6. Bangsawan : Suatu Perjalanan Seni

Attayaya Butang Emas on 2010-03-14

Perjalanan Seni

Seorang penulis, Ch. E. P. Van Kerchkhoff, pada 1886 menyatakan dalam sebuah tulisan berkala pada masa itu bahwa karya-karya sastra Melayu sering diangkat ke atas pentas seni pertunjukkan, antara lain mencatat, ada enam buah syair dan dua buah hikayat yang telah dimainkan dalam bentuk drama. (Lihat Nafron Hasjim, 1981 / 1982).

Khusus mengenai perjalanan seni pertunjukkan Wayang Bangsawan, dahulunya di Kepulauan Riau asa beberapa cerita yang diangkat dari cerita Syair dalam lakonan bangsawan (sekitar abad ke-19), paling tidaknya dijadikan ilham atau bahan cerita, yaitu:
  • Syair Menyambut Sultan Bintan, awal abad ke-19 (N.N)
  • Syair Siti Zuwaiyah, circa 1820 (Tuan Bilal Abu).
  • Syair Haris, circa 1830 (Tuan Bilal Abu).
  • Syair Sultan Yahya, 1840 (Daeng Wuh).
  • Syair Perang Johor, 1844 (N.N)
  • Syair Abdul Muluk, 1849 (Raja Ali Haji/Shalihat)
  • Syair Madi, 1849 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Kumbang Mengindera, 1850 (Raja Safiah).
  • Syair Sultan Mahmud di Lingga, 1857 (Encik Kamariah).
  • Syair Kahar Mahsyur, 1858 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Syarkam, 1858 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Encik Dosanan, 1858 (Yamtuan Abdullah).
  • Syair Saudagar Bodoh, (1861 Raja Kalsum).
  • Syair Hikayat Raja Damsyik, 1864 (Haji Ibrahim).
  • Syair Hikayat Tukang Kayu yang Bijaksana dengan Tukang Emas yang Durjana, 1894 (Haji Abdul Rahim).
  • Syair Kisah Keling dengan Ba’yah dan Rahimah, 1894 (Haji Abdul Karim).
  • Syair Pahlawan Farhad, tanpa tahun (Abu Muhammad Adnan).
  • Ghayat Al-Muna, tanpa tahun (Abu Muhammad Adnan).
  • Syair Seribu Satu Hari, cetak 1918 (Abu Muhammad Adnan).
  • Syair Syahinsah, cetak 1922 (Abu Muhammad Adnan).
  • Syair Khadamuddin, cetak 1926 (Aisyah Sulaiman).
  • Dan lain-lain.



More about6. Bangsawan : Suatu Perjalanan Seni

6. Bangsawan : Cerita di Berbagai Daerah

Attayaya Butang Emas on 2010-03-12

Cerita di Berbagai Daerah

Adalah beberapa cerita (jika dimainkan) yang di anggap mempunayi pengaruh magis ataupun angker dapatlah disebutkan di sini, utnuk beberapa tempat atau kawasan:
  • Di Sumatera Utara (Medan), memainkan cerita “Puteri Hijau”
  • Di Kedah, kisah “Marong Mahawangsa” (Raja Bersiung) dan “Mahsuri di Pulau Langkawi”
  • Di kepulauan Riau, cerita “Opu Lima Bersaudara” “Meriam Sumbing di Pulau Mepar” dan cerita yang lain.
  • Di Indragiri cerita “Rakit Kulim”
  • Di Siak cerita “Raja Kecil”
  • Di Dumai cerita “Puteri Tujuh”
  • Di Kalimantan (Pontianak) kisah “Pangeran Syarif Hasyim”
  • Dan masih banyak yang lainnya


More about6. Bangsawan : Cerita di Berbagai Daerah

6. Bangsawan : Pelaksanaan Cerita

Attayaya Butang Emas on 2010-03-10

Pelaksanaan

Dalam pelaksanannya, untuk memainkan cerita-cerita Melayu asli ini selalu didahului dengan upacara kenduri kecil yaitu membaca do’a selamat dengan hidangan sekadarnya. Biasanya hidangan yang dimakan bersama itu ialah “pulut kuning” yaitu nasi pulut yang dikuningkan dengan kunyit serta lauknya yang terdiri atas telur, ikan atau ayam panggang/rendang dan pisang.

