2. Masa Persalinan

Attayaya Butang Emas on 2008-08-10

Inilah salah satu peristiwa yang luar biasa, sesuatu hal yang menunjukan kebesaran Allah SWT. Yang telah menjadi kehendak-Nya Yang Rahman dan Rahim. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: “Tiadalah sepatutnya Tuhan mengambil anak, Maha Suci Dia, apabila dia memutuskan suatu urusan hanyalah Dia berkata ; Jadilah lalu jadi.” (Surah Maryam – ayat 35)
Setelah genap bilangan bulan dan hariannya, selama kurang lebih sembilan purnama, lazimnya disebutkan kepada “Sembilan Bulan Sembilan (separuh) Hari” bayi tumbuh di dalam rahim sang bunda. Sekarang tibalah saatnya manusia baru itu untuk melangkah ke dunianya yang baru pula.
Tempat melahirkan biasanya dipakai ruang tengah, kerana ruang tengah lebih lapang dari pada ruang bilik. Ruangan yang lapang sangat diperlukan sebagai tempat melahirkan kerana untuk lebih mudah meletakkan berbagai perlengkapan.
Kononnya, ada pula kepercayaan orang-orang tua dahulu kala, ada hantu atau setan yang suka datang pada masa perempuan bersalin kerena hendak memakan darah perempuan itu, oleh sebab itu kepercayaan yang demikian itu maka “jadi teradat pada masa itu” untuk menggantungkan di bawah rumah secekak daun mengkuang yang berduri untuk menjadi penghalang atau mencegah hantu itu daripada menghampiri. Gantungan daun mengkuang berduri itu diletakkan betul-betul pada sebelah bawah tempat perempuan yang baru bersalin itu tidur. Kemudian ada pula yang melakukan sesuatu pekerjaan di depan pintu bilik atau rumah tempat orang beranak itu dicalit-pangkah dengan kapur yang disertai dengan jampi-serapahnya. Kemudiannya ada pula yang melakukan kerja seperti berikut, yaitu beberapa hari sebelum saat melahirkan tiba, tepat di bawah rumah tempat melahirkan itu diletakkan beberapa benda seperti:
- Sebutir nyiur (kelapa) tua,
- Sebuah patil (alat yang dipakai untuk memperhalus papan)
- Sebatang pokok pandan berduri,
- Sebatang pokok mali-mali berduri,

Adapun cara meletakkan benda-benda tersebut ialah, patil ditancapkan pada buah nyiur, kemudian diletakkan di bawah rumah tempat melahirkan. Pokok pandan berduri diletakkan di samping buah nyiur. Pokok mali-mali berduri di potong pendek-pendek kemudian diselipkan di bawah papan tempat melahirkan. Kononnya benda-benda tersebut sebagai penangkal untuk menghalau sejenis hantu penghisap darah orang sedang melahirkan yang dikenal dengan nama hantu penanggal. Apabila hantu penanggal itu sampai dapat menghisap darah orang perempuan yang tengah bersalin, maka perempuan itu akan tumpah darah dan kemungkinan akan meninggal kerana kehabisan darah.
Selain kelengkapan yang diletakkan dibawah rumah tempat melahirkan itu, hendaklah dipersiapkan pula kelengkapan lainnya pada saat bersalin, yaitu antar lain:
- satu baskom air panas suam kuku
- sabun mandi bayi (zat untuk membersihkan)
- sepotong rotan atau bambu yang telah ditajamkan
- obat untuk pusat

Catatan, obat untuk pusat. Bahan-bahannya:
- daun sirih
- kulit durian kering
- arang para
- beberapa butir bawang merah

Cara membuatnya:
Daun sirih dilumatkan, kulit durian kering dibakar sampai hangus kemudian digiling sampai halus. Arang para dihaluskan, bawang merah dilumatkan. Kemudian dicampur menjadi satu.

Selain itu juga dipersiapkan kelengkapan lainnya yang dipergunakan setelah melahirkan, yaitu:
- Beberapa ulas cekur (kencur)
- Sepotong kayu sepang
- Air madu
- Periuk tanah
- Beberapa keping uang logam
- Sedikit asam-garam
- Sedikit minyak nyiur
- Dan sepotong kunyit

Sedangkan untuk menyambut si bayi dipersiapkan pula kelengkapan untuk tempat tidurnya seperti:
- Sebuah talam terbuat dari tembaga
- kain sarung sebanyak tujuh lembar
- uang logam (dulu pakia uang logam Inggeris 44 sen)
- beras secukupnya (ada juga yang menggunakan kacang hijau)

