7. Musik dan Nyanyian : Alat-alat Musik Tradisional Melayu

Attayaya Butang Emas on 2010-03-28

Alat-alat Musik Tradisional Melayu

Musik Melayu tidaklah mempunyai satu cara tertentu, melainkan menggunakan kepada 5 bunyi (skala Petatonik) atau 7 bunyi (Heptatonik) saja, dan tiadalah pula menurut aturan tertentu. Hal ini boleh dilihat dari cara memainkan serunai yang di tiup, dari satu daerah dengan kawasan Melayu yang lain sangatlah berbeda, ianya lebih kepada selera masing-masing peniup. Mungkin hal yang sedemikian itu, merupakan salah satu kesulitan untuk menciptakan cara notasi pada semua alat musik Melayu, untuk diturunkan kepada keturunan berikutnya.

Mungkin disebabkan karena peniruan atau pengaruh, maka banyaklah alat musik tradisional Melayu yang mempunyai persamaan dengan negeri-negeri lain di Asia. Misalnya canang (gong kecil) juga ada di Muangthai yang disebut Khong Wong Yai, di Birma juga ada, demikian juga di Sabah melalui alat kulintangnya. Demikian jugalah halnya dengan serunai, ada di banyak negeri-negeri Asia.

Jenis alat seperti rebab, kecapi (alat musik bertali atau chordophone), ceracap yang menggunakan buloh (idiophone) dan alat gendrang dari perunggu (membranophone) sudah dikenal sejak zaman kebudayaan Dongson di Asia. Kemudian pula gendang menggunakan satu muka seperti gendang ronggeng, rebana dan lain-lainnya adalah mendahului gendang-gendang yang bermuka dua seperti gendang silat, gendang nobat dan lain-lain.

Disebabkan zaman dahulu itu tidak menggunakan notasi tertulis, maka untuk memudahkan ingatan dalam memainkan alat tersebut, misalnya di dalam suatu irama tertentu atau untuk membedakan tinggi rendahnya bunyi nada (pitch), dipakailah suku kata yang menentukan tibre gendang seperti “tak” (bunyi tertutup atau bass yang dimainkan gendang induk), dan “pong” (pada bunyi nyaring yang dimainkan oleh gendang anak). Seperkara demikian juga ada pada cara memainkan musik India (Tala) dengan rumusan suku kata seperti “ta”, “ka”, “dhin”, “na”, “tom”, “ki”, “ri”, “dha” dan juga dengan memakai gerakan-gerakan tangan (petikan jadi, lambaian tangan, tangan tertutup dan terbuka serta lain-lainnya) sebagai pembagian metrumnya. Pemain gendang haruslah menghafal suku kata suku kata itu di luar kepala. Hal ini juga berlaku pada musik Karo dan Mandailing.

Pada musik tradisional Melayu, lebih diberikan kepada keahlian sebenarnya hanya mempunyai peranan sampingan saja dari keseluruhan musik Melayu. Oleh karenanya hanya ada 3 buah alat musik Melayu yang paling penting yaitu:
  • Gendang
  • Rebab (kemudian digantikan oleh biola)
  • Gong atau Tetawak (kemudian digantikan peranannya oleh bass).
  • Barulah kemudiannya diikuti oleh alat-alat musik lainnya seperti Serunai, bermacam-macam jenis gendang, telempong, kesi (cymbal), ceracap dan alat-alat perkussi lainnya.



More about7. Musik dan Nyanyian : Alat-alat Musik Tradisional Melayu

7. Musik dan Nyanyian : Perkembangan Musik Melayu

Attayaya Butang Emas on 2010-03-26

Perkembangan Musik Melayu

Pada mulanya musik diselenggarakan dengan tepuk tangan, tepukan badan secara berirama, kemudian ketukan pada kayu ataupun buloh. Meningkat pula pada alat-alat yang kemudian dikenal dengan gendang, lalu berkembang kepada alat musik tiup dan gesek.

Kalau pada awalnya musik hanya mengiringi upacara kepercayaan (animisme), maka kemudiannya dalam perkembangan musik Melayu sudah merupakan bahagian dari berbagai kesenian, termasuk kesenian teater tradisional Melayu seperti Makyong, Menora, Bangsawan, Mendu dan di dalam tarian-tarian sebagai suatu bahagian yang tidak terpisahkan

Bersebab kawasan Melayu itu berada di pesisir, yang berada pada jalur lalu lintas ramai yaitu Selat Melaka dan Laut Cina Selatan, maka tiadalah mengherankan jika masyarakat Melayu paling banyak mendapatkan pengaruh bangsa-bangsa lain seperti Cina, Siam, Arab, India Selatan, Persia, Portugis dan dari suku-suku yang bertetangga seperti Batak, Jawa, Bugis dan lain-lainya. Perihal yang sedemikian itu juga sangat dirasakan dalam perkembangan musik Melayu dari mulai peralatan musik sampai kepada tarian dan lagu-lagu Melayu itu sendiri. Sehingga sulitlah untuk menentukan mana yang asli dan mana yang modern, mana yang mendapat pengaruh Barat atau mana yang musik tradisional.

Syahdan adalah diperbuat orang pada pengelompokan antara yang asli, tradisional dan yang modern, seperti:
  1. Musik asli, seperti nyanyian dan tetabuhan yang dilakukan oleh dukun atau pawang. Ataupun musik atau lagu-lagu tertentu di dalam musik Nobat Diraja, dan nyanyian kematian.
  2. Musik tradisional, seperti yang dimainkan di dalam mengiringi teater Makyong, Mendu, Menora, Silat dan Zapin.
  3. Musik modern, seperti musik yang mempergunakan alat-alat musik Barat, walaupun lagunya Melayu Asli, begitu juga dengan gerak tari-tarian yang mengikutinya.

Oleh keadaan yang sedemikian itu, bolehlah dikatakan bahwa Musik Tradisional Melayu itu adalah musik yang belum mendapat pengaruh Barat seperti biola, bas, gitar, piano, akordeon dan lain sebagainya. Tetapi masih menggunakan alat musik seperti yang lazim yaitu gong, rebab, serunai, gendang, rebana, suling dan lain-lain.

Pewarisan musik tradisional tidaklah dilakukan seperti musik Barat yang menggunakan notasi, melainkan diwariskan secara dari mulut ke mulut dan diajarkan dengan cara memberi contoh.

More about7. Musik dan Nyanyian : Perkembangan Musik Melayu

7. Musik dan Nyanyian

Attayaya Butang Emas on 2010-03-24

Apakah nyanyi?

Takrif atau definisi kata nyanyi dengan merujuk kamus Raja Ali Haji kitab pengetahuan bahasa (1858) ialah ‘mengeluarkan suara serta huruf dan serta dengan lagunya dengan had timbangannya’.

Kemudiannya, seperkara kepada seni music atau nyanyian ini, di dalam beberapa catatan kitab lama ada juga sering diperkatakan, terutamanya tentang tarian dan lagu-lagu joget. Kononnya, Raja Haji Yang Dipertuan Muda IV dalam setiap menghadapi pertempuran pun sering membawa kelompok kesenian joget sebagai hiburan dan penambah semangat kepada prajurit-prajuritnya.

Music adalah gambaran kepada jiwa yang bersifat universal, seperti juga halnya dengan bahasa dan lelucon (humor). Ikatan kepada music dalam kehidupan adalah jiwa, music tiada berguna jika tanpa jiwa. Melalui music akan dapat menjelaskan sesuatu perasaan. Oleh karenanya music mempunyai banyak peranan dan arti dalam kehidupan sesuatu suku bangsa. Ianya tidak hanya sekedar sebagai hiburan ataupun nilai keindahan, melainkan music juga menyatu dalam berbagai ragam kebudayaan, kepercayaan dan masyarakat itu sendiri.





More about7. Musik dan Nyanyian

6. Bangsawan : Pementasan

Attayaya Butang Emas on 2010-03-22

Pementasan

Wayang Bangsawan dipandang sebagai seni pertunjukkan yang memasuki ambang modernisasi karena banyak hal. Kata modern itu sendiri itu pada masanya dulu dikaitkan dengan western. Namun, nilai-nilai tradisional masih tetap bersebati di dalamnya.

Pertunjukkan Wayang Bangsawan bermula dengan dimainkannya sebuah lagu pembuka yang biasanya khas bagi setiap perkumpulan. Bersamaan dengan itu, layar depan pun disibak dan layar ini tak pernah ditutup sampai permainan berakhir. Artinya, setelah layar depan disibak, adegan demi adegan berjalan terus-menerus dan layar street selalu berperan sebagai penyelang. Di depan layar street inilah pemain (pemain) yang sedang melakukan perjalanan (dalam kota; kalau perjalanan dalam rimba, layar latar pun disesuaikan) bermonolog atau saling memersilahkan temannya berjalan sambil menyanyikan “Lagu Sila-Sila” atau lagu berjalan yang liriknya lebih kurang berbunyi:

A:
Sila [lah] sila berjalan pergi
Di sini tak guna lengah lagi
Sila[lah] sila berjalan pergi

B.
Sila[lah] sila berjalan pergi
Di sini tak guna lengah lagi
Sila[lah] sila berjalan pergi

A/B:
Silakan, tuan, silakan!

Setelah layar depan dibuka kadang-kadang dipertunjukkan semacam tableau yaitu gambaran suatu adegan dengan seluruh pemain dalam keadaan mematung tetap diiringi musik, yang kira-kira menggambarkan isi cerita. Bagian ini dihapus dengan menurunkan layar street. Dan, terlihatlah ruang istana. Pemain terlebih dulu memerkenalkan peran apa yang dimainkannya. Pemegang peran raja, misalnya akan mengatakan, “betalah yang bernama Raja Mirzan Syah yang bertahta di dalam negei Nizampur, dsb….”. sesudah itu sang raja kadang-kadang menyanyikan lagu yang berkisah tentang dirinya. Lalu, lakon pun berlangsung dalam akting, dialong, nyanyian, tarian, dan bagi khadam-khadam terkadang berpantomime. Baru setelah cerita berakhir, layar depan ditutup kembali. Hampir semua lagu yang ada dalam khazanah lagu Melayu dan pengaruh asing dinyanyikan dalam pertunjukkan ini, yang dipakai dalam seni pertunjukkan lainnya. Pelakon lebih banyak memanfaatkan bakat alamnya dan kaya dengan berimprovisasi.

Tentang khazanah lagu Melayu, selain dari yang dikenal dalam berbagai bentuk kesenian, juga perlu diperhatikan karangan Khalid Hitam dalam Tsamarat al-Mathuluh fi Anwar Al-Qulub (A. Samad Ahmad, 1985) yang mencatat senarai lagu-lagu dalam Nobat Kerajaan Riau-Lingga. Orkestra Diraja itu mengenal dua lagu asal yaitu:
- Lagu Iskandar Syah
- Lagu Arak-Arak
- Lagu Perang
- Lagu Palu-Palu
- Lagu Seri Istana
- Lagu Lampam
- Dan lain-lain.

Seni pertunjukkan Wayang Bangsawan yang mencapai puncak pada tahun 1920-an, kemudian berhadapan dengan suatu bentuk seni pertunjukkan yang lain, yang baru sosok dan penampilannya yaitu Tonil (dari kata toneel) yang menjadi cikal bakal sandiwara modern mara dengan pesat lebih-lebih menjelang Perang Dunia II dan pada masa dan ketika yang tepat menggantikan kedudukan Wayang Bangsawan dipentas seni pertunjukkan.


More about6. Bangsawan : Pementasan

6. Bangsawan : Pemeran (pemain)

Attayaya Butang Emas on 2010-03-20

Pemeran (pemain)

Jika dibandingkan dengan Opera Barat, memang kemampuan bermain musik, menyanyi dan berperan dalam Wayang Bangsawan tak dapat disetarakan. Oleh karenanya ada sebagaian orang yang mengata dengan mencemeeh, bahwa wayang bangsawan adalah opera Barat yang tiada kesampaian. Namun, perlu diketahui bahwa para pendukung opera Barat terdiri atas para profesional. Sedangkan anak wayang Bangsawan lebih banyak mengambil pemain dengan cara tangkap muat, dan dengan kemampuan secara alami, lalu mengadakan latihan ala kadarnya. Yang lebih teroknya ketika pemain tidak dilengkapi untuk membuat dialog serta berimprovisasi sendiri.

Lagipula berbeda dengan opera Barat, dalam Wayang Bangsawan bukan semua dialog harus dinyanyikan. Artinya, jalan cetia diantarkan dengan akting, dialog dan “dialog yang dinyanyikan”. Ada pula nyanyi dan tari, tetapi jenis ini tampaknya sebagai pelengkap saja.

Peringkat para pemain tak semata-mata ditentukan oleh peran yang dipegangnya, tetapi oleh kemahiran membawakan peran itu selama jangka waktu tertentu. Misalnya, peringkat yang diberikan selama setahun berlangsung, atau peringkat yang didapat selama perkumpulan Wayang Bangsawan itu berdiri. Peringkat seperti Seri Panggung sering melekat menjadi gelar, jauh setelah perkumpulan Wayang Bangsawan itu bubar. Demikian juga peringkat (dan peran) Anak Muda (Hero), kadang-kadang disebut setelah si penyandangnya menjadi orang tua.

Pemeran berdasarkan peringkat/ peranan ialah, sebagai berikut:
  • Seri Panggung (peringkat yang diberikan kepada pemain wanita terbaik dan tercantik, atau primadona dari bahasa Italia: prima ‘yang pertama atau utama; donna ‘wanita’)
  • Anak Muda (peringkat iti diberikan kepada lelaki yang gagah dan senantiasa memegang peran utama atau Hero)
  • Raja-raja
  • Permaisuri-permaisuri
  • Puteri-puteri
  • Putera-putera
  • Menteri-menteri
  • Saudagar-saudagar
  • Hulubalang-hulubalan
  • Jin-jin
  • Pendeta / guru
  • Inang dan Dayang
  • Khadam-khadam
  • Nenek Kebayan atau yang sejenisnya
  • Dan lain-lain



More about6. Bangsawan : Pemeran (pemain)

6. Bangsawan : Peralatan Permainan

Attayaya Butang Emas on 2010-03-18

Peralatan Permainan

Adapun alat musik yang mengiringi lagu dan nyanyian dalam Wayang Bangsawan ialah seperangkat orkestra, makin lengkap makin baik. Dengan demikian para pemain di tuntut kemampuan bernyanyi yang memadai.

Perlengkapan lainnya dalam setiap pertunjukkan Wayang Bangsawan ialah Layar sebagai dekor. Jumlah layar dalam pementasan bangsawan lebih ditentukan kepada cerita yang akan dimainkan. Tetapi berikut ini bolehlah diberikan beberapa jenis layar yang biasanya dipergunakan.

  • Layar Depan (layar ini terkadang dilukis nama perkumpulan).
  • Layar Street (bahasa Inggris: street. Layar ini sering dipakai untuk menggambarkan gambar latar belakang jalan, dll).
  • Layar Istana (balai Penghadapan, Balairong).
  • Layar Taman.
  • Layar Gunung dan Hutan (layar tebuk).
  • Layar Gubuk (layar tebuk).
  • Layar Gua (layar tebuk).
  • Layar Laut atau Danau (Tasik).
  • Layar Awan (menggambarkan kayangan).
  • Dan lain-lain.



More about6. Bangsawan : Peralatan Permainan

6. Bangsawan : Perjalanan Abu Muhammad Adnan

Attayaya Butang Emas on 2010-03-16

Abu Muhammad Adnan

Abu Muhammad Adnan meninggal dunia tahun 1926, memang sepatutnya diperhatikan karena perannya dalam kesenian dan kebudayaan pada waktu dulu. Nama pena Abu Muhammad Adnan itu dipakainya dengan penuh kasih karena bersempena dengan nama anak sulungnya yang meninggal pada usia yang sangat muda.

Ia bukanlah seorang yang banyak terlibat dalam urusan Wayang Bangsawan. Akan tetapi, sebagai seniman (pelukis, pematung, dan pengarang) di samping sebagai seorang pejabat di Mahkamah Kerajaan, ia sering diminta oleh kumpulan Wayang Bangsawan di istana untuk memberikan bahan-bahan cerita dan memberikan saran utnuk dekorasi. Dalam simpanan Yayasan Indera Sakti Pulau Penyengat ada contoh-contoh gambar (dengan pensil) yang dibuat oleh Abu Muhammad Adnan untuk model tata busana para pelakon Wayang Bangsawan untuk cerita-cerita tertentu mulai dari raja, menteri, penjahat, orang asing, jin sampai khadam.

Abu Muhammad Adnan (di tempat tinggalnya) lebih dikenal dengan nama Engku Haji Lah (nama sebenarnya Raja Haji Abdullah) juga mengarang buku pelajaran Bahasa Melayu Riau seperti (1) Pembuka Lidah dengan Teladan Umpama yang mudah, (2) Penolong bagi yang Menuntut akan Pengetahuan yang Patut, dan (3) Pembukaan bagi yang Berkehendak dengan Huraian yang Pandak. Kesempatan memberikan pelajaran bahasa itu dipakai dengan memberikan bahan-bahan cerita kepada kelompok Wayang Bangsawan istana yang memerlukan bantuannya dalam banyak hal. Karena bacaanya yang luas (perpustakaan pribadinya berisi buku-buku berbahasa Arab, Perancis, dan Melayu) pada pelbagai kesempatan, baik yang ia tuliskan dalam buku-buku karangan dan buku-buku hasil terjemahannya. Tersebutlah sekalimat ungkapan beliau yang berbunyi: “Apabila diarahkan dengan jitu, al-khayalan akan merangsang pikiran sehingga hasilnya pun akan menjadi berfaedah, bermanfaat, bermakna”.

Di antara tokoh-tokoh dalam cerita Wayang Bangsawan tampaknya penokohan Jin dan Khadam merupakan tokoh-tokoh yang paling melekat dalam ingatan penonton. Ini dibuktikan dengan melekatnya nama panggung kepada seseorang yang pernah memainkan peranan Jin dan Khadam sehingga terdapat nama orang-orang seperti Raja Mamud Jin, Mat Tahir Jin, Pak Usin Kadam dan sebagainya. Nama panggung seorang pemeran senantiasa lebih dirasakan akrab jika dibandingkan dengan pemakaian nama kelahiran.


More about6. Bangsawan : Perjalanan Abu Muhammad Adnan

6. Bangsawan : Suatu Perjalanan Seni

Attayaya Butang Emas on 2010-03-14

Perjalanan Seni

Seorang penulis, Ch. E. P. Van Kerchkhoff, pada 1886 menyatakan dalam sebuah tulisan berkala pada masa itu bahwa karya-karya sastra Melayu sering diangkat ke atas pentas seni pertunjukkan, antara lain mencatat, ada enam buah syair dan dua buah hikayat yang telah dimainkan dalam bentuk drama. (Lihat Nafron Hasjim, 1981 / 1982).

Khusus mengenai perjalanan seni pertunjukkan Wayang Bangsawan, dahulunya di Kepulauan Riau asa beberapa cerita yang diangkat dari cerita Syair dalam lakonan bangsawan (sekitar abad ke-19), paling tidaknya dijadikan ilham atau bahan cerita, yaitu:
  • Syair Menyambut Sultan Bintan, awal abad ke-19 (N.N)
  • Syair Siti Zuwaiyah, circa 1820 (Tuan Bilal Abu).
  • Syair Haris, circa 1830 (Tuan Bilal Abu).
  • Syair Sultan Yahya, 1840 (Daeng Wuh).
  • Syair Perang Johor, 1844 (N.N)
  • Syair Abdul Muluk, 1849 (Raja Ali Haji/Shalihat)
  • Syair Madi, 1849 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Kumbang Mengindera, 1850 (Raja Safiah).
  • Syair Sultan Mahmud di Lingga, 1857 (Encik Kamariah).
  • Syair Kahar Mahsyur, 1858 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Syarkam, 1858 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Encik Dosanan, 1858 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Saudagar Bodoh, (1861 Raja Kalsum).
  • Syair Hikayat Raja Damsyik, 1864 (Haji Ibrahim).
  • Syair Hikayat Tukang Kayu yang Bijaksana dengan Tukang Emas yang Durjana, 1894 (Haji Abdul Rahim).
  • Syair Kisah Keling dengan Ba’yah dan Rahimah, 1894 (Haji Abdul Karim).
  • Syair Pahlawan Farhad, tanpa tahun (Abu Muhammad Adnan).
  • Ghayat Al-Muna, tanpa tahun (Abu Muhammad Adnan).
  • Syair Seribu Satu Hari, cetak 1918 (Abu Muhammad Adnan).
  • Syair Syahinsah, cetak 1922 (Abu Muhammad Adnan).
  • Syair Khadamuddin, cetak 1926 (Aisyah Sulaiman).
  • Dan lain-lain.



More about6. Bangsawan : Suatu Perjalanan Seni

6. Bangsawan : Cerita di Berbagai Daerah

Attayaya Butang Emas on 2010-03-12

Cerita di Berbagai Daerah

Adalah beberapa cerita (jika dimainkan) yang di anggap mempunayi pengaruh magis ataupun angker dapatlah disebutkan di sini, utnuk beberapa tempat atau kawasan:
  • Di Sumatera Utara (Medan), memainkan cerita “Puteri Hijau”
  • Di Kedah, kisah “Marong Mahawangsa” (Raja Bersiung) dan “Mahsuri di Pulau Langkawi”
  • Di kepulauan Riau, cerita “Opu Lima Bersaudara” “Meriam Sumbing di Pulau Mepar” dan cerita yang lain.
  • Di Indragiri cerita “Rakit Kulim”
  • Di Siak cerita “Raja Kecil”
  • Di Dumai cerita “Puteri Tujuh”
  • Di Kalimantan (Pontianak) kisah “Pangeran Syarif Hasyim”
  • Dan masih banyak yang lainnya


More about6. Bangsawan : Cerita di Berbagai Daerah

6. Bangsawan : Pelaksanaan Cerita

Attayaya Butang Emas on 2010-03-10

Pelaksanaan

Dalam pelaksanannya, untuk memainkan cerita-cerita Melayu asli ini selalu didahului dengan upacara kenduri kecil yaitu membaca do’a selamat dengan hidangan sekadarnya. Biasanya hidangan yang dimakan bersama itu ialah “pulut kuning” yaitu nasi pulut yang dikuningkan dengan kunyit serta lauknya yang terdiri atas telur, ikan atau ayam panggang/rendang dan pisang.

Nasi pulut dalam piring atau pinggan ditindih dengan daun pisang yang sudah dipotong bundar sebesar pinggan dan di atasnya diletakkan lauknya. Setidak-tidaknya hidangan untuk kenduri kecil itu terdiri atas sepiring pulut kuning dan sesisir pisang (dengan atau tanpa lauk) yang dimakan bersama dan dibagi rata sedikit seorang, setelah do’a tolak bala selesai dibacakan.

Kenduri tolak bala yang dilaksanakan sebelum pertunjukkan itu dilakukan di atas panggung dan upacara sederhana itu tak boleh dilupakan. Adapun dasarnya ialah karena menurut kepercayaan masyarakat setempat, cerita-cerita Melayu asli yang akan mereka lakonkan di atas pentas sebentar lagi, ialah mengenai datuk-nenek para pemain itu sendiri, selain datuk-nenek juga hamper semua anggota masyarakat menonton cerita itu. Jadi, pementasan cerita-cerita yang berunsur sejarah atau yang dianggap oleh masyarakat setempat berunsur sejarah, maka dilakukanlah hal yang sedemikian itu.

Seandainya terjadi suatu kecelakaan dalam memainkan cerita-cerita jenis tadi, orang yang selalu dikesalkan ialah pimpinan permainan karena dianggap lupa melaksanakan kenduri membaca tolak bala. Seperkara pada pekerjaan ini berlaku di semua negeri-negeri Melayu.


More about6. Bangsawan : Pelaksanaan Cerita

6. Bangsawan : Cerita

Attayaya Butang Emas on 2010-03-08

-Cerita

Cerita-cerita yang dimainkan oleh wayang Parsi semuanya berasal dari India (dan Timur Tengah seperti rangkaian kisah Seribu Satu Malam dan lain-lain)
Ada catatan yang membuktikan bahwa kalau perlu seorang yang pandai mengarang membuatkan cerita untuk pertunjukkan Wayang Bangsawan ini. Karena itulah, pertunjukkan Wayang Bangsawan yang menjadi-jadi sekitar 1920-an sering membawa cerita-cerita seperti:
  • Siti Zubaedah (cerita yang sangat penting karena meninggalkan jejak yang jelas dalam seni pertunjukkan Mendu selain dari Hikayat Dewa Mendu.
  • Gul Bakawali
  • Ken Tabohan (Tambuhan)
  • Jula Juli Binatang Tujuh
  • Saiful Yazan
  • Mara Karma
  • Bidasari
  • Selindun Delima
  • Bestaman
  • Abdul Muluk ( ceritanya mengilhami seni pertunjukkan “Dul Muluk” di Sumatera Selatan.

Cerita-cerita Melayu asli yang dijadikan bahan oleh Wayang Bangsawan antara lain:
  • Hang Tuah Lima Bersaudara
  • Sultan Mahmud Mangkat Dijulang
  • Laksemana Bintan



More about6. Bangsawan : Cerita

6. Bangsawan : Pendahuluan Cerita

Attayaya Butang Emas on 2010-03-06

BANGSAWAN

Pulau Pi(e)nang, di Semenanjung Tanah Melayu dahulunya meupakan sebuah kota yang cukup banyak dihuni oleh penduduk yang berasal dari India (selatan). Ke tempat inilah pada tahun 1870-an datang suatu rombongan Wayang dari India dan cukup lama menetap di situ. Karena corak seni pertunjukkan mereka belum pernah dikenal sebelumnya oleh masyarakat setempat, perkumpulannya sangat cepat terkenal dan menjadi anutan. Penduduk menamakan kelompok kesenian itu “Wayang Indra Sabor”. Meskipun pertunjukkan dilakukan dalam bahasa India, dan banyaklah penonton yang bukan orang India tiada memahami bahasanya; tetapi hal yang sedemikian tiadalah menjadi rintangan untuk menyenanginya. Sayangnya perkumpulan di diminati banyak orang ini, akhirnya harus gulung tikar. Penyebabnya tiada diketahui dengan jelas.

Jenis-jenis pertunjukkan pentas Melayu yang pernah dicatat oleh seorang peneliti pada suatu masa dulu (Walter William Skeat, 1900). Terdiri atas:
o Lekun atau Lakun
o Mendura atan Manohra
o Makyong
o Wayang Kun
o Mek Mulong
o Bangsawan Parsi Indra Sabor
o Mendu
o Wayang Makau, dan
o Wayang Kulit



More about6. Bangsawan : Pendahuluan Cerita

5. Mendu : Jalan Cerita Mendu

Attayaya Butang Emas on 2010-03-04

JALAN CERITA MENDU

Hilang riwayat timbullah cerita


Pada zaman dahulu kala adalah sebuah kerajaan yang bernama Antarpura yang diperintahkan oleh seorang raja yang bijaksana, raja bergelar Langkedura. Rakyat seisi negeri dalam keadaan aman tentram dan berkehidupan makmur. Ini semua adalah berkat pimpinan raja yang bijaksana. Di samping itu, raja Langkedura mempunyai seorang puteri yang cantik jelita bernama Siti Mahdewi. Kecantikannya sudahlah termasyhur sampai kemana-mana negeri.

Tersebutlah pula sebuah kerajaan Antarsina yang diperintah oleh Maharaja Laksemalik. Baginda belum mempunyai seorang permaisuri. Inilah kekurangannya selain cara pemerintahannya jauh berbeda dengan raja Langkedura. Rakyat sangat takut kepada baginda karena garangnya.

Berita kecantikan puteri Siti Mahdewi sampai ke telinga raja Laksemalik. Berita ini dibawa oleh saudagar dari Yunan yang baru saja pulang berniaga di negeri Antarpura dan hendak menjadikan Siti Mahdewi sebagai permaisurinya. Utusan pinangan pun dikirim, Pahlawan yang gagah perkasa jadi utusan.

Setelah berhari-hari tibalah pahlawan utusan di negeri Antarpura langsung menyerahkan surat pinangan. Mendengar isi surat itu, Raja Langkedura tanpa berpikir panjang langsung menolaknya. Baginda menyuruh Datuk Kerani membuat surat balasan. Maka pulanglah utusan ke negerinya.

Sejak keberangkatan Pahlawan utusan, Raja Laksemalik sangat gelisah tak sabar rasanya menanti. Terbayanglah Siti Mahdewi yang cantik rupawan jadi Permaisuri idaman hatinya. Tapi apa hendak dikata, setelah utusan tiba membawa surat balasan, dunia bagaikan berubah menjadi gelap gulita, hati hancur bagaikan kaca. Rasa malu merasuk di dada. Tanpa memikirkan akibatnya, Raja Laksemalik memerintahkan hulubalang menyiapkan laskar perangnya untuk menyerang kerajaan Antarpura.

Maka terjadilah peperangan antara dua kerajaan itu. Karena angakatan perang raja Laksemalik lebih kecil dari kekuatan angkatan perang raja Langkedura jauh lebih besar, maka Laksemalik mengalami kekalahan. Seluruh angkatan perang Laksemalik mengundurkan diri. Akibat kekalahan itu raja Laksemalik berangkat ke padang percintaan memanggil sahabatnya yang sakti yaitu Pendekar Bandan. Kepadanyalah dimintai tolong. Pendekar Bandan sanggup menolong dan berjanji akan membuatkan suatu masalah. Pendekar Bandan berangkat menuju negeri Antarpura dan menunggu puteri di taman bunga.

Dari kejauhan terdengarlah tawa ria inang dan dayang berhibur diri bersama puteri. Tanpa menduga celaka akan menimpa. Tiba-tiba hari menjadi gelap gulita. Dengan ilmu sihirnya Pendekar Bandan maka berubahlah wujud diri sang puteri menjadi seekor gajah putih. Suasana gembira seketika berubah menjadi sedih. Inang serta pahlawan menjadi bingung. Akhirnya kembalilah ke istana membawa gajah putih itu. Segala kejadian diceritakan kepada raja. Hancurlah hati raja Langkedura karena puteri buntat intan gunung payungnya sudah berubah menjadi binatang. Karena tiada jalan lain, baginda memerintahkan pahlawan supaya membawa gajah putih itu ke hutan dan membunuhnya. Pahlawan menjunjung titah dan membawa gajah itu ke hutan. Akan tetapi tak sampai hatinya membunuh gajah itu, lalu ditinggalkannya saja di dalam hutan. Sambil meratap sedih tinggallah gajah putih itu di dalam hutan kesendirian.

Tersebutlah kisah dua dewa bersaudara, yaitu Dewa Mendu dan Angkaran Dewa dari kayangan dibuang ke bumi, mengembara di hutan belantara. Konon, dari cerita burung bayan dan burung cahcah, Dewa Mendu mendapat tahu tentang puteri Siti Mahdewi yang berubah menjadi gajah putih.

Pada suatu ketika bertemulah mereka dengan gajah putih yang memohon supaya Dewa Mendu sudi menolongnya. Terbitlah rasa kasihan di hati Dewa Mendu, sedangkan adiknya Angkaran Dewa melarang supaya jangan mendekati gajah putih itu, karena dikhawatirkan celaka menimpa diri. Sebaliknya Dewa Mendu tiada memperdulikan apa yang akan terjadi. Dengan suara yang lantang Dewa Mendu membangkit asal: “kalau sebenarnya aku anak mambang Dewa Kesakti, aku bernama Dewa Mendu orang bestari, ayahku bernama Semadun Dewa dan Datukku bernama Dewa Angkasa orang yang sakti. Minta diturunkan kesaktian untuk mengobat gajah putih ini! Asal sirih pulang ke gagang, asal pinang pulang ke tampuk, asal manusia kembali menjadi manusia.”

Serta merta, berubahlah wujud gajah putih itu menjadi seorang puteri yang cantik. Tercenganglah Angkaran Dewa melihati puteri itu, bergetarlah hati untuk memiliki. Kemudian puteri itu mengajak Dewa Mendu dan Angkaran Dewa menemui ayahnya.

Setibanya di istana puri maka terperanjatlah baginda melihat keadaan yang tiada dapat dipercaya itu. Maka seisi negeripun menjadi gempar dengan kejadian itu dan suasana gembira meliputi sekota negeri Antapura.

Dengan rasa syukur yang tiada terperi, diambillah keputusan oleh raja Langkedura untuk menjodohkan puteri Siti Mahdewi dengan Dewa Mendu, keramaianpun lalu diadakan untuk beberapa lama, seisi negeri bersuka ria.

Setelah selesai mengadakan upacara perkawinan selama empat puluh hari empat puluh malam, raja Langkedura bermaksud hendak barsara karena ia tahu dirinya sudah cukup tua. Akhirnya bulatlah hati, baginda mengangkat menantunya Dewa Mendu memegang tampuk pimpinan pemerintahan di dalam kerajaan Antarpura. Upacara pengangkatan Dewa Mendu dirayakan dengan tiada kurang besarnya dan resmi lah Dewa Mendu menjadi Raja Muda di kerajaan itu.

Gambaran ringkas dari cerita Hikayat Mendu di atas, berdasarkan buku Henri Chambert-Loir, Hikayat Dewa Mendu – Epopee Malayse, EFEO, Paris, 1980.



More about5. Mendu : Jalan Cerita Mendu

5. Mendu : Tokoh-tokoh

Attayaya Butang Emas on 2010-03-02

Tokoh-tokoh

Tokoh-tokoh pendukung lakon dalam seni pertunjukkan Mendu terdiri dari:

o Lang-lang buana (Datuk sekalian dewa)
o Dewa Duangsa (Ayah Dewa Mendu)
o Semadun Dewa ( Ayah Anggaran Dewa)
o Dewa Mendu ( Tokoh Utama)
o Anggaran Dewa (Adik sepupu Dewa Mendu)
o Dewa Kilan Cahaya (Anak Dewa Mendu)
o Dewa Seri Kilat (Anak Anggaran Dewa)
o Raja Langkadura (raja negeri Antapura)
o Raja Laksemalik (raja negeri Antasina)
o Raja Majusi (raja negeri Antapuri)
o Raja Bakhillani ( raja negeri Ikhwani)
o Raja Khormansyah (raja negeri Antaberanta)
o Raja Syahkubat (raja negeri Antaperman)
o Siti Mahdewi (puteri Raja Langkadura)
o Lela Mengerna (puteri Raja Majusi)
o Khairani (puteri Raja Bakhillani)
o Mayang Mengurai (puteri Raja Khormansyah)
o Siti Diawan (puteri Raja Syahkubat)
o Nenek Sejanggi (sahabat Dewa Mendu)
o Nenek Pendekar Bandan (sahabat Anggaran Dewa)
o Nenek Buta Raksasa (sahabat Raja Laksamalik)
o Nenek Bargas (sahabat Raja Laksamalik)
o Nenek Kepala Tujuh (sahabat Nenek Buta Raksasa)
o Nenek Kebayan
o Jin Tiga Serupa (abang Jin Tiga Senama)
o Jin Tiga Senama (adik Jin Tiga Serupa)
o Menteri (ada pada setiap kerajaan)
o Pahlawan (ada pada setiap kerajaan)
o Bidan (ada pada setiap kerajaan)
o Dukun (ada pada setiap kerajaan)
o Tukang Tenung, Nujum (ada pada setiap kerajaan)
o Inang (ada pada setiap kerajaan)
o Dayang-dayang (ada pada setiap kerajaan)
o Si Lamat
o Si Laba
o Si Ngongok (Mungok), dan lain-lain




More about5. Mendu : Tokoh-tokoh