Nasi pulut dalam piring atau pinggan ditindih dengan daun pisang yang sudah dipotong bundar sebesar pinggan dan di atasnya diletakkan lauknya. Setidak-tidaknya hidangan untuk kenduri kecil itu terdiri atas sepiring pulut kuning dan sesisir pisang (dengan atau tanpa lauk) yang dimakan bersama dan dibagi rata sedikit seorang, setelah do’a tolak bala selesai dibacakan.

Kenduri tolak bala yang dilaksanakan sebelum pertunjukkan itu dilakukan di atas panggung dan upacara sederhana itu tak boleh dilupakan. Adapun dasarnya ialah karena menurut kepercayaan masyarakat setempat, cerita-cerita Melayu asli yang akan mereka lakonkan di atas pentas sebentar lagi, ialah mengenai datuk-nenek para pemain itu sendiri, selain datuk-nenek juga hamper semua anggota masyarakat menonton cerita itu. Jadi, pementasan cerita-cerita yang berunsur sejarah atau yang dianggap oleh masyarakat setempat berunsur sejarah, maka dilakukanlah hal yang sedemikian itu.

Seandainya terjadi suatu kecelakaan dalam memainkan cerita-cerita jenis tadi, orang yang selalu dikesalkan ialah pimpinan permainan karena dianggap lupa melaksanakan kenduri membaca tolak bala. Seperkara pada pekerjaan ini berlaku di semua negeri-negeri Melayu.


More about6. Bangsawan : Pelaksanaan Cerita

6. Bangsawan : Cerita

Attayaya Butang Emas on 2010-03-08

-Cerita

Cerita-cerita yang dimainkan oleh wayang Parsi semuanya berasal dari India (dan Timur Tengah seperti rangkaian kisah Seribu Satu Malam dan lain-lain)
Ada catatan yang membuktikan bahwa kalau perlu seorang yang pandai mengarang membuatkan cerita untuk pertunjukkan Wayang Bangsawan ini. Karena itulah, pertunjukkan Wayang Bangsawan yang menjadi-jadi sekitar 1920-an sering membawa cerita-cerita seperti:
  • Siti Zubaedah (cerita yang sangat penting karena meninggalkan jejak yang jelas dalam seni pertunjukkan Mendu selain dari Hikayat Dewa Mendu.
  • Gul Bakawali
  • Ken Tabohan (Tambuhan)
  • Jula Juli Binatang Tujuh
  • Saiful Yazan
  • Mara Karma
  • Bidasari
  • Selindun Delima
  • Bestaman
  • Abdul Muluk ( ceritanya mengilhami seni pertunjukkan “Dul Muluk” di Sumatera Selatan.

Cerita-cerita Melayu asli yang dijadikan bahan oleh Wayang Bangsawan antara lain:
  • Hang Tuah Lima Bersaudara
  • Sultan Mahmud Mangkat Dijulang
  • Laksemana Bintan



More about6. Bangsawan : Cerita

6. Bangsawan : Pendahuluan Cerita

Attayaya Butang Emas on 2010-03-06

BANGSAWAN

Pulau Pi(e)nang, di Semenanjung Tanah Melayu dahulunya meupakan sebuah kota yang cukup banyak dihuni oleh penduduk yang berasal dari India (selatan). Ke tempat inilah pada tahun 1870-an datang suatu rombongan Wayang dari India dan cukup lama menetap di situ. Karena corak seni pertunjukkan mereka belum pernah dikenal sebelumnya oleh masyarakat setempat, perkumpulannya sangat cepat terkenal dan menjadi anutan. Penduduk menamakan kelompok kesenian itu “Wayang Indra Sabor”. Meskipun pertunjukkan dilakukan dalam bahasa India, dan banyaklah penonton yang bukan orang India tiada memahami bahasanya; tetapi hal yang sedemikian tiadalah menjadi rintangan untuk menyenanginya. Sayangnya perkumpulan di diminati banyak orang ini, akhirnya harus gulung tikar. Penyebabnya tiada diketahui dengan jelas.

Jenis-jenis pertunjukkan pentas Melayu yang pernah dicatat oleh seorang peneliti pada suatu masa dulu (Walter William Skeat, 1900). Terdiri atas:
o Lekun atau Lakun
o Mendura atan Manohra
o Makyong
o Wayang Kun
o Mek Mulong
o Bangsawan Parsi Indra Sabor
o Mendu
o Wayang Makau, dan
o Wayang Kulit



More about6. Bangsawan : Pendahuluan Cerita

5. Mendu : Jalan Cerita Mendu

Attayaya Butang Emas on 2010-03-04

JALAN CERITA MENDU

Hilang riwayat timbullah cerita


Pada zaman dahulu kala adalah sebuah kerajaan yang bernama Antarpura yang diperintahkan oleh seorang raja yang bijaksana, raja bergelar Langkedura. Rakyat seisi negeri dalam keadaan aman tentram dan berkehidupan makmur. Ini semua adalah berkat pimpinan raja yang bijaksana. Di samping itu, raja Langkedura mempunyai seorang puteri yang cantik jelita bernama Siti Mahdewi. Kecantikannya sudahlah termasyhur sampai kemana-mana negeri.