Beras yang diletakkan di dalam talam dengan rata, kemudian diletakkan uang logam secara tersebar. Setelah itu dialas pula dengan kain yang tujuh helai itu. Lalu diletakkan bantal dan guling kecil dua buah. Inilah tempat tidur bayi sampai berusia 44 hari.
Setelah kelengkapan untuk menyambut bayi dipersiapkan, kita berikan tumpuan kepada kelengkapan si emak, yang dipergunakan setelah bersalin, yaitu:
- gelang emas
- sehelai kain
- sebuah kemiri
- sebatang kayu
- sedikit beras
- sekapur sirih (yang telah dijampi)
- seutas tali yang dibuat dari kulit pohon terap
- sebuah batu giling
- bantal dan kasur

Sedangkan untuk katil atau tempat tidur, dipersiapkan sedemikian rupa, di antaranya dipersiapkan bantal yang disusun agak tinggi yang dapat dipergunakan untuk sandaran (setelah melahirkan).
Sebelum melahirkan, tali yang terbuat dari kulit pohon terap itu diikatkan di langit-langit bilik yang sekira-kiranya di atas katil atau tempat tidur itu dapat terjangkau oleh si emak yang sekiranya hendak bangkit ataupun bangun (setelah melahirkan). Begitupun halnya dengan batu giling di letakkan sekira di ujung kaki ketika berbaring yang gunanya sebagai landasan kaki ketika hendak bangun (setelah melahirkan). Sedangkan perlengkapan yang lain seperti sekapur sirih, buah kemiri, beras, gelang emas, dan paku tadi dibungkus dengan kain lalu diikatkan tergantung pada tali terap yang telah tersedia. Perbuatan yang sedemikian kononnya sebagai penangkal atau penghalau hantu ataupun mahluk halus yang suka mengganggu ketika seseorang melahirkan.
Kemudiannya sekira saat hendak bersalin, terkadang sang calon emak juga telah mengeluarkan tanda-tanda bersalin yaitu terasa sakit pada perutnya dan juga pada pinggangnya hinggalah kebawah perut yang kerap pula diikuti dengan cairan yang keluar (air ketuban yang pecah). Pada saat telah sampai pada tanda hendak bersalin, sudah patutlah menjemput Tuk Bidan atau Mak Bidan untuk membantu persalinan. Kemudian orang-orang ataupun ahli keluarga yang berada dirumah tempat perempuan yang akan bersalin, hendaklah bertenang tetapi tetap bersiaga untuk memberikan bantuan termasuk menyiapkan air hangat yang dipergunakan untuk memandikan si bayi, kelak.
Menurut adat resam, ada dua orang yang menjadi Tuk (Mak) Bidan dalam membantu persalinan. Yaitu Tuk (Mak) Bidan bagian atas yang bertugas membersihkan badan sang emak. Sedangkan Tuk (Mak) Bidan bagian bawah berfungsi menyambut bayi dengan air hangat (suam kuku), selain itu juga membersihkan tembuni.

More about2. Masa Persalinan

1.c. Pantang Larang Untuk Suami Yang Istrinya Sedang Hamil

Attayaya Butang Emas on 2008-08-09

  • Tiadalah diperbolehkan seorang suami ketika istrinya sedang hamil untuk melakukan perbuatan mengikat-ngikat tali dengan simpul mati. Dikhawatirkan akan sukarlah bagi istrinya ketika melahirkan.
  • Sebaiknya tiadalah melakukan kerja-kerja yang jarang-jarang diperbuat, seperti umpamanya pergi berburu atau kerja memancing (kecuali memang sudah pekerjaannya), dikhawatirkan si anak ketika lahir akan cacat.
  • Konon, tiadalah pula diperkenankan membunuh sembarangan kepada hewan tertentu, kerana akan mendatangkan petaka kepada si anak ketika lahir nanti, mungkin akan mendatangkan kematian.
  • Tiada diperkenankan mencacak pagar atau tiang rumah yang sifatnya menetap, bersebab akan mendatangkan kesukaran ketika istrinya melahirkan
  • Kemudian daripada itu menurut petuah yang tua-tua, sewaktu hamil sudah menjejak tiga bulan dilarang berjalan keluar rumah sewaktu maghrib kerana akan mengakibatkan kelak anak dilahirkan menangis di waktu malam.

Adapun kepada pantang larang ini, untuk sesebahagian orang tiadalah mengindahkannya. Sebab baginya tiada perbuatan yang serupa itu masuk kepada akal pikirannya. Apatah lagi kepada orang-orang yang berpikiran modern. Tetapi tiadalah pula kita dapat menyalahkannya, semua memang terletak kepada keyakinan setiap orangnya. Dan kesemuanya itu kita pulangkan kepada Allah SWT.

