0. Adat Istiadat Perkawinan Melayu Kepulauan Riau : Persiapan Memasuki Alam Rumah Tangga

Attayaya Butang Emas on 2008-10-29

ADAT ISTIADAT PERKAWINAN
Melayu Kepulauan Riau

Persiapan Memasuki Alam Rumah Tangga


Syahdan sudahlah menjadi suatu kebiasaan dan pandangan hidup terhadap perkawinan yang begitu suci, religius, dan sakral. Pandangan hidup di dalam perkawinan berikhtibar pada hakikat keberagaman keperluan hidup manusia. Beberapa di antaranya bersumber dari lawan jenis kelamin. Kelengkapan itu antara lain : di bidang seksual (hubungan suami isteri), memperoleh keturunan, jiwa dan perasaan (psikis), perlindungan, kemasyarakatan (sosial), dan lain sebagainya.

Sudahlah pula tersirat sebagaimana lazimnya, bahwa orang Melayu Kepulauan Riau, bahwa untuk mendirikan rumah tangga dikehendaki daripadanya beberapa persyaratan, yaitu :
  1. Sesama beragama Islam
  2. Sudah cukup dewasa
  3. Sehat badan dan juga jiwanya
  4. Untuk seorang lelaki (bujang) telah mampu mencari nafkah
  5. Kematangan pemikiran dan bertanggung jawab
  6. Memandang perkawinan sebagai sesuatu yang suci, religius, sakral.

Rangkaian kehidupan anak manusia tersangatlah panjangnya. Dimulai dari kandungan, lahir, masa bayi, masa kanak, masa remaja, masa dewasa, berumah tangga (berkeluarga) dan bermasyarakat, kemudian tua, dan akhirnya kembali kepada Sang Pencipta. Begitu pun agaknya dalam senarai perjalanan perkawinan orang Melayu sebagaimana yang sudah tersusun turun temurun dari dahulunya, yaitu dimulai dari pada :
  1. Mencari jodoh
  2. Merisik
  3. Meminang
  4. Mengantar tanda
  5. Mengantar belanja
  6. Mengajak dan menjemput
  7. Menggantung-gantung
  8. Berandam
  9. Berinai
  10. Berkhatam Qur’an
  11. Aqad nikah
  12. Tepuk tepung tawar
  13. Bersanding
  14. Bersuap-suap
  15. Makan berhadap
  16. Menyembah
  17. Mandi-mandi
  18. Berambih

Ohoiii... sungguh panjangnya rangkaian perjalanan yang hendak dilewati dan ianya serasa-rasa begitu hikmat. Oleh karenanya perihal seperkara ini tiadalah boleh dipersenda-sendakan, atau “diselambe-rayekan” saja. Yang boleh mengakibatkan kepada perihal “mengecikkan” lembaga perkawinan yang begitu suci, sebagai yang banyak kejadiannya di masa kini. Maka sekarang kita mulai dengan mencari jodoh ...

More about0. Adat Istiadat Perkawinan Melayu Kepulauan Riau : Persiapan Memasuki Alam Rumah Tangga

6. PENGGALAN KEENAM : Memasuki Alam Percintaan (Perkawinan)

Attayaya Butang Emas on 2008-10-21

the conceptor

06
PENGGALAN KEENAM
Memasuki Alam Percintaan
(Perkawinan)

Berbagai tantangan dalam kehidupan semakin besar ketika memasuki dunia “tanggung jawab” dalam kehidupan bermasyarakat yang kelak akan melahirkan kepada perasaan tanggung jawab moral, tidak hanya kepada diri sendiri tetapi juga bagi orang lain dan masyarakatnya. Tanggung jawab itu tidak hanya dalam bentuk tanggung jawab sosial tetapi dalam berbagai ragam kehidupan secara menyeluruh.

Maka kemudian sampailah kepada batas sempadan, ketika seseorang baik lelaki dewasa maupun perempuan yang telah cukup kepada masanya untuk berkeluarga.

Syahdan apabila seseorang baik laki-laki maupun perempuan telah menunjukkan tanda-tanda bahwa ia telah dewasa, maka kedua orang tua menuntutnya supaya bertingkah laku atau berperangai seperti orang yang telah dewasa pula. Ianya diminta mematuhi dan mentaati segala adat, sopan santun yang berlaku di dalam masyarakat. Walaupun sejak kecil lagi mereka telah dididik dengan segala adat resam, sopan santun, berbudi bahasa dan lain sebagainya. Tetapi kepada memasuki usia dewasa dikehendaki untuk berbuat lebih. Kemudiannya juga sebagai seorang muslim, ianya harus taat melakukan ketentuan agama Islam.

Sedangkan untuk anak perempuan yang telah memasuki usia dewasa lebih banyak tinggal di rumah atau istilahnya di pingit. Dan lebih banyak membantu emaknya dan mempelajari segala pekerjaan rumah yang seharusnya memang dilakukan oleh seorang perempuan. Anak perempuan yang telah meningkat dewasa itu disebut dengan “anak dara”. Sedangkan untuk anak laki-laki disebut “anak bujang”. Jika seorang anak laki-laki telah bekerja dan mendapatkan penghasilan, ianya juga harus rajin membantu pekerjaan ayahnya termasuk juga kepada bidang-bidang lainnya yang boleh nantinya menjadi bekal ketika ianya menjadi suami dan seorang ayah.

Sebagai orang Melayu harus pula mempelajari beberapa kesenian daerahnya, umpamanya seperti tari zapin, marhaban, dan lain sebagainya. Selain dari pada pekerjaan mempelajari kesenian daerah yang terlebih penting adalah mempelajari agama Islam sebaik-baiknya. Itu sebabnya sejak masa kanak lagi anak-anak Melayu telah dipahamkan betapa pentingnya pengajaran agama.

Perihal lainnya untuk seorang anak dara ialah menjaga kesehatan dan mempercantik diri. Supaya ia mendapat jodoh, ia harus menjadi anak dara yang suka tinggal di rumah. Anak dara yang tidak suka di rumah, yang kerjanya hanya bertandang ke rumah-rumah orang, dipandang sebagai anak dara yang kurang baik.

Biasanya pada zaman dahulu anak dara hanya sekali-sekala saja keluar dari rumah atau pun pergi berjalan, yaitu pada Hari Raya atau pergi ke rumah Pak Cik, Pak Long atau saudara yang lain, itupun biasanya tidak sendirian, paling tidaknya emaknya atau adiknya (saudara) sebagai teman. Kalau berjalan selalu berselendang atau berkerudung, sehingga tidak semua wajahnya terdedah. Jika ia berbicara, suaranya hampir tidak kedengaran. Bila bertemu dengan orang bujang tiadalah ia boleh menegur atau menyapa, terkecuali ianya ditegur dahulu, itu pun tiadalah pula serta merta menjawab dengan leluasa. Menurut pandangan orang Melayu anak dara yang bertingkah laku seperti itulah yang dianggap cantik untuk dijadikan seorang isteri.

Sudah menjadi kelaziman pula bahwa seorang anak laki-laki atau anak perempuan yang sudah meningkat dewasa mengikut kepada suatu upacara masa dewasa yang disebut upacara “mengasah gigi”. Upacara mengasah gigi boleh diikuti oleh anak dara ataupun anak bujang. Kebanyakannya yang mengikuti kepada acara tersebut adalah anak dara walau tidak menjadi suatu keharusan. Tujuan dari mengasah gigi ini tentulah untuk kecantikan, konon dengan mengasah gigi, gigi yang tidak teratur dapat dirata dan dibetulkan. Keindahan wajah akan lebih mempesona apabila pengasahan gigi dilakukan dalam suatu upacara tertentu. Pengasahan gigi yang serupa itu akan menyebabkan gigi menjadi cantik berseri dn kuat sehingga meningkatkan kecantikan seorang anak dara.

Syahdan jika seorang anak dara meminta kepada emaknya supaya giginya diasah (dibetulkan), maka si emak segera menghubungi seorang dukun pengasah gigi. Upacara tersebut dapat dilaksanakan di rumah dukun atau pun di rumah anak dara itu sendiri. Setelah ditetapkan tempat berlangsungnya upacara tersebut, maka dipersiapkan semua alat-alat dari benda-benda yang diperlukan dalam upacara itu, seperti : tiga buah pengasah, sebuah batu penindih tujuh jenis bunga (setiap jenis setangkai), dua butik buah keras (kemiri).

Mula-mula si emak anak dara yang berhajat untuk mengasah gigi anaknya itu menyampaikan maksudnya kepada mak dukun pengasah gigi dengan bahasa yang halus dan sopan. Setelah mak dukun menerima permintaan yang disampaikan itu, anak dara atau anak bujang yang akan diasah giginya itu disuruh berbaring. Kemudian dengan perlahan-lahan kepalanya disepit di antara kedua lutut dukun. Maksudnya supaya kepala orang yang diasah gigi itu tiada bergerak ketika diasah.

Pertama, batu pengasah direndam dalam air bunga yang terdiri dari tujuh jenis. Setelah itu mulut dingangakan (dibuka). Supaya mulut selalu terbuka, diganjal kiri dan kanannya dengan buah kemiri. Setelah itu mak dukun membaca do’a tertentu, lalu ia mengambil batu pengasah dan mengetuk gigi tersebut sebanyak tujuh kali. Maksudnya supaya gigi itu konon, kuat seperti batu. Setelah itu gigi yang paling panjang mulai digosok perlahan-lahan ke kiri dan ke kanan sampai rata. Mula-mula gigi diasah dengan batu yang paling kasar, kemudiannya berulah diasah dengan batu pengasah yang agak halus. Setelah beberapa lama diasah pula dengan batu yang paling halus. Yang paling akhir diasah dengan bunga, yang bermaksud supaya gigi berseri seperti bunga.

Pengasahan gigi hanya boleh dilakukan dalam bilangan yang ganjil, misalnya : satu kali, tiga kali, tujuh kali. Jika kedua orang tua masih hidup, hanya diperkenankan mengasah gigi yang sebelah atas saja. Akan tetapi jika kedua orang tuanya telah tiada, diperkenankan mengasah gigi atas dan bawah. Setelah mengasah gigi dukun membaca do’a selamat dan diakhiri dengan mencicipi hidangan yang telah disediakan. Sebagai balas jasa atas segala bantuan yang telah diberikan oleh mak dukun, diserahkan pula uang alakadarnya.

Catatan :
Mengenai upacara mengasah gigi ini ada berpendapat hanya boleh dilakukan kepada orang perempuan yang telah bersuami saja, sedangkan anak dara tidak dibenarkan mengasah gigi. Ia boleh mengasah gigi bila telah bersuami dengan seizin suaminya. Akan tetapi ada pula yang berpendapat bahwa mengasah gigi boleh dilakukan oleh anak dara dan anak bujang apabila ia ingin mempercantik diri.

More about6. PENGGALAN KEENAM : Memasuki Alam Percintaan (Perkawinan)

1.6. Main Layang-layang (Wau)

Attayaya Butang Emas on 2008-10-20

Permainan layang-layang pun hanya mengenal satu nama. Tak ada nama lain untuk permainan yang banyak digemari oleh kaum laki-laki ini, baik kanak-kanak, remaja, maupun dewasa. Selain itu ada juga permainan layang-layang yang disebut Permainan Wau.

1.6.a. Waktu dan tempat permainan
Biasanya bermain layang-layang dengan benang gelasan adalah pada waktu senggang atau sore hari, di tanah lapang dengan cuaca yang cerah dan angin bertiup cukup baik.

1.6.b. Alat/perlengkapan permainan
Permainan layang-layang memerlukan lapangan terbuka dan luas sehingga peserta bisa bergerak dengan bebas. Bahan-bahan yang digunakan untuk permainan ini (untuk membuat layang-layang) adalah benang, bambu, kertas, dan benang gelasan (kaca). Kecuali untuk pembuatan Wau tidak memerlukan benang gelasan.

1.6.c. Jalannya permainan
Bentuk layang-layang pada dasarnya hampir sama, yaitu empat persegi seperti belah ketupat. Yang membedakan hanyalah kepada besar kecilnya dan warnanya. Kecuali Wau atau layang-layang Wau, ada juga layang-layang yang hampir sama dengan Wau, biasanya disebut dengan “layang-layang dengung”, karena ia menggunakan sesuatu yang karena tertiup angin mengeluarkan getaran dan berbunyi “ngung”.

Untuk layang-layang dengan menggunakan benang gelasan, biasanya tidak mengadu dari tinggi atau tegaknya benang. Melainkan dengan ketajaman benang gelasan itu sendiri. Kemudian juga ada istilah “bersaok”, yakni setelah layang-layang telah naik tinggi, menyauk layang-layang lawannya. Untuk seseorang yang ahli, ianya pandai mengarahkan layang-layang itu, apakah untuk naik, nunjam turun, ke kiri atau ke kanan, sesuka si pemain. Kemudian juga dapat menyambar layang-layang lain, ambil benang pendek atau benang panjang, ambil atas atau ambil bawah.

Dalam istilah “benang gelasan”, juga dikenal dengan istilah “gelasan gerutu” (kasar) dan “gelasan halus”. Gelasan gerutu biasanya untuk mengadu dengan main tarik, sedangkan gelasan halus biasanya lebih mengutamakan keahlian mengulur untuk memutuskan layang-layang lawan atau biasa disebut “lembong”.

Akan sangat berbeda dengan permainan Wau, yang lebih mengutamakan bentuk, besar dan kecantikan layang-layang itu sendiri, dan seberapa tinggi serta ketegangan benang yang menentukan kemenangan dalam sesuatu perlombaan Wau.

Gambar
Bagian-Bagian Layang-Layang Wau

A = Bilah Ekor
B = Bulan Penuh
C = Bulan Sabit
D = Ekor
E = Kepala
F = Lengkok Bulan
G = Sayap
H = Tulang Belakang


Gambar
Macam-macam Wau

Wau Elang
Wau Daun
Wau Kapal
Wau Kucing
Wau Payung
Wau Sewah


More about1.6. Main Layang-layang (Wau)

1.5. Main Peting

Attayaya Butang Emas on 2008-10-18

Permainan Peting dilakukan pada saat para nelayan merasa lelah bekerja, untuk menghilangkan kebosanan dan untuk mengisi waktu senggang. Jenis permainan rakyat yang bersifat hiburan ini banyak dilakukan oleh para nelayan.

1.5.a. Alat/perlengkapan permainan
a. Lumpur
Permainan dilakukan di daerah yang berlumpur, maksudnya agar peting yang dilemparkan dapat menancap di atas lumpur. Sekarang lapangan permainan juga dapat di alas dengan gabus atau bahan lain yang bisa ditancapi oleh benda tajam. Dengan demikian, permainan ini dapat dilakukan dalam rumah
b. Benda Tajam
Pada zamn dahulu benda tajam dan runcing yang digunakan untuk permainan peting ini berupa duri dari pelbagai jenis tanaman. Sekarang orang banyak menggunakan jarum atau benda tajam yang runcing seperti pensil.
c. Kayu atau Bambu Kecil
Permainan ini memerlukan sepotong kayu dengan ukuran panjang lebih kurang 15 sampai 20 cm dan diameter 0,25 sampai 0,5 inchi. Bentuk kayu harus bulat agar mudah memainkannya.
d. Tali Pengikat dan Peting
Jarum diikat dengan tali pada kayu atau bambu. Peralatan yang sudah disatukan inilah yang dinamakan Peting.


More about1.5. Main Peting

1.4. Main Gasing

Attayaya Butang Emas on 2008-10-17

Permainan gasing sangat masyhur di dalam kehidupan masyarakat Melayu di berbagai daerah dan tempat, termasuk di Kepulauan Riau. Masyarakat pun hanya mengenal satu nama untuk permainan ini yaitu Gasing.

1.4.a. Waktu dan tempat permainan
Permainan gasing biasanya dimainkan dalam waktu-waktu tertentu di sebuah tanah lapang yang berukuran kira-kira 8 atau 9 x 9 meter. Tempat bermain yang bagus adalah tanah liat yang agak keras sebab di tanah seperti itu putaran gasing lebih laju. Sebaliknya, di tanah yang lunak atau tanah gambut, biasanya gasing sulit berputar. Jika permainan secara beregu, pada tanah dibuat “gasri” atau “bong” untuk tempat perputaran gasing. Sebuah gasing memerlukan tempat berbentuk bujur sangkar seluas satu meter persegi.

1.4.b. Alat/perlengkapan permainan
a. Gasing
Gasing dibuat dari kayu. Adapun kayu yang digunakan pada umumnya adalah kayu bakau yang tumbuh di tepi pantai. Kayu bakau yang berpintal batangnya atau banyak uratnya, serta mengelokak (terkupas) kulitnya. Hal itu dimaksudkan supaya kayu yang dipakai itu benar-benar tua dan kuat.
b. Tali
Tali merupakan alat pemutar gasing. Tali yang biasanya dipergunakan adalah tali alis, tali pantalan kapas, atau tali pancing. Tali alis diambil dari tali serap yang bisa tahan bertahun-tahun. Panjang tali tersebut sekurang-kurangnya 1,5 meter dan diujungnya diberi simpul untuk tempat memasukkan jari sewaktu memutar gasing.

Bentuk-bentuk Gasing.
Segabaimana diketahui, gasing memiliki berbagai ragam bentuk, ada gasing yang bernama :
• Gasing Berembang
• Gasing Payung
• Gasing Leper
• Gasing Botol
• Gasing Jantung

Gambar
Macam-macam gasing

1.4.c. Jalannya permainan
Permainan gasing biasanya tidak hanya untuk diperagakan, tetapi lazimnya dipertandingkan baik untuk perorangan maupun berpasukan. Oleh karenanya terdapat dua jenis permainan yaitu Gasing Pangkah dan Gasing Uri.

More about1.4. Main Gasing

1.3. Main Sepak Raga

Attayaya Butang Emas on 2008-10-15

Permainan sepak raga suatu masa dulu sangat digemari oleh masyarakat Kepulauan Riau. Sekarang permainan ini tinggal nama saja karena sudah digantikan oleh generasinya yang lebih modern yaitu Sepak Takraw yang dipertandingkan bahkan masuk dalam nomor cabang olah raga dalam beberapa kegiatan internasional.

1.3.a. Waktu dan tempat permainan
Pada awalnya permainan dalam waktu-waktu tertentu atau mengisi pada waktu senggang di sebuah tanah lapang pada sore hari.

1.3.b. Alat/perlengkapan permainan
a. Lapangan Bermain
Lapangan tempat bermain sepak raga berbentuk suatu lingkaran di tanah. Luasnya ditentukan menurut selera para pemain asal sesuai dengan jumlah para pemain.

b. Penampung Bola
Penampung bola yang terbuat dari rotan dipasang tinggi kira-kira 9 – 10 cm di atas pusat lingkaran. Penampung itu digantungkan dengan tali, dan telentang (tengadah) menghadap ke langit. Gunanya untuk memasukkan bola rotan yang ditujukan ke sana.

c. Bola Rotan
Bola rotan inilah yang disepak dan diusahakan agar masuk ke penampung. Bola dibuat dari rotan yang dijalin sedemikian rupa sehingga berbentuk bundar.

More about1.3. Main Sepak Raga

1.2. Main Kolek

Attayaya Butang Emas on 2008-10-14

Pada zaman dahulu lomba Kolek diadakan semata-mata untuk mencoba miliknya selepas turun dari galangan, dan hanya dilakukan oleh para nelayan dengan koleknya (sampan layar). Awalnya memang bukan alat untuk pertandingan khusus. Tapi lama kelamaan permainan ini makin digemari oleh masyarakat, maka jadilah sebagai suatu perlombaan yang disukai oleh kaum istana di zaman Kesultanan Riau-Lingga. Sultan biasanya menyediakan hadiah yang besar buat para pemenang lomba sampan Kolek. Tekong atau Juru Mudi yang menjuarai perlombaan biasanya diangkat menjadi pengawal istana, ada di kahwinkan dengan dayang-dayang istana.

Dari permainan masyarakat nelayan, kemudiannya menjadi terkenal terutama pada masa penjajahan Hindia Belanda. Dan kalau pada awalnya kolek dilombakan adalah kolek yang dipergunakan untuk turun melaut, tetapi setelah banyak yang menyukainya, kolek yang dilombakan, khusus dibuat oleh tukang-tukang yang berpengalaman serta diukur oleh pawang-pawang ternama, dilangir, dan diberikan nama-nama seperti; Elang Laut, Keris Sempena, Mega Sakti, Anak Kala, adalah nama-nama yang biasa diberikan kepada kolek atau sampannya milik orang-orang kaya yang gemar akan perlombaan tersebut.

Kolek yang dipersiapkan untuk perlombaan, keluar galang cuma sekali setahun bila saat akan dilaksanakan perlombaan saja. Dan, jika dahulu Lomba Kolek tidak dilengkapi dengan peraturan khusus yang mengikat, kemudiannya pertandingan kolek dibuatkan peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama.

1.2.a. Waktu dan tempat permainan
Permainan ini biasanya dilakukan pada musim kemarau atau saat-saat hujan jarang turun. Hal inilah yang memungkinkan Lomba Kolek dapat dilaksanakan.

Lomba Kolek, lazimnya diadakan pada siang hari, dari mulai jam 09.30 hingga berakhir pada jam 1 atau 2 siang. Antara jam tersebut biasanya angin sedang berhembus cukup kencang, rata dan pasang pun sedang penuh yang memudahkan pelaksanaan lomba kolek.

Dahulu, lomba kolek dipertandingkan pada hari penobatan anak-anak raja atau pun keluarga istana, kemudian dilanjutkan pada perayaan 31 Agustus hari besar Hindia Belanda, kemudiannya menjadi permainan untuk menyemarakkan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus yang terus mentradisi.

1.2.b. Alat/perlengkapan permainan
Lomba atau permainan kolek yang diikuti oleh kaum laki-laki remaja dan dewasa yang berumur antara 15 sampai 40 tahun ini, kemudiannya dibagi dalam pengelompokan, yaitu :
  1. Kolek Kecil
  2. Kolek Sedang
  3. Kolek Menengah
  4. Kolek Besar
  5. Kolek Lambung

Untuk melaksanakan perlombaan, hendaklah dipersiapkan perlengkapan khusus, yaitu :

a. Tempat Lomba
Tempat perlombaan hendaklah di pinggir pantai yang terbuka baik dari laut maupun dari darat, guna menampung angin yang menjadi sumber [tenaga bagi] perlombaan kolek. Sebab tanpa angin yang memadai, maka perlombaan tidak akan berlangsung dengan memuaskan. Saat pertandingan dilaksanakan para penonton duduk di pantai sambil bersorak-sorak menjagoi koleknya masing-masing. Tempat perlombaan tersebut dibuat dalam bentuk bujur telur, dan diberi beberapa tonggak (pancang) sebagai rambu-rambu atau pun tanda tertentu :
  • Pasir pantai yang baik untuk tempat permulaan lepas.
  • Pintu Gerbang keluar masuk ke tempat perlombaan dengan dua buah pancang kiri dan kanan pintu masuk ke arena tersebut dan diberi bendera warna terang.
  • Pancang Kelet atau tempat berbelok diberi tanda dengan bendera merah.
  • Pancang Lewat, yang setentangan dengan letak pintu gerbang juga diberi tanda dengan bendera warna merah.
  • Pancang Putar yang merupakan pancang terakhir yang harus dilewati sebelum masuk kembali ke pintu gerbang (tempat penamat) yang juga diberi bendera merah. Ada pun jarak yang ditempuh dalam perlombaan ini kira-kira 6 mil secara sekelilingnya.

b. Kolek
Alat yang dilombakan ialah sebuah kolek, menurut ukuran jenis pertandingannya :
  • Kolek Kecil, panjangnya 3 m, lebar tengah/lambung 70 cm.
  • Kolek Sedang, panjang 3,5 m, lebar tengah atau lambung 80 cm.
  • Kolek Menengah, panjang 5 m dan lebar tengah atau lambung 90 cm.
  • Kolek Besar, panjang 6 m, lebar tengah/lambung 1,2 m.
  • Kolek Lambung, panjang 7,5 m dan lebar tengah atau lambung 1,5 m.

Gambar
Denah Tempat Perlombaan Kolek

Dan pada setiap sampan kolek itu dilengkapi pula dengan :
  • Seutas layar tengah
  • Seutas layar depan yang disebut “jib”
  • Tiang layar
  • Tiang songkang, penegak ujung layar yang di atas
  • Tali ganja, penaut jib ke tiang dari tinggi haluan kolek
  • Tamberang, atau kayu peregang bawah layar tengah
  • Tali tembang, untuk penimbang kolek yang diikat pada tiang dan tempat peserta bergayut sebagai pengimbang
  • Batu balas, untuk penimbang berat sampan
  • Tali damam, untuk penaut layar ke belakang
  • Pengumpil, sebagai kemudi.

Ada juga beberapa istilah dalam berkolek ini, yaitu :
  • Baut, maksudnya mau berbelok arah setiap tikungan
  • Berturut, maksudnya jalan lurus mengikut arah angin
  • Bersambang, maksudnya layar menyebak ke kiri dan ke kanan
  • Bersewa, maksudnya layar dan jib sekali ke kiri dan sekali ke kanan
  • Tekong, maksudnya juru mudi
  • Gompel, Guel, maksudnya berkayuh dengan dayung/pengayuh yang dipergunakan sebagai kemudi
  • Tukang tembang, yaitu penjaga keseimbangan kolek dalam berlayar bila terkena angin kencang
  • Layar sekan, yaitu layar berbentuk segi tiga
  • Layar sokang, yaitu layar yang berbentuk trapesium
  • Sauk, yaitu linggi kolek yang di haluan dan di belakang kolek
  • Timbe, yaitu pembuang air kolek
  • Sengka, yaitu tempat penegakan tiang kolek.

Ada pun kolek-kolek lomba ini biasanya dibuat dari kayu yang agak ringan dan kuat daya apungnya, seperti kayu medang, rengas, dan pulai. Sedangkan layar terbuat dari kain biasa atau belacu. Tali temali dari tali sabut [kelapa] yang dipintal. Pengayuh dari kayu yang tahan dan tidak mudah patah pada saat mengayuh serta dipaut sebagai kemudi dalam keadaan angin yang kencang sekali pun. Sedangkan pakaian peserta biasanya seragam untuk satu kolek.

1.2.c. Jalannya permainan
Sebelum kolek berlepas untuk berlomba, semuanya disiapkan di pantai dengan kelompok masing-masing yang terdiri dari 4 sampai 5 buah kolek untuk diperlombakan menurut jenisnya, dalam keadaan semuanya masih belum terpasang. Baik layar maupun tali temali masih dalam keadaan tergulung.

Setelah berbunyi aba-aba atau tanda untuk memulai perlombaan, maka para peserta menurunkan koleknya masing-masing dan langsung memasang layar serta tali temalinya. Siapa cepat selesai, ia langsung melaut.

Dari gerbang keluar pantai itu mereka sama-sama berpacu ke arah Pancang Belok, dan memutar di sana serta merobah arah ke Pancang Lewat, yang terletak di tengah arena. Dari sini langsung ke Pancang Putar.

Dari Pancang Putar, yang merupakan jarak tempuh terakhir, sama-sama pula kolek itu berpacu ke gerbang masuk dan sampai Tempat Penamat.

Sebuah kolek dianggap batal, jika tiap putaran si peserta tidak mengikuti atau mengitari pancang yang telah ditentukan. Hal ini jelas kelihatan oleh para pengamat (juri) yang berada di tempat-tempat yang memungkinkan untuk melihat jalannya perlombaan. Sebuah kolek juga dianggap batal jika karam sebelum sampai kepada Tempat Penamat.

Bila peserta mencapai tempat penamat terlebih dahulu dengan syah, maka ialah yang menjadi juara, sampai kepada urutan selanjutnya.

More about1.2. Main Kolek

1.1. Main Tongkah

Attayaya Butang Emas on 2008-10-13

Menurut keterangan yang diperoleh, permainan Tongkah ini sudah ada sejak zaman permulaan penjajahan Hindia Belanda. Ada pun darimana asal-muasalnya dan sejak bila dimulainya permainan ini tiadalah diketahui dengan pasti.

Permainan Kaki Panjang, ternyata banyak digemari dan sering kali dijadikan permainan yang bersifat menunjuk kebolehan atau akrobat. Permainan Tongkah atau Kaki Panjang ini, ada juga yang menyebutnya Sitinjak, dan kalau di tanah Jawa menyebutnya sebagai “Main Engrang”.

Dalam pelaksanaannya permainan ini tiadalah pula menggolognkan kepada kedudukan atau pangkat, artinya dimainkan oleh orang bangsawan dan juga rakyat biasa. Mereka semua sama-sama menghibur diri, saling memperlihatkan ketangkasan dan berusaha untuk saling menang.

1.1.a. Waktu dan tempat permainan
Permainan ini boleh dimainkan pada waktu senggang pada sore hari atau dalam kegiatan-kegiatan sesuatu acara tertentu di tanah lapang yang ukurannya boleh ditentukan oleh pemainnya sendiri.

1.1.b. Alat/perlengkapan permainan
Permainan Tongkah ini hanya dimainkan oleh anak-anak dan remaja laki-laki atau orang dewasa. Karena alat permainannya terbuat dari kayu atau pun buluh dengan ukuran yang agak tinggi, sukar dilakukan oleh orang perempuan. Bermain Tongkah dilakukan dengan memakai dua batang alat yang dilaksanakan sambil mengangkang-ngangkangkan paha untuk melangkah, dianggap tiada layak dimainkan oleh orang perempuan. Selain itu permainan ini juga memiliki akibat yang berbahaya dan memerlukan keberanian, kehandalan atau pun ketangkasan.

Adapun kelengkapannya adalah lapangan tempat bermain yang berukuran lebih kurang 20 x 4 depa. Tangga, cabang-cabang kayu, dan bukit untuk naik ke injakan Tongkah. Kemudian dua batang kayu/bambu dengan ukuran panjang antara 1,5 – 2,5 depa; ruas tiga jari tangan. Tongkat ini kemudian dibuat sedemikian rupa sehingga tidak melukai tangan atau kaki. Jarak injakan dibuat sesuai dengan kesanggupan.

Gambar
Alat Permainan Tongkah

1.1.c. Jalannya permainan
Cara mempergunakan alatnya, para pemain berdiri di atas injak-injak di kedua batang alat permainannya. Sambil kedua tangan berpegang pada kayu tersebut, kemudian pemain melangkah dan berjalan. Untuk mempergunakan alat tersebut hendaknya :
  • Kedua batang alat tersebut dibawa ke dekat tangga rumah, atau ke dekat cabang kayu yang senang dipanjat.
  • Melalui tangga atau pun cabang kayu itu diletakkan kedua kaki menginjak injakannya dan kedua tangan berpegang pada pegangan alat tersebut.
  • Angkat kaki satu persatu bersama alat yang diinjak sambil tangan terus bergerak mengangkat alat tersebut secara serentak dengan langkah, dan perhatikan keseimbangan badan sebelum melangkah.
  • Melangkah dengan hati-hati dan jaga keseimbangan badan lalu menggeserkan alat tungkai ke depan.
  • Jika mau berbelok ke kiri, angkat alat yang di kanan sedangkan alat yang di kiri putarkan, sebaliknya jika mau membelok ke kanan, angkat pegangan kiri, putarkan pegangan tangan kanan.
  • Bila dalam perjalanan mendapat gangguan, harus meloncat ke bawah sambil melepaskan kedua pegangan demi menjaga keselamatan diri.
  • Bila sudah mau turun atau berhenti bermain, boleh secara meloncat atau pun pergi ke tempat semula naik tadi. Dan turunkan satu persatu kaki di tempat tersebut sambil melepaskan alat permainan tersebut.

Sebelum bermain, ukur dulu tinggi injak-injak dari tanah. Yang sejenis nomor perlombaannya haruslah sama tinggi. Bermain Tongkah dilakukan dengan cara perlombaan beramai-ramai untuk mencari kemenangan masing-masing. Siapa yang sampai dulu, dialah yang menang.

Adapun cara perlombaannya adalah sebagai berikut :
  1. Semua pemain bersiap-siap pada tempat yang dikira sejajar dengan lawan. Boleh dekat tangga rumah, dekat cabang kayu di bukit atau pun di atas batu.
  2. Setelah pimpinan perlombaan mengucapkan perkataan “Satu!” maka semua pemain siap-siap dengan alatnya. Bila perkataan bilangan “Dua!” semua pemain tegak dalam keseimbangan badan untuk berpacu. Setelah aba-aba bilangan “Tiga!” semua pemain melangkah lalu berpacu untuk merebut kemenangan masing-masing.
  3. Semua berusaha menuju ke ujung lapangan yang telah disiapkan dengan beberapa tonggak sebagai tanda untuk berputar menuju ke garis tempat awal bermula.
  4. Barang siapa yang terlebih dahulu sampai dialah pemenangnya.

Gambar
Lapangan Tempat Bermain Tongkah

More about1.1. Main Tongkah

5. PENGGALAN KELIMA : Masa Remaja ; Masa yang Paling Indah

Attayaya Butang Emas on 2008-10-12

for the conceptor

05
PENGGALAN KELIMA
Masa Remaja
Masa yang Paling Indah


Sebenarnya apa yang dimaksud dengna remaja? Perihal ini adalah cukup penting untuk disampaikan sebelum memasuki kepada pengertian tentang remaja itu sendiri yang berkaitan erat dengan adat istiadat serta budaya. Apa dan bagaimana peranan mereka sebagi pelaku budaya di masa dahulu.

Kehidupan masa remaja pada zaman dahulu, bolehlah dikatakan agak jarang diungkapkan. Biasanya kita hanya mengenal alam kanak-kanak, dewasa dan orang tua. Hal yang sedemikian karena mungkin, di zaman dahulu belumlah diperbuat kepada “garis yang tegas” dalam pengertian yang menjurus kepada ilmu pendidikan (kejiwaan), sehingga kebanyakan masa remaja dicampurkan kepada masa kanak-kanak. Yaitu antara umur 12 sampai kepada memasuki usia 17 tahun. Yang jelasnya berkaitan dengan perkataan “remaja” itu sendiri dalam suatu batasan yang boleh memasukkan ke dalam sesuatu ketentuan dalam kehidupan masyarakat, belum lagi terpikirkan atau diperbuat dalam ketentuan yang jelas. Walaupun mungkin telah ada diperbuat baik secara tersirat ataupun kepada yang tersurat, sayangnya yang tersurat pun belum lagi ditemukan berkenaan tentang remaja ini.

Sedangkan kita ketahui bahwa di zaman dahulu, terutamanya untuk kaum perempuan telah dinikahkan atau telah berumah tangga dalam usia yang masih sangat muda. Permasalahan itu lebih menyulitkan lagi kepada kita untuk memberikan batasan usia dalam dunia pendidikan maupun dalam pengertian budaya masa itu. Sehingga anak perempuan meskipun baru berumur 12 atau 14 tahun tetapi sudah menikah, maka ianya dimasukkan ke dalam golongan orang dewasa. Tidak hanya yang berkaitan dengan jiwa dan perasaannya, semasa kiraan umur remaja ini, dapat dikatakan kurang selesa karena agak terasa sukar untuk dapat memasuki pergaulan di antara kedua dunia yakni dunia anak-anak dan dunia orang dewasa. Kalau ianya bercampur dengan budak-budak, maka dikatakanlah oleh budak-budak itu, “Hei, Abang ‘tu ‘dah besar, tak boleh bermain dengan kami ‘ni!”. Begitulah kata si budak-budak, dan hal yang serupa juga ketika ingin masuk dalam dunia orang dewasa, “Hei … kamu ‘tu masih kecil lagi, mana boleh bercampur dengan orang besar. Pergilah sana!”. Ya, mungkin demikianlah perlakuan yang akan diterima jika ingin memasuki kepada salah satu dunia yang ada yaitu dunia anak-anak dan dunia orang dewasa. Hal yang sedemikian itu tentulah akan menyulitkan bagi kaum remaja di dalam pergaulan sesama orang lain yang tidak sama peringkatnya.

Pada masa-masa kiraan usia yang sedemikian, kononnya telah memasuki kepada usia akil-baligh untuk memasuki alam kedewasaan, adalah semasa yang paling rumit dan pelik bagi kehidupan anak manusia. Hal yang sedemikian tidak hanya terjadi pada masa sekarang, kononnya di zaman dahulu pun sedemikian pula. Tetapi kebanyakan orang tua zaman dahulu cukuplah arif dan bijaksana. Tidak hanya kepada alam yang juga telah menyediakan berbagai kelengkapan untuk anak-anak di usia akil-baligh ini, tetapi adat resam Melayu sendiri telah memberikan laluan kepada mereka lewat kerja-kerja yang bermanfaat, seperti dalam bentuk permainan, olah raga dan kesenian, yang kesemuanya bersesuaian dengan alam pikiran orang remaja.

Walaupun di dalam senarai belum lagi berjumpa tentang pembagian kepada batasan usia, khususnya kepada perkataan “remaja” ini, tetapi tetap jugalah hendak dituliskan. Karena merasa yakin, bahwa di zaman dahulu pun atau sesiapa pun tentulah akan mengalami kepada tahap usia remaja.

Lakonan atau pun peranan remaja sebagai pelaku budaya, jika dibandingkan dengan kanak-kanak atau pun orang dewasa, sememangnyalah tidak sebegitu banyak. Terutama yang berkaitan dengan atur cara upacara dalam adat resam Melayu. Perihal yang sedemikian mungkin dikarenakan bahwa masa-masa remaja ini lebih banyak dipergunakan dalam pengajian (pembelajaran). Semisal pergi belajar mengaji pada Guru-guru atau pun orang-orang pandai. Atau pun menuntut kepada ilmu agama di Mesjid atau Surau. Selain itu, masa remaja juga ditumpukan kepada membantu orang tua, terutamanya orang perempuan, yang biasanya pada semasa remaja telah jarang-jarang keluar rumah, atau istilahnya telah dipingit sekaliannya menekuni kepada hal-hal yang berkenaan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang perempuan dewasa ketika memasuki masa berumah-tangga, nantinya.

Ada pun beberapa pekerjaan atau kegiatan semasa usia remaja ini, sebagiannya seperti dalam permainan masih mengikut kepada permainan kanak-kanak atau pun dengan permainan yang memang dilakukan sesuai dengan usia mereka seperti; Main Simbang (perempuan), Main Canang, Main Congklak (perempuan), Main Galah, Main Kelas (perempuan), Main Porok, Main Rimau, dan lain sebagainya.

Selain daripada itu, ada pula yang telah mengikut kepada permainan orang dewasa, seperti umpamanya :
1. Main Tongkah (Sitinjak, Kaki Panjang)
2. Main Kolek
3. Main Sepak Raga
4. Main Gasing
5. Main Peting
6. Main Layang-layang (Wau).

More about5. PENGGALAN KELIMA : Masa Remaja ; Masa yang Paling Indah

5. Lagu Anak-Anak

Attayaya Butang Emas on 2008-10-09

Syahdan indahnya masa kanak-kanak sememangnyalah tiada tergambarkan lagi, maka banyak perkataan yang menggambarkan kepada masa-masa yang paling menyenangkan ketika masih kanak-kanak. Tak cukup dengan bermain-main, maka bernyanyi-nyanyilah pula anak-anak itu. Maka berikut ini hendaklah dituliskan lagu-lagu yang selalu dinyanyikan dalam kegembiraannya.

Nyanyian kanak-kanak itu ada juga yang diperbuat semasa mereka bermain-main, atau dengan perkataan lain, ada di antara lagu-lagu itu yang menjadi iringan permainan mereka. Ada juga nyanyian itu yang memang dinyanyikan untuk menghibur hati.

Tak kalah pentingnya dari nyanyian tersebut ada pula yang didendangkan oleh seorang emak untuk menidurkan atau men-dodoi-kan anaknya dalam buaian. Kerap kali lagu-lagu itu memang lebih banyak kepada kata-kata yang mengandungi nasihat.

Berikut ini ingin pula menghadirkan beberapa nyanyian kanak-kanak yang boleh dikatakan sudah cukup terkenal di kalangan masyarakat Melayu Kepulauan Riau, dan ianya menjadikan kepada pengayaan khasanah kesenian itu sendiri.

Adapun lagu-lagu yang dapat dikumpulkan itu antara lain :
1. Soleram
2. Dodoi si Dodoi
3. Njut-njut Siput
4. Pok Amai-amai
5. Bang Selebu
6. Katak Lompat
7. Timang Tinggi-tinggi
8. Ikan Kekek
9. Anak Ayam
10. Ular dan Katak

Berikut ini liriknya :

SOLERAM
Lagu : nn

Soleram… soleram…
Soleram anak yang manis
Anak manis janganlah dicium sayang
Kalau dicium merahlah pipinya

Satu dua tiga dan empat
Lima enam tujuh delapan
Kalau tuan dapat kawan baru sayang
Kawan lama ditinggalkan jangan

Tepok Amai-amai
Lagu : nn

Tepok amai-amai belalang kupu-kupu
Betepok adik pandai diupah air susu
Susu lemak manis santan kelapa muda
Adik jangan menangis emak nak kerja

Bang Selebu
Lagu : nn

Bang selebu buku ale sawe
Hujan munot mandi katong
Sirih rampai pinang menteri
Minta pelok tangan kiri

Bang selebu buku ale sawe
Hujan munot mandi katong
Sirih rampai pinang menteri
Minta pelok tangan kanan


Ikan Kekek
Lagu : nn

Ikan kekek mak iloi… iloi…
Ikan gulame mak ilai… ilai…
Kucing kurus mandi di papan
Mandi di papan si kayu jati

Ampun patek mak iloi… iloi…
Hendak pulang ke rumah emak
Bukan kurus karne tak makan
Kurus memikir si jantung hati

Anak Ayam
Lagu : nn

Anaklah ayam, anak ayam turun sepuluh
Matilah satu, mati satu tinggal sembilan
Anaklah ayam, anak ayam turun sembilan
Matilah satu, mati satu tinggal delapan
Anaklah ayam, anak ayam turun delapan
Matilah satu, mati satu tinggal tujuh
Anaklah ayam, anak ayam turun tujuh
Matilah satu, mati satu tinggal enam
Anaklah ayam, anak ayam turun enam
Matilah satu, mati satu tinggal lima
Anaklah ayam, anak ayam turun lima
Matilah satu, mati satu tinggal empat
Anaklah ayam, anak ayam turun empat
Matilah satu, mati satu tinggal tiga
Anaklah ayam, anak ayam turun tiga
Matilah satu, mati satu tinggal due
Anaklah ayam, anak ayam turun due
Matilah satu, mati satu tinggal satu
Anaklah ayam, anak ayam turun satu
Matilah satu, mati satu tinggal emaknye

Ram-ram Pisang
Lagu : nn

Ram-ram pisang, pisang masak sebiji
Datang nek kecibok, bawa satu bari-bari
O… nenek, o… nenek rumah kite ndak ruboh
Keretik… keretik… kedegam…

Ular dan Katak
Lagu : nn

Oh katak, oh katak mengape kau panggil hujan
Bagaimane ku tak manggil hujan, ular ndak makan aku
Ohular, oh ular mengape kau makan katak
Macam mane ku tak makan katak, memang makanan aku

-----------
sebenarnya masihlah banyak kepada nyanyian kanak-kanak itu, tetapi baru setakat itulah dapat dikumpulkan. Mudah-mudahan pada pekerjaan lain, ianya yang menjadi warisan dapatlah dikumpulkan lebih banyak lagi.

More about5. Lagu Anak-Anak

4.13. Tram-Tram Buku

Attayaya Butang Emas on 2008-10-08

Permainan Tram-tram Buku tergolong permainan rakyat tradisional yang cukup digemari oleh kanak-kanak di Kepulauan Riau, khususnya kanak-kanak perempuan. Permainan ini hanya memiliki satu nama. Dengan demikian, tak ada nama yang lain untuk permainan ini.

4.13.a. Pemain
Permainan ini umumnya dilakukan oleh kanak-kanak perempuan berusia 7 – 12 tahun. Jumlah pemain paling kurang 6 orang dan paling banyak 20 orang. Para pemain nantinya dibagi dalam 2 regu yang akan dibentuk dalam permainan. Dari tiap-tiap regu, dipilih salah seorang untuk menjadi ketua.

4.13.b. Tempat permainan
Tak ada tempat khusus untuk memainkan permainan ini. Namun, biasanya dimainkan di luar sekolah seperti halaman sekolah, rumah, atau tanah lapang. Luas tempat yang digunakan kira-kira empat meter persegi, tergantung pada banyak pemain. Permainan ini banyak dilakukan pada saat jam istirahat seperti di sekolah atau di rumah.

4.13.c. Lagu pengiring
Permainan ini menjadi lebih menarik karena menggunakan lagu pengiring. Syair lagu yang dinyanyikan tanpa iringan musik itu sebagai berikut :

Tram-tram buku
Seleret tiang baku
Mata bedil mata paku
Anak belakang tangkap satu.


More about4.13. Tram-Tram Buku

4.12. Main Simbang

Attayaya Butang Emas on 2008-10-07


Permainan Simbang ini, konon sudah dikenal sejak zaman kesultanan Riau, pada abad ke-17. Menurut cerita dari orang tua-tua bahwa permainan simbang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan main congkak yang digemari oleh kaum bangsawan, terutama puteri-puteri raja atau puteri-puteri datuk. Kemudian permainan ini terus berkembang hingga dimainkan dari berbagai kalangan terutamanya oleh anak-anak dan juga remaja puteri.

Begitu mendarah dagingnya permainan ini, hingga di zaman Jepang permainan ini masih digemari oleh masyarakat. Sampaikan sekarang permainan “besimbang” masih dimainkan walaupun mengalami sedikit perubahan, terutama pada alat permainannya.

Permainan ini juga disebut dengan “serimban”. Di samping itu ada juga yang menyebutnya permainan lambung. Disebut main “lambung” karena alat utama permainan ini dimainkan dengan cara melambung.

4.12.a. Waktu dan tempat permainan
Permainan simbang ini biasanya dimainkan oleh anak dara, dara remaja ataupun anak-anak perempuan pada saat mengisi masa senggangnya baik siang hari di pinggir-pinggir pantai. Ada juga yang memainkan pada sore atau malam hari di beranda dan di dalam rumah.

4.12.b. Alat / perlengkapan permainan
Tempat bermain biasanya di ruangan bangsal, beranda ataupun di teras-teras rumah. Sebuah pelambung, sebuah seorang. Lazimnya disiapkan oleh masing-masing pemain dari kulit-kulit kerang ataupun kulit siput yang bagus, licin, dan elok dipandang mata.

Selain itu, juga ada buah simbang, 5 atau 6 biji, yang telah dipersiapkan bersama-sama berupa kulit kerang-kerangan, dan ada pula terdiri dari batu-batu kecil dan bagus serta bersih.

Permainan simbang mengenal 2 cara untuk bertanding, yaitu “main nyurang” dan “main berudung”. Kalau main nyurang hanya untuk permainan perseorangan, tidak berkawan, yang satu dengan lainnya merupakan lawan. Sedangkan main berudung adalah permainan yang dilakukan dengan cara beregu, yaitu dua regu yang saling bertanding.

Permainan ini, dimainkan oleh anak-anak perempuan yang berusia antara 6 sampai 17 tahun, dengan jumlah pemainnya antara 2 sampai 6 orang anak.

Beberapa istilah dalam permainan simbang ini hendaklah dipahami oleh setiap pemain, yaitu antara lain :
  • Tingkop, artinya membalikkan telapak tangan untuk mengambil buah simbang yang dilambung.
  • Seguk, artinya tersentuh buah lainnya ketika jari jemari memungut buah simbang yang sedang dimainkan.
  • Ngarai, artinya menyebarkan buah simbang agak bertaburan.
  • Raup, artinya menyebarkan buah simbang dengan sekali genggam.
  • Ngato, artinya mengatur buah simbang itu satu persatu sambil melambungkan induk simbang.
  • Pelambung, buah induk yang dijadikan pelambung pokok.
  • Cakrit, artinya kalah.

4.12.c. Jalannya permainan
Sebelum melakukan permainan, baik main nyurang maupun main berudung, para pemain duduk melingkar. Dan pusat permainan itu di tengah lingkaran tersebut.

Main Nyurang
Dalam permainan nyurang yang biasanya terdiri dari 3 – 5 orang pemain duduk melingkar dengan arah giliran bermain mengikuti arah kebalikan jarum jam, yaitu berjalan dari arah kiri ke kanan. Untuk mengatur letak duduk masing-masing itu ditentukan oleh nomor urut membawa yang didapati dengan cara undian yang disebut “ningkop”; dengan kelanjutan seperti berikut :

a. Ningkop atau pengundian
Biji simbang yang dimainkan boleh 5 – 6 biji atau terserah menurut kesepakatan sebelum bermain. Dengan secara bergilir satu persatu mereka meningkopbuah yang 5 – 6 biji itu, bagi yang dapat meningkop lebih banyak, maka ialah yang membawa lebih dahulu, disusul oleh yang kedua, ketiga, dan seterusnya. Bagi yang mahir meningkop hingga 4 – 5 biji. Yang kurang mahir, ada yang terlepas sama sekali, tak dapat biji. Yang terakhir itulah dinamakan “kincit” atau kemudian sekali membawa. Setelah meningkop, mereka beratur, dan mulailah bermain.

b. Bermain
  • Ngarai, dan langsung ngambik satu, sesudah ngarai, induk lambung dilambung dan sambil menyambut induk lambung itu langsung mengambil biji simbang dengan sebelah tangan satu persatu. Jika hal ini berhasil, langsung mengambik dua.
  • Ngambik dua, dengan cara melambungkan induk lambung, mengarai biji simbang sebelah tangan itu juga. Jika berhasil, lantas induk dilambung dan sambil menjemput kembali biji simbang 2 sekali ambil berturut-turut hingga biji simbang yang ada, habis.
  • Ngambik tiga, dengan cara melambung buah induk sambil ngarai biji simbang, dan langsung menyambut kembali induk simbang itu dengan sebelah tangan juga. Kemudian sambil melambung induk lambung sambil mengatur biji supaya berkumpul 3 sekumpul supaya senanglah diambil. Hal ini boleh dilakukan berkali-kali. Setelah berkumpul, sambil melambung buah induk, menjemput biji simbang 3 sekali ambil. Jika main buah 5, maka : 3, 2.
  • Ngambik empat, dengan cara melambung buah induk sambil ngarai biji simbang, dan langsung menyambut buah induk, dilambung lagi dalam keadaan ngato seperti ngambik tiga juga. Dan boleh berkali-kali dilakukan sampai betul-betul biji simbang yang 4 buah dapat berdekatan untuk senang dijemput, maka induk simbang dilambung, lalu sambil menyambut buah induk terus menjemput biji simbang sebanyak 4 biji sekali ambil. Jika buah 5, maka pengambilannya : 4, 1.
  • Ngambik lima, dengan cara buah induk dilambung sambil mengumpul biji simbang setumpuk 5. Kemudian induk simbang dilambung, dan biji simbang dijemput 5 sekaligus. Kalau main lima, maka selesailah ngambik.
  • Ngelingkop, sama artinya dengan ningkop, yakni menyambut biji simbang dengan membalikkan tangan; atau disambut dengan tangan telungkup. Bila ada yang tersangkut langsung dibalikkan telapak tangan itu juga. Banyak biji yang terdapat itulah biji kemenangannya yang dihitung 1 = nilai 10.
c. Giliran membawa
Pemain berikutnya baru berhak membawa atau membuka permainannya jika :
  • Lawan sebelumnya “des”, yang disebut mati.
  • Bila lawan sebelumnya itu selesai membawa, hingga sudah mengandung biji.
  • Si pembawa ini berlaku seperti sebelumnya juga hingga mengumpul biji. Kalau gagal, untuk selanjutnya ia menunggu giliran berikutnya sampai putarannya, dan tak perlu mengulang dari ngambik 1. Ia meneruskan ke ngambik yang mana ia mati tadi. Umpamanya mati ngambik 4, maka untuk kali berikutnya ia mulai dengan ngambik 4, dan seterusnya hingga mendapat mengumpul nilai. Dan begitulah seterusnya….
d. Peraturan-peraturan
  • Jika untuk lawan berikutnya sudah sampai keliling, dan mati, maka pembawa pertama mulai lagi meneruskan permainannya. Kalau waktu membawa pertama tadi ianya sudah hingga ngelingkop biji, maka ia mulai dari ngarai dan ngambik 1 lagi. Dan seterusnya hingga ngelingkop pula, dan mengumpul biji lagi untuk menambah bijinya yang telah ada hingga gim.
  • Untuk menentukan gim, sesuai dengan perjanjian sebelum mulai bermain, ada yang berjanji gim 1000, 500, dan sebagainya.
  • Barang siapa yang dapat mencapai nilai seperti yang dijanjikan lebih dahulu, maka ia keluar sebagai pemenang. Lawannya terus bermain, hingga tinggallah yang kalah seorang dan yang kalah inilah yang dinamakan lengit.
e. Batal atau “des”, disebut mati
  • Besimbang dianggap batal atau mati jika si pemain tak dapat meneruskan urutan ngambik.
  • Waktu menjemput biji simbang yang satu, tersentuh biji yang lainnya disebut “nyegut” / “nyeguk”.
  • Jika waktu menjemput buah, ngeningkop, biji terlepas atau jatuh disebut “cice”.
  • Jika induk pelambung tak dapat ditangkap, disebut “lupot” (luput).

Main Berudung
Peraturan umum dalam berudung, sama saja dengan cara main nyurang. Cuma ada beberapa hal yang berbeda yakni :
  1. Urutan membawa, harus selang-seling. Lawan, kawan, lawan, kawan, dan seterusnya. Juga dalam keadaan melingkar dengan urutan berlawanan arah dengan jarum jam.
  2. Kawan kedua membawa, meneruskan permainan kawan yang pertama, demikian juga kawan ketiga meneruskan permainan yang telah diselesaikan oleh kawan pertama dan kedua. Dan jika kawan sebelumnya telah selesai meningkop, serta telah pula dapat biji, maka kawan yang meneruskan permainan itu mulai dari ningkop, dan ngambik 1, dan seterusnya. Setiap biji-biji nilai yang dapat, dikumpulkan hingga menjadi jumlah kemenangan menyaingi jumlah biji kemenangan pihak lawan bermain, hingga gim. Main berudung, gim biasanya hingga 2000.


More about4.12. Main Simbang

4.11. Main Sembunyi-sembunyi

Attayaya Butang Emas on 2008-10-06

Permainan ini juga tiada diketahui sejak bila ianya mulai digemari sebagai permainan kanak-kanak. Bahkan main sembunyi-sembunyi ini tidak hanya dilakukan anak-anak saja, tetapi juga dimainkan oleh anak-anak remaja.

Permainan ini juga punya nama lain, seperti “main kaleng”, atau ada yang hampir sama yaitu main “sembunyi induk”. Dan permainan lain yang serupa.

4.11.a. Waktu dan tempat bermain
Waktu bermain biasanya pada waktu sore hari atau bahkan juga pada malam hari waktu terang bulan purnama. Sedangkan tempat bermain hendaklah tanah lapang yang dipersekitarannya terdapat semak-semak atau pokok-pokok (pohon-pohon) atau tempat-tempat yang boleh untuk bersembunyi. Dimainkan antara 6 orang anak sampai 20 orang anak. Permainan ini boleh dimainkan oleh anak laki-laki saja atau anak perempuan saja atau bermain campuran.

4.11.b. Peralatan / perlengkapan permainan
Sebuah lapangan permainan tertentu yang ada semak-semak atau pokok-pokok (pohon-pohon) atau tempat-tempat yang boleh untuk bersembunyi. Boleh pekarangan rumah, pekarangan sekolah ataupun di tempat lainnya yang memungkinkan.

Di tengah-tengah lapangan permainan dibuat sebuah lingkaran di tanah. Lingkaran ini digunakan sebagai tempat meletakkan kaleng yang menjadi pusat permainan tersebut.

Kaleng yang menjadi alat pokok permainan diisi dengan batu kecil-kecil supaya bisa diguncang dan mengeluarkan bunyi.

4.11.c. Jalannya permainan
Untuk menentukan siapa yang “jadi” (yang kalah dan menjaga kaleng serta mencari pemain yang bersembunyi), biasanya dilakukan dengan “ompiung” (ompimpah) atau “sut”. Siapa yang kalah dalam sut tersebut dialah yang “jadi”. Kemudian salah seorang melempar kaleng tersebut yang jaraknya cukup jauh, sedangkan yang “jadi” tersebut haruslah mengambil kaleng yang dilempar itu untuk meletakkan ke dalam lingkaran yang telah disediakan. Dalam waktu mengambil kaleng yang dilemparkan itulah setiap pemain lain mempunyai kesempatan untuk bersembunyi.

Setelah mengambil kaleng yang dilemparkan dan memasukkan ke dalam lingkaran, mulailah yang “jadi” mencari anak-anak yang bersembunyi itu dan kalau menyebutkan namanya sambil berlari mendekati kaleng di dalam lingkaran, lalu menyentuh kaleng itu. Maka sudahlah mendapat satu anak.

Jika seandainya pemainnya sampai sepuluh orang, maka yang “jadi” itu harus berhasil mendapatkan sembilan orang temannya yang bersembunyi itu. Seandainya berhasil maka ia tidak “jadi” lagi, melainkan bertukar kepada anak yang lain. Biasanya dari sembilan anak yang berhasil didapatkan itu, anak yang “dapat” pertamalah yang “jadi”. Maka kaleng itu dilempar semula dan pemain yang lainpun bersembunyi lagi.

Akan tetapi jika yang “jadi” baru mendapatkan 2 atau 3 orang anak, lalu ada pemain lain yang berhasil menuju tempat kaleng dalam lingkaran itu tanpa diketahui oleh yang “jadi” sambil mengambil kaleng dan membunyikan dengan cara mengguncangnya, maka anak yang sudah “dapat” tadi dapat ditolong. Lalu kaleng itu dilempar semula, dan anak yang 2 dan 3 orang yang “dapat” tadi boleh bersembunyi kembali. Sedang “jadi” itu terpaksa mengambil kembali kaleng itu semula untuk dimasukkan ke dalam lingkaran. Dan kalau yang kejadian itu berulang-ulang maka yang “jadi” itulah yang disebut “lengit”.

Biasanya pemain yang “jadi” itu cukup pintar, setelah ia mendapatkan 2 atau 3 orang anak, maka yang “jadi” tidak akan jauh-jauh dari kaleng dalam lingkaran, karena takut akan diguncang oleh lawannya yang bersembunyi itu.

Kalau sudah demikian, maka anak-anak yang bersembunyi yang dapat melihat kelakuan “sang jadi”, biasanya akan berteriak dari tempat persembunyiannya dengan kata-kata “Jage telooooorr…!!”.

Maka yang “jadi” biasanya terpancing dan mencari anak yang berteriak itu. Demikianlah permainan yang mengasyikkan ini, dan biasanya yang lengit akan merasa geram dan berusaha untu tidak lengit dalam main sembunyi-sembunyi ini.

More about4.11. Main Sembunyi-sembunyi