Tersebutlah pula sebuah kerajaan Antarsina yang diperintah oleh Maharaja Laksemalik. Baginda belum mempunyai seorang permaisuri. Inilah kekurangannya selain cara pemerintahannya jauh berbeda dengan raja Langkedura. Rakyat sangat takut kepada baginda karena garangnya.

Berita kecantikan puteri Siti Mahdewi sampai ke telinga raja Laksemalik. Berita ini dibawa oleh saudagar dari Yunan yang baru saja pulang berniaga di negeri Antarpura dan hendak menjadikan Siti Mahdewi sebagai permaisurinya. Utusan pinangan pun dikirim, Pahlawan yang gagah perkasa jadi utusan.

Setelah berhari-hari tibalah pahlawan utusan di negeri Antarpura langsung menyerahkan surat pinangan. Mendengar isi surat itu, Raja Langkedura tanpa berpikir panjang langsung menolaknya. Baginda menyuruh Datuk Kerani membuat surat balasan. Maka pulanglah utusan ke negerinya.

Sejak keberangkatan Pahlawan utusan, Raja Laksemalik sangat gelisah tak sabar rasanya menanti. Terbayanglah Siti Mahdewi yang cantik rupawan jadi Permaisuri idaman hatinya. Tapi apa hendak dikata, setelah utusan tiba membawa surat balasan, dunia bagaikan berubah menjadi gelap gulita, hati hancur bagaikan kaca. Rasa malu merasuk di dada. Tanpa memikirkan akibatnya, Raja Laksemalik memerintahkan hulubalang menyiapkan laskar perangnya untuk menyerang kerajaan Antarpura.

Maka terjadilah peperangan antara dua kerajaan itu. Karena angakatan perang raja Laksemalik lebih kecil dari kekuatan angkatan perang raja Langkedura jauh lebih besar, maka Laksemalik mengalami kekalahan. Seluruh angkatan perang Laksemalik mengundurkan diri. Akibat kekalahan itu raja Laksemalik berangkat ke padang percintaan memanggil sahabatnya yang sakti yaitu Pendekar Bandan. Kepadanyalah dimintai tolong. Pendekar Bandan sanggup menolong dan berjanji akan membuatkan suatu masalah. Pendekar Bandan berangkat menuju negeri Antarpura dan menunggu puteri di taman bunga.

Dari kejauhan terdengarlah tawa ria inang dan dayang berhibur diri bersama puteri. Tanpa menduga celaka akan menimpa. Tiba-tiba hari menjadi gelap gulita. Dengan ilmu sihirnya Pendekar Bandan maka berubahlah wujud diri sang puteri menjadi seekor gajah putih. Suasana gembira seketika berubah menjadi sedih. Inang serta pahlawan menjadi bingung. Akhirnya kembalilah ke istana membawa gajah putih itu. Segala kejadian diceritakan kepada raja. Hancurlah hati raja Langkedura karena puteri buntat intan gunung payungnya sudah berubah menjadi binatang. Karena tiada jalan lain, baginda memerintahkan pahlawan supaya membawa gajah putih itu ke hutan dan membunuhnya. Pahlawan menjunjung titah dan membawa gajah itu ke hutan. Akan tetapi tak sampai hatinya membunuh gajah itu, lalu ditinggalkannya saja di dalam hutan. Sambil meratap sedih tinggallah gajah putih itu di dalam hutan kesendirian.

Tersebutlah kisah dua dewa bersaudara, yaitu Dewa Mendu dan Angkaran Dewa dari kayangan dibuang ke bumi, mengembara di hutan belantara. Konon, dari cerita burung bayan dan burung cahcah, Dewa Mendu mendapat tahu tentang puteri Siti Mahdewi yang berubah menjadi gajah putih.

