3. Menanam Tembuni

Attayaya Butang Emas on 2008-08-25

Pada zaman dahulu setelah bayi lahir, tali pusat dipotong dengan menggunakan sebilah rotan/kulit bambu yang ditajamkan (alat ini kononnya telah dibersihkan supaya tidak terjadi kepada hal-hal yang tidak diinginkan, alat ini juga digunakan untuk menyunat laki-laki yang telah mencapai usia sunat). Sedangkan tembuni dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam periuk tanah disertai dengan asam dan garam, lalu disimpan dan dijaga dengan baik. Konon, setelah tanggal pusat barulah tembuni itu ditanam. Inilah yang dikatakan :

Darah Emak menyimbah bumi,
Tembuni merabuk tanah pusaka,
Anak watan mendapat gelaran,
Kelak besar menjadi pahlawan.

Adapun tembuni disebut juga sebagai kembaran si bayi atau kakak si bayi. Untuk menanam tembuni, kononnya juga mempunyai syarat, yaitu : Setelah tembuni yang disimpan itu sampai kepada saatnya untuk ditanam, maka digalilah lubang. Lalu tembuni itu ditanam dengan di atasnya dilingkupi oleh tempurung nyiur yang berlubang, kemudian dimasukkan sepotong bambu yang kononnya sebagai rongga ataupun lubang untuk udara.

Di atas tanah diberikan dua batang lilin yang menyala atau lampu cangkok. Maksudnya adalah untuk mengusir atau mentegah hantu setan. Sebelum Tuk (Mak) Bidan kembali ke rumah, telah membacakan do’a atau mantera pada tembuni yang ditanam itu.

Gambar
Kain Lampin
Untuk pengalas tidur bayi

Kononnya, selama dalam perjalanan Tuk (Mak) Bidan itu tiada diperbolehkan untuk memalingkan mukanya ke kiri atau ke kanan apatah lagi kalau sampai ditegur ataupun disapa. Dikhawatirkan kelak si bayi akan menjadi juling atau mata picing.

Apabila Tuk (Mak) Bidan telah selesai melakukan upacara penanaman tembuni, maka selesailah acara tersebut. Bubur pusat yang telah diperbuat itu bolehlah dimakan oleh semua yang hadir. Terkadang diakhiri pula dengan makan bersama yang disertai dengan pembacaan do’a selamat.

Adapun pengertian yang diberikan kepada lambang yang terkandung dalam unsur upacara tanggal pusat itu, yaitu :
  1. Bubur pusat yang berwarna merah-putih berati suci dan ikhlas (disebut merah sebenarnya karena menggunakan gula merah yang warna sebenarnya adalah coklat).
  2. Bubur yang berasa asin (lemak) supaya dapat menghadapi kehidupan ini dengan tabah didalam kesukaan dan kedukaan. Mengajak anak-anak mengecap dan mencicipi bubur pusat itu dan membagikan uang, maksudnya supaya kelak si anak/bayi menjadi murah hati.
  3. Lilin yang dinyalakan ketika menanam tembuni mempunyai maksud untuk menghalau jin yang akan mengganggu tembuni. Jika tembuni terganggu, si bayi di rumah juga terganggu.
  4. Tuk (Mak) Bidang yang pulang setelah menanam tembuni tidak boleh melihat ke kanan atau ke kiri, bermaksud supaya mata si anak/bayi kelak tidak menjadi juling.