More about1.c. Pantang Larang Untuk Suami Yang Istrinya Sedang Hamil

1.b. Pantangan Larangan Bagi Perempuan Hamil

Attayaya Butang Emas on 2008-08-08

Maka diperbicarakan orang didalam masa-masa kehamilan ini adalah pantangan dan larangan yang diindahkan, kerana tiada boleh hendak diperkecilkan-kecilkan. Bersebab pantang larang yang diperingatkan oleh orang-orang tua, bukanlah tiada mempunyai sebab musabab, tentulah ianya tersabit kepada pengalaman turun temurun.
Oleh sebab itu, dalam kaitan ini hendaklah juga diberikan kepada beberapa contoh pantang larang ketika masa kehamilan bagi calon emak maupun juga kepada suami atau calon ayah.
Pantang larang itu diantaranya sebagai yang ternukil berikut ini bagi perempuan yang sedang hamil:
  • Tiadalah konon diperkenankan untuk melalui atau melewati tempat menyidai pakaian atau penjemur kain, dikhawatirkan anaknya lahir dalam keadaan melintang.
  • Tiadalah diperkenankan untuk membelah ikan dibagian kepala, terutama jika ikan itu besar, takut kelak anak yang dilahirkan menjadi cacat atau sumbing bibirnya.
  • Tiada diperbolehkan membelah puntung kayu, dikhawatirkan anaknya kelak cacat.
  • Tidak boleh mencacak pagar, ditakutkan akan susah ketika melahirkan.
  • Janganlah mengikat tali, rotan atau akar, dipercayai akan sukarlah ketika melahirkan.
  • Tiadalah dibenarkan seseorang itu melewati atau melintas di belakang kepada perempuan hamil yang sedang duduk, takut nyeman atau menyerupai orang yang lalu dibelakang. Kalau ingin lewat di belakangnya hendaklah diberitahu dahulu.
  • Tiadalah pula elok melilit kain sesuatu dileher, ditakutkan kelak si anak akan terlilit tali pusat ketika lahir.
  • Kemudiannya bagi perempuan hamil tiadalah elok untuk memperkatakan keburukan ataupun kecacatan seseorang, sebab akan dikhawatirkan kelak anaknya lahir menyerupai kepada orang yang dicelanya. Tetapi jika ianya terlepas kata sebaiknya meminta ampun kepada Allah dengan cara beristighfar.
  • Sebaiknya kepada wanita yang sedang hamil, dipersenang-senangkan hatinya.


More about1.b. Pantangan Larangan Bagi Perempuan Hamil

1.a. Tujuh Purnama Kehamilan

Attayaya Butang Emas on 2008-08-05

Adapun adat resam atau peraturan dalam perkara beranak atau bersalin yang dijalankan orang Melayu pada dahulunya, disini hendak dinyatakan cara-caranya dengan ringkas saja. Di antaranya ada yang disebut dengan ”Lenggang atau Kirim Perut”. Perkataan ”Lenggang Perut” itu ialah mengikuti seperti yang telah difahamkan, ialah suatu adat yang dijalankan ke atas seseorang istri yang telah genap tujuh bulan atau tujuh purnama masa kehamilan atau mengandung, maka pada masa itulah dipanggil bidan kerana memeriksa dan menentukan isteri yang hamil itu betul tidaknya genap tujuh bulan atau tujuh purnama.
Adapun kelengkapan yang mustahak disiapkan kerana acara melenggang perut ini biasanya, adalah seperti sebagai berikut:
- Tujuh helai kain (kalau dapat tujuh warna yang berlainan satu dengan yang lainnya)
- Segantang beras
- Sebutik (sebiji) nyiur atau kelapa
- Beberapan urat benang mentah
- Sebatang damar (lilin lebah)
- Sedikit minyak kelapa atau minyak urut
- Sedikit lilin
- Satu tempat sirih atau tepak yang cukup lengkap isinya
- Pengkeras uang sebanyak lima suku di dalam tepak itu

Setelah sedia segala barang itu dan Tuk (Mak) Bidan telah datang maka mulailah melakukan sebarang pekerjaannya mengikuti adat resam orang melenggang perut, yaitu:
Mula-mula Tuk (Mak) Bidan membentangkan ketujuh-tujuh helai kain yang tujuh warna itu melintang sehelai di atas sehelai, dan di atas lapisan kain-kain inilah dibaringkan isteri yang hamil itu. Kemudian dengan minyak nyiur (nio) atau minyak urut itu diurutnya perlahan-perlahan akan perut itu kadar tiada lama atau hanya sebentar saja. Kemudian diambil pula nyiur yang sudah dikupas lalu diguling-gulingkan perlahan-lahan diatas perut dari atas ke bawah sebanyak tujuh kali dan pada kali ketujuh itu digulingkannya kelapa itu serta dilepas dan dibiarkan kelapa itu bergolek dari perut itu jatuh walau kemana-manapun sambil diperhatikan oleh Tuk (mak) Bidan itu bagaimana kedudukan muka atau mata nyiur itu. Setelah berhenti ia dari goleknya, menghala keatas atau kebawah. Demikian konon alamatnya, sesuatu kepercayaan orang-orang tua dahulu.
Setelah itu maka Tuk (Mak) Bidan itupun memegang dengan sebelah tangannya satu ujung kain yang diatas sekali dan dengan satu tangannya yang sebelah lagi dipegangnya ujung lainnya dari pada kain itu juga. Kemudian diangkatnya lagi sedikit sambil dilenggang-lenggangkannya badan perempuan hamil tujuh bulan hanya dengan seketika (mungkin dari sinilah terbitnya panggilan ”Lenggang Perut”), kemudian ditariknya kain itu keluar dari bawah badan perempuan hamil tujuh bulan itu. Demikianlah dilakukannya sehelai demi sehelai kain-kian itu sehingga habis ketujuh-tujuh helai. Dan kain di bawah sekali itu diberi kepada Tuk (Mak) Bidan itu bersama-sama nyiur, beras, damar, sirih pinang beserta uang pengkeras lima suku di dalam tempat sirih itu.
Pada saat hari melenggang perut itu biasanya diadakan kenduri sedikit di antara orang-orang tua dan anak-keturunan serta kaum keluarga yang dijemput khas. Pada masa kenduri itu biasanya si isteri yang berlenggang perut itu dipakaikan pakaian yang baru dan indah-indah belaka.

More about1.a. Tujuh Purnama Kehamilan

1. Kehamilan

Attayaya Butang Emas on 2008-08-04

Siapapun orang tuanya, tentulah sangat berharap dan meminta kepada Tuhan supaya mendapatkan anak ataupun zuriat yang baik, yang taat kepada agama, berbakti kepada kedua orang tuanya serta berguna bagi bangsa dan negara.
Maka supaya mendapatkan anak yang baik sebagaimana yang dicita-citakan, ketika anak masih dalam kandungan ibunya, ianya telah dijaga, dipelihara, dijauhkan dari segala sesuatu yang mungkin akan mendatangkan hal-hal yang tidak diinginkan, termasuklah supaya jangan diganggu oleh makhluk-makhluk halus. Terkadang penyakit itu baik badan maupun kepada rasa dan jiwanya, juga boleh disebabkan oleh gangguan roh-roh halus*), terutama kepada orang perempuan yang sedang hamil, apatah lagi hamil sulung.

Hatta dengan keizinan dari Allah SWT. Setelah sepasang suami istri menyatu dalam kehidupan berumah tangga, maka sang istripun hamil. Suatu peristiwa yang luar biasa dan membahagiakan bagi seorang perempuan. Pada saat inilah seorang perempuan merasa dirinya sangat sempurna. Ia menikah, kemudian dia dapat hamil dan insya Allah akan melahirkan dengan selamat, sehat wal-afiat emak dan si bayi.
Menurut kodrat, inilah peristiwa yang tiada akan pernah dialami, dirasakan dan dilalui oleh seorang lelaki. Inilah mukjizat bagi seorang perempuan. Bukan saja bahwa seorang perempuan dengan kehamilannya sampai saat melahirkan akan mendapatkan sesuatu gelaran baru, yaitu menjadi seorang ibu atau emak. Tetapi juga kepada sesuatu perasaan yang aneh dan tersangatlah indahnya sehinggakan tiada terlukis dengan kata-kata. Perasaan kecemasan karena telah terlambat datang bulan, atau menstruasi atau kita biasa menyebutnya dengan istilah halangan. Perasaan itu sangat mencemaskan tetapi aneh, ianya sangat diinginkan, kerena keterlambatan halangan itu, boleh jadi sebagai tanda-tanda kehamilan. Apatah lagi jika memasuki sepurnama–dua dan tersangatlah suka pada makan yang berasa asam, lazimnya diperkatakan orang sebagai masa “mengidam”.**)
Masa-masa mengidam bagi seorang perempuan yang tengah hamil, tiadalah pula sama antara satu dengan yang lainnya. Adakalanya perasaan mengidam itu ketika memasuki bulan-bulan pertama hingga kehamilan berusia tiga purnama, bahkan adakala memasuki sampai mendekati masa kelahiran. Selain dari pada itu, tanda-tanda kehamilan bagi seorang istri, terkadang juga dialami oleh sang suami, seperti umpamanya sebