6. Bangsawan : Pementasan

Attayaya Butang Emas on 2010-03-22

Pementasan

Wayang Bangsawan dipandang sebagai seni pertunjukkan yang memasuki ambang modernisasi karena banyak hal. Kata modern itu sendiri itu pada masanya dulu dikaitkan dengan western. Namun, nilai-nilai tradisional masih tetap bersebati di dalamnya.

Pertunjukkan Wayang Bangsawan bermula dengan dimainkannya sebuah lagu pembuka yang biasanya khas bagi setiap perkumpulan. Bersamaan dengan itu, layar depan pun disibak dan layar ini tak pernah ditutup sampai permainan berakhir. Artinya, setelah layar depan disibak, adegan demi adegan berjalan terus-menerus dan layar street selalu berperan sebagai penyelang. Di depan layar street inilah pemain (pemain) yang sedang melakukan perjalanan (dalam kota; kalau perjalanan dalam rimba, layar latar pun disesuaikan) bermonolog atau saling memersilahkan temannya berjalan sambil menyanyikan “Lagu Sila-Sila” atau lagu berjalan yang liriknya lebih kurang berbunyi:

A:
Sila [lah] sila berjalan pergi
Di sini tak guna lengah lagi
Sila[lah] sila berjalan pergi

B.
Sila[lah] sila berjalan pergi
Di sini tak guna lengah lagi
Sila[lah] sila berjalan pergi

A/B:
Silakan, tuan, silakan!

Setelah layar depan dibuka kadang-kadang dipertunjukkan semacam tableau yaitu gambaran suatu adegan dengan seluruh pemain dalam keadaan mematung tetap diiringi musik, yang kira-kira menggambarkan isi cerita. Bagian ini dihapus dengan menurunkan layar street. Dan, terlihatlah ruang istana. Pemain terlebih dulu memerkenalkan peran apa yang dimainkannya. Pemegang peran raja, misalnya akan mengatakan, “betalah yang bernama Raja Mirzan Syah yang bertahta di dalam negei Nizampur, dsb….”. sesudah itu sang raja kadang-kadang menyanyikan lagu yang berkisah tentang dirinya. Lalu, lakon pun berlangsung dalam akting, dialong, nyanyian, tarian, dan bagi khadam-khadam terkadang berpantomime. Baru setelah cerita berakhir, layar depan ditutup kembali. Hampir semua lagu yang ada dalam khazanah lagu Melayu dan pengaruh asing dinyanyikan dalam pertunjukkan ini, yang dipakai dalam seni pertunjukkan lainnya. Pelakon lebih banyak memanfaatkan bakat alamnya dan kaya dengan berimprovisasi.

Tentang khazanah lagu Melayu, selain dari yang dikenal dalam berbagai bentuk kesenian, juga perlu diperhatikan karangan Khalid Hitam dalam Tsamarat al-Mathuluh fi Anwar Al-Qulub (A. Samad Ahmad, 1985) yang mencatat senarai lagu-lagu dalam Nobat Kerajaan Riau-Lingga. Orkestra Diraja itu mengenal dua lagu asal yaitu:
- Lagu Iskandar Syah
- Lagu Arak-Arak
- Lagu Perang
- Lagu Palu-Palu
- Lagu Seri Istana
- Lagu Lampam
- Dan lain-lain.

Seni pertunjukkan Wayang Bangsawan yang mencapai puncak pada tahun 1920-an, kemudian berhadapan dengan suatu bentuk seni pertunjukkan yang lain, yang baru sosok dan penampilannya yaitu Tonil (dari kata toneel) yang menjadi cikal bakal sandiwara modern mara dengan pesat lebih-lebih menjelang Perang Dunia II dan pada masa dan ketika yang tepat menggantikan kedudukan Wayang Bangsawan dipentas seni pertunjukkan.