari perak bakar bermotif ukiran. Badannya kecil dan berbentuk bulat panjang, penutupnya agak runcing dan bentuk badannya genting ke atas seperti pinggang.

Disamping itu ada pula
ceret labu berkaki kuku
terbuat dari kuningan, digunakan sebagai tempat air minum. Dan ceret labu duduk juga terbuat dari kuningan. Ceret-ceret ini biasannya dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

Perlengkapan lain sehubungan dengan memasak ini adalah
lekar
. Bentuknya berupa anyaman dari rotan bulat (disebut rotan “soni”)., dipergunakan sebagai alas periuk atau belanga. Besar lingkarannya dibuat menurut ukuran badan periuk atau belanga.

Tudung saji
adalah alat untuk menurut makanan yang sudah terhidang didalam mangkuk atau piring. Bentuknya seperti kerucut, runcing ke atas, terbuat dari bahan bambu atau pandan. Tudung saji diberi hiasan dengan berbagai macam motif. Ukuran besarnya kira-kira dapat menutup sekelompok piring atau mangkuk nasi, yaitu dengan garis menengah antara 75-90 cm. yang kecil ukurannya kira-kira bergaris menengah 25-30 cm.

More about2.3. Bentuk dan ukurannya

2.2. Peralatan di dapur

Attayaya Butang Emas on 2009-04-26

Kehidupan masyarakat Melayu juga tidak dapat melepaskan diri dari peralatan rumah tangga, terutama peralatan dapur atau peralatan masak-memasak. Peralatan rumah tangga khas Melayu yang pernah dipakai atau masih dipakai, antara lain :
  • Periuk (periuk bertutup, periuk gerenseng, periuk tanah, dan periuk bertutup bertelinga dua),
  • Kuali, dan belanga. Alat-alat ini secara umum digunakan untuk memasak masakan sehari-hari, namun, ada juga alat memasak ini yang digunakan secara khusus, misalnya belanga dan periuk tanah. Belanga digunakan untuk memasak gulai dan periuk tanah digunakan untuk merebus obat-obatan.
  • Lesung batu, nyiru,
  • Ayak, tapis(an),
  • Sudip, sendok, sudu,
  • Kukur kelapa.
  • Tudung saji,
  • Lekar, talam,
  • Ceret (ceret memiliki beberapa macam, seperti tekoh, torak atau kendi, ceret labu, labu duduk).





More about2.2. Peralatan di dapur

2.1. Peralatan dan perlengkapan rumah

Attayaya Butang Emas on 2009-04-24

Orang Melayu memiliki peralatan dapur tradisional yang digunakan dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari. Peralatan itu dibuat sesuai dengan pola kehidupan pada saat itu. Beberapa peralatan tersebut antara lain :
  1. Bangking yaitu alat yang digunakan sebagai tempat menyimpan pakaian terbuat dari kayu atau kuningan.
  2. Pertangas yaitu kuda-kuda yang terbuat dari kayu sebagai tempat pengantin berlangir.
  3. Semerap atau semerep yaitu alat yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan bunga telur dalam acara adat istiadat.
  4. Embat-embat yaitu tempat air mawar atau air percung yang digunakan untuk acara tepung tawar. Embat-embat ada yang terbuat dari kuningan dan ada pula yang terbuat dari kaca.
  5. Ketur yakni alat yang dipergunakan sebagai tempat meludah yang terbuat dari kuningan.
  6. Sanggan yaitu alat yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan gelas, sirih, dan sebagainya, yang terbuat dari kuningan.
  7. Senjung yaitu alat yang kegunaannya sama dengan sanggan yang terbuat dari tembaga atau kuningan.
  8. Dulang yaitu alat yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan kain. Dulang ada yang terbuat dari tembaga dan ada pula dari kayu. Dulang kayu boleh juga dipakai sebagai tempat untuk meletakkan bunga rampai.
  9. Kendil, yaitu lampu gantung yang bahan bakarnya minyak nyiur (kelapa).
  10. Lampu yaitu alat penerangan yang bahan bakarnya minyak tanah.
  11. Rehal atau gehal yaitu alat yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan Al-Quran.
  12. Tepak Sirih yaitu alat yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan sirih atau bakik, kapur, gambir, pinang, tembakau dan juga kacip.
  13. Kacip alat pengupas dan pemotong pinang.
  14. Kaki dian yaitu alat yang digunakan sebagai tempat untuk meletakkan dian (lilin).


More about2.1. Peralatan dan perlengkapan rumah

2. Perlengkapan Rumah Tangga

Attayaya Butang Emas on 2009-04-22

Sudah pula menjadi perkara yang lazim, jika orang Melayu Kepulauan Riau juga memiliki alat perlengkapan rumah tangga tradisional, yang sebagiannya yang masih lagi dipergunakan sesuai dengan pola dan keperluan hidup itu sendiri. Walaupun tiada juga terlepas kepada keadaan dan perubahan zaman yang terus berubah.

lihat postingan berikutnya

More about2. Perlengkapan Rumah Tangga

1.3. Tempat Mencuci dan Mengeringkan.

Attayaya Butang Emas on 2009-04-20

Mencuci alat-alat dapur dan bahan makanan yang akan dimasak, biasanya dilakukan di tempat khusus yaitu pelantar. Karena daerah persekitaran tempat mencuci sering menjadi kotor, maka pelantar dapur selalu dibuat dibagian belakang yang terlindung dari pandangan dari orang yang datang dari depan rumah.

Pelantar dibuat dekat ruang dapur supaya mudah membawa barang-barang cucian itu. Di pelantar biasanya juga terletak tempayan air pencuci alat-alat atau barang-barang yang dicuci.

Air bekas cucian itu langsung jatuh ke tanah melalui lantai pelantar yang memang dibuat jarang-jarang dari kayu bulat atau belahan batang nibung. Air bekas cucian itu akan mengalir melaui parit kecil kedaerah pembuangan dibelakang dapur.

Sebagai tadah atau tempat penampung air untuk keperluan mencuci dipergunakan sejenis baskom ukuran sedang. Pada masa dahulu baskom terbuat dari bahan kayu yang ditebuk dan dibuat lubang berbentuk tadah. Tetapi setelah orang mengenal baskom yang terbuat dari seng, almunium dan lain-lainnya, maka baskom yang terbuat dari kayu itu sudah jarang dapat ditemui.

Tempat mengeringkan perabot dapur yang sudah dicuci dipergunakan alat di ruangan dapur, namanya kelek anak yaitu semacam peran. Kelek anak itu terletak didekat dinding dapur, lantainya jarang sehingga air basuhan yang masih melekat pada alat-alat tersebut dengan mudah menetes ke bawah dan langsung jatuh ke tanah.

More about1.3. Tempat Mencuci dan Mengeringkan.

1.2. Air dan Sampah buangan Dapur.

Attayaya Butang Emas on 2009-04-18

Seperti diketahui, air merupakan keperluan pokok dalam kehidupan sehari-hari manusia. Tiadalah dapat dibayangkan kehidupan tanpa air. Setiap hari kita memerlukan untuk keperluan minum, mencuci dan mandi. Kebersihan sangat erat hubungannya dengan air dan bagaimana kita memperlakukan air bekas cucian itu.

Karena itu sumber air, terutama untuk keperluan makan dan minum selalu menjadi masalah di daerah pantai yang dapat dicapai air laut ketika pasang. Sebab didaerah-daerah seperti ini air tanah tak dapat dipergunakan sebagai air minum. Sumber air minum di daerah ini satu-satunya adalah air hujan. Bila musim kemarau datang, sekaleng air hujan sangat berharga dan karena itu air menjadi barang dagangan yang diperjual-belikan orang.

Hal seperti ini biasanya terjadi di daerah-daerah pesisir seperti Bagan siapi-api, Dumai, Bengkalis, Selat Panjang, Tembilahan, Enok dan lain-lain. Hal yang sedemikian menjadi masalah umum pula pada beberapa tempat di daerah Kepulauan Riau. Akan sangat mujurlah tempat-tempat yang mempunyai sumber air minum yang berasal dari mata air yang mengalir dari bukit-bukit atau gunung melalui sungai-sungai kecil ke daerah pantai, atau daerah yang agak ketinggian sehingga tidak tercapai oleh air laut yang meresap ke dalam tanah. Daerah ini dapat dibuat sumur untuk sumber air minum.

Di daerah Kepulauan Riau sebagian daerahnya terdiri atas daratan yang berbukit-bukit kecil, sehingga di sebahagian daerah tersebut, sumber air minum dapat diambil dari air tanah, baik dengan cara membuat sumur maupun dari mata air yang berasal dari bukit atau gunung.

Masalah lain yang ditimbulkan dari air adalah bekas air yang digunakan di dapur. Kegiatan memasak dan makan yang berlangsung setiap hari, dan berpusat di dapur selain menghasilkan air kotor juga menghasilkan sampah buangan dapur. Lalu bagaimana masyarakat memperlakukan limbah air dan sampah buangan dapur yang merupakan kebiasaan menurut tradisinya.

Dari penelitian yang dilakukan di beberapa daerah ditemukan banyak persamaan dalam cara memperlakukan air limbah dan sampah buangan dapur oleh masyarakat. Yaitu air limbah cucian di buang di bawah pelantar. Genangan air di bawah pelantar itu kemudian dialirkan melalui parit ketempat pembuangan dibelakang dapur. Air limbah ini kadang-kadang dipergunakan untuk pupuk tanam-tanaman sayur yang ada di sekitarnya. Tapi lebih sering tidak, karena daerah sekitar “pelimbahan” itu pada umumnya sudah subur. Disekitar pelimbahan ini biasanya ditanami dengan sirih, pisang, kelapa, dan tanam-tanaman untuk obat dan keperluan-keperluan dapur lainnya.

Sedangkan sampah buangan dapur seperti sisa-sisa bahan makanan, daun atau kertas pembungkus dan sebagainya biasanya dikumpulkan ke dalam keranjang yang disediakan dekat tungku dapur. Sisa-sisa makanan yang terserak di lantai di sapukan dan dikumpulkan ke dalam keranjang sampah. Remah nasi itu tak boleh jatuh ke bawah lantai. Karena itu, terutama di waktu malam, dipantangkan menyapu lantai.

Sampah dapur yang terkumpul dalam keranjang sampah, kemudian di buang ketempat “pelimbahan”, yaitu tempat khusus membuang sampah yang terdapat di belakang dapur. Pelimbahan ini merupakan sebuah lobang dalam lingkungan pekarangan, setelah sampahnya penuh kemudian ditimbun atau di bakar. Karena itu lingkungan pelimbahan ini tanahnya sangat subur. Di sekitar ini ditanam kelapa atau pohon buah-buahan. Sampah pekarangan disapukan juga ke daerah ini.

More about1.2. Air dan Sampah buangan Dapur.

1.1. Tata Ruang Dapur

Attayaya Butang Emas on 2009-04-16

Susunan ruang dapur, dari setiap rumah sememangnyalah tiada yang serupa benar. Ada sebagiannya memiliki dapur yang susunan ruangnya lebih sederhana seperti dengan pembagian atau sekatan ruang yang terdapat pada bangunan dapur secara keseluruhan. Dan ada pula dapur ruangannya tidak diberi sekat pembatas seperti kamar. Keseluruhan ruangannya merupakan ruangan lepas dan menyatu dengan ruangan serambi penghubung di bagian apa yang disebut susur pandan, sehingga ruangan dapur menjadi luas. Pada bagian kanan atau kiri dapur terdapat tungku dapur untuk memasak makanan. Di tepi dinding dekat tungku diletakkan tempayan tempat menyimpan air minum. Pada dinding sebelah muka dan belakang dekat tungku dapur terdapat “kelek anak”, yaitu semacam “peran” tempat menyimpan atau meletakkan alat-alat keperluan dapur. Ruang lapang di tengah-tengah dapur dijadikan tempat ruang makan keluarga.

Ruangan ini mendapatkan penerangan dari cahaya matahari yang masuk melalui jendela yang terdapat pada dinding sisi kanan dan kiri dapur. Di bagian belakang sekali ada ruang terbuka, dinamakan “pelantar”. Ruangan ini dapat ditempuh melalui pintu dapur. Dapur yang terdapat pada rumah orang Melayu di Tanjungbatu memiliki beberapa ruang atau kamar. Di tengah-tengah sekali terdapat ruang yang dinamakan “beranda belakang” atau “ruang makan”. Ruangan ini dihubungkan dengan ruang tengah rumah oleh ruang serambi penghubung atau “susur pandan”. Ketiga ruangan ini tidak dibatasi oleh diniding atau pintu pembatas.

Pada sisi sebelah kiri ruang makan (beranda belakang) terdapat kamar tidur satu atau dua buah. Pada sisi lain yang berhadapan dengan ruang kamar tidur ini terdapat pula dua buah ruangan berbentuk kamar yang dipisahkan oleh sebuah ruangan yang dinamakan “ruang dapur”. Kamar sebelah kemuka dipergunakan untuk gudang tempat menyimpan barang-barang keperluan dapur atau keperluan rumah tangga yang lain. Kamar yang satu lagi adalah ruang dapur tempat meletakkan tungku memasak. Pada dinding tempat tungku terdapat “kelek anak”, tempat meletakkan alat-alat keperluan dapur. Dekat ruang dapur arah kesamping dan bersisian dengan kamar gudang terdapat lagi ruang yang dinamakan “beranda samping”. Beranda ini mempunyai tangga naik untuk masuk ke dapur.

Ruang dapur untuk meletakkan tungku memasak mempunyai pintu untuk menghubungkannya dengan ruang sumur yang terletak kira-kira satu atau dua meter disamping dapur. Sumur ini biasanya di beri dinding dan menempel ke dinding ruang dapur. Disebelah belakang ruang sumur ini di buat kakus.

Tempayan tempat menyimpan air minum biasanya diletakkan dekat dinding pembatas antara ruang tungku dapur dengan dinding arah ke sumur mandi.

More about1.1. Tata Ruang Dapur

1. Dapur Orang Melayu

Attayaya Butang Emas on 2009-04-14

Sebagaimana umumnya rumah orang Melayu di daerah pesisir di sepanjang pantai Timur Pulau Sumatera, kemudian juga di beberapa daerah seperti di Bagan Siapi-api, Bengkalis, Selat Panjang, Tembilahan, Kuala Enok dan lain-lain, rumah tradisional orang Melayu di kepulauan Riau sendiri termasuk golongan rumah nelayan. Bangunannya berbentuk rumah panggung berbubung (panjang) dan beratap limas.

Di daerah pantai yang berawa-rawa rumah didirikan di atas tiang yang lebih tinggi agar tak terkena oleh air pasang (naik). Tingginya kadang-kadang sampai 2 atau 3 meter lebih dari tanah yang kalau pasang surut penuh dengan lumpur. Keadaan lingkungan rumah yang berawa-rawa ini kebanyakan terdapat di daerah sungai Rokan, Siak, Kampar, Inderagiri dan Enok, yang pada umumnya di sepanjang pantai Timur Sumatera. Tetapi ada juga disebahagian daerah-daerah, tidaklah demikian. Yaitu ada rumah–rumah yang didirikan di atas tanah keras di pinggir-pinggir pantai yang berpasir. Seperti di kepulauan Riau pada umumnya.

Pola pemukiman penduduk di daerah ini mengikuti alur jalan lalu-lintas umum yang terdapat di sepanjang pantai ataupun daratan di sesuatu pulau. Pada umumnya rumah itu menghadap ke jalan umum yang membentang di sepanjang kampung atau desa.

Tempat dapur rumah tradisional penduduk daerah ini terdapat di bagian belakang. Antara rumah dan dapur terdapat ruang pemisah berupa gang yang disebut “gajah menyusu” atau “susur pandan”. Ruang ini merupakan serambi penghubung antara ruang rumah dengan ruang dapur.

Tungku tempat memasak tidak hanya terdapat di ruang dapur, tetapi juga pada tempat lain di luar dapur. Bangunan ini terpisah dari dapur, terletak kira-kira sepuluh meter di sebelah belakang. Namanya bangsal masak luar rumah. Bersebelahan dengan bangsal masak ini, pada sisi kanan atau kiri biasanya ada pula bangunan lain yaitu bangsal kerja untuk menggiling karet. Di belakang bangsal gilingan karet ini terdapat sumur tempat mandi yang diberi dinding seng atau atap daun nipah dan sebangsanya. Di daerah bagian belakang rumah atau dapur ini terdapat pula bangunan “kakus” tempat buang air (wc/toilet).

Antara jalan dan rumah terdapat lapangan halaman pekarangan rumah. Halaman depan dekat pinggir jalan biasanya diberi berpagar hidup. Begitu pula bekas pekarangan dengan tanah/pekarangan tetangga sebelahnya kadang-kadang berpagar, tetapi kebanyakan tidak. Jalan melalui samping rumah biasanya tidak ada. Sebab di daerah bagian belakang tidak ada lagi rumah tempat tinggal orang. Di daerah ini terdapat kebun-kebun karet atau kebun lainnya.

Kalau memelihara ternak seperti ayam, itik dan sebagainya, kandang ternak itu di bangun di belakang dapur. Kandang ini adakalanya terpisah dari dapur, tetapi kadang-kadang menempel ke bangunan lain, misalnya pada dapur atau bangsal memasak.

Di sekitar pekarangan, kadang-kadang terdapat pokok buah-buahan atau kelapa untuk keperluan sehari-hari. Keadaan seperti yang digambarkan itu, tentunya tidak seluruhnya demikian, namun begitu demikianlah kira-kira gambaran umum situasi lingkungan dapur dan pekarangan rumah orang Melayu di desa-desa atau kampung yang tinggal di sebelah darat. Akan sangat berbeda dengan yang bermukim di sepanjang pantai.

Dapur senantiasa merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu rumah tangga, termasuk rumah tangga orang Melayu Riau Kepulauan. Oleh masyarakat setempat, dapur secara simbolis dianggap merupakan pelambang kesejahteraan keluarga. Lebih konkrit lagi sebagai lambang perut keluarga, rezeki keluarga, yaitu mencakup hasil kebun dan jerih payah usaha keluarga. Bahkan merupakan lambang kesejahteraan masyarakat daerah setempat.

Oleh karena itu, orang Melayu Kepulauan Riau mempunyai kepercayaan yang kuat akan “semangat” atau “nama” yang terdapat pada setiap dapur. Kalau “semangat” tidak dipelihara dengan baik maka ia akan hilang. Dan ini berarti hantu atau setan dapur, dinamakan “hantu pisau raut” (disebut demikian karena menurut keyakinan masyarakat ke dua belah siku hantu tajam seperti pisau raut) akan merajalela, dan oleh karena itu kesejahteraan keluarga terancam.

Mungkin karena mempunyai perasaan yang sedemikian itu, maka dapur diperlakukan dengan cara yang khusus dalam tradisi kehidupan masyarakat. Perlakuan khusus ini tidak saja berhubungan dengan pantang dan larangan yang erat hubungannya dengan tingkah laku penghuninya, tetapi juga dalam membangun dan menetapkan tempat dapur dalam lingkungan rumah tangga.

Dalam susunan rumah tangga penduduk, dapur harus dibangun pada permukaan tanah yang baik, tidak boleh terletak diatas bekas sumur yang telah ditutup, misalnya, dan bebas dari rintangan. Dapur harus dibuat dari bahan kayu yang baik, tahan lama, dan mempunyai syarat-syarat tertentu ketika mengambil atau meramunya di hutan. Misalnya, hari rabu atau saat bulan terang adalah pantang menebang kayu untuk bahan pembuat dapur. Ketika ditebang, kayu tak boleh tertimpa kepada kayu lain, tumbangnya harus baik tak ada penghalang.

Menurut susunan ruang rumah, dapur senantiasa berada dibelakang. Ia merupakan bangunan yang tersendiri dan dihubungkan dengan rumah oleh sebuah gang yang dinamakan “susur pandan” atau “gajah menyusu”. Pada dinding kiri dan kanan, dapur diberi jendela dan di belakang sebuah pintu keluar. Di depan pintu dapur ini terdapat “pelantar” tempat mencuci piring mangkuk. Pintu ini khusus untuk keperluan keluarga saja, tamu tidak dibenarkan lewat pintu ini.

Susunan ruang rumah biasanya terdiri atas beberapa ruang, antara lain beranda, anjungan pada bagian depan yang menghadap tangga. Arah ke dalam terdapat ruang beranda dalam yang luas membujur ke kiri-kanan rumah dan mendapat cahaya penerang dari sinar matahari siang melalui jendela di sisi kiri dan kanan ruang itu. Sebelah belakang ruang ini terdapat kamar tidur dua buah yang di antarai oleh ruang tengah yang berujung ke ruang beranda belakang. Pada satu sisi ruang ini terdapat sebuah pintu yang menuju ke suatu ruangan yang dinamakan “ketapak samping”. Pada setiap sisi ruangan ini terdapat jendela, dan kesebuah pintu menuju gang serambi penghubung bernama “susur pandan”.

Walaupun tidak semua rumah mempunyai susunan atau tata ruang demikian, sebab tidak semua ruang yang ada di kampung serupa bentuk dan susunannya, namun demikianlah gambaran tempat dapur dalam hubungannya dengan lingkungan rumah tangga tradisional.

More about1. Dapur Orang Melayu

10. PENGGALAN KESEPULUH : Perlengkapan Rumah Tangga Dan Alat Memasak Orang Melayu

Attayaya Butang Emas

10
PENGGALAN KESEPULUH


Perlengkapan Rumah Tangga
Dan Alat Memasak ORANG MELAYU



More about10. PENGGALAN KESEPULUH : Perlengkapan Rumah Tangga Dan Alat Memasak Orang Melayu