Pada suatu ketika bertemulah mereka dengan gajah putih yang memohon supaya Dewa Mendu sudi menolongnya. Terbitlah rasa kasihan di hati Dewa Mendu, sedangkan adiknya Angkaran Dewa melarang supaya jangan mendekati gajah putih itu, karena dikhawatirkan celaka menimpa diri. Sebaliknya Dewa Mendu tiada memperdulikan apa yang akan terjadi. Dengan suara yang lantang Dewa Mendu membangkit asal: “kalau sebenarnya aku anak mambang Dewa Kesakti, aku bernama Dewa Mendu orang bestari, ayahku bernama Semadun Dewa dan Datukku bernama Dewa Angkasa orang yang sakti. Minta diturunkan kesaktian untuk mengobat gajah putih ini! Asal sirih pulang ke gagang, asal pinang pulang ke tampuk, asal manusia kembali menjadi manusia.”

Serta merta, berubahlah wujud gajah putih itu menjadi seorang puteri yang cantik. Tercenganglah Angkaran Dewa melihati puteri itu, bergetarlah hati untuk memiliki. Kemudian puteri itu mengajak Dewa Mendu dan Angkaran Dewa menemui ayahnya.

Setibanya di istana puri maka terperanjatlah baginda melihat keadaan yang tiada dapat dipercaya itu. Maka seisi negeripun menjadi gempar dengan kejadian itu dan suasana gembira meliputi sekota negeri Antapura.

Dengan rasa syukur yang tiada terperi, diambillah keputusan oleh raja Langkedura untuk menjodohkan puteri Siti Mahdewi dengan Dewa Mendu, keramaianpun lalu diadakan untuk beberapa lama, seisi negeri bersuka ria.

Setelah selesai mengadakan upacara perkawinan selama empat puluh hari empat puluh malam, raja Langkedura bermaksud hendak barsara karena ia tahu dirinya sudah cukup tua. Akhirnya bulatlah hati, baginda mengangkat menantunya Dewa Mendu memegang tampuk pimpinan pemerintahan di dalam kerajaan Antarpura. Upacara pengangkatan Dewa Mendu dirayakan dengan tiada kurang besarnya dan resmi lah Dewa Mendu menjadi Raja Muda di kerajaan itu.

Gambaran ringkas dari cerita Hikayat Mendu di atas, berdasarkan buku Henri Chambert-Loir, Hikayat Dewa Mendu – Epopee Malayse, EFEO, Paris, 1980.



More about5. Mendu : Jalan Cerita Mendu

5. Mendu : Tokoh-tokoh

Attayaya Butang Emas on 2010-03-02

Tokoh-tokoh

Tokoh-tokoh pendukung lakon dalam seni pertunjukkan Mendu terdiri dari:

o Lang-lang buana (Datuk sekalian dewa)
o Dewa Duangsa (Ayah Dewa Mendu)
o Semadun Dewa ( Ayah Anggaran Dewa)
o Dewa Mendu ( Tokoh Utama)
o Anggaran Dewa (Adik sepupu Dewa Mendu)
o Dewa Kilan Cahaya (Anak Dewa Mendu)
o Dewa Seri Kilat (Anak Anggaran Dewa)
o Raja Langkadura (raja negeri Antapura)
o Raja Laksemalik (raja negeri Antasina)
o Raja Majusi (raja negeri Antapuri)
o Raja Bakhillani ( raja negeri Ikhwani)
o Raja Khormansyah (raja negeri Antaberanta)
o Raja Syahkubat (raja negeri Antaperman)
o Siti Mahdewi (puteri Raja Langkadura)
o Lela Mengerna (puteri Raja Majusi)
o Khairani (puteri Raja Bakhillani)
o Mayang Mengurai (puteri Raja Khormansyah)
o Siti Diawan (puteri Raja Syahkubat)
o Nenek Sejanggi (sahabat Dewa Mendu)
o Nenek Pendekar Bandan (sahabat Anggaran Dewa)
o Nenek Buta Raksasa (sahabat Raja Laksamalik)
o Nenek Bargas (sahabat Raja Laksamalik)
o Nenek Kepala Tujuh (sahabat Nenek Buta Raksasa)
o Nenek Kebayan
o Jin Tiga Serupa (abang Jin Tiga Senama)
o Jin Tiga Senama (adik Jin Tiga Serupa)
o Menteri (ada pada setiap kerajaan)
o Pahlawan (ada pada setiap kerajaan)
o Bidan (ada pada setiap kerajaan)
o Dukun (ada pada setiap kerajaan)
o Tukang Tenung, Nujum (ada pada setiap kerajaan)
o Inang (ada pada setiap kerajaan)
o Dayang-dayang (ada pada setiap kerajaan)
o Si Lamat
o Si Laba
o Si Ngongok (Mungok), dan lain-lain




More about5. Mendu : Tokoh-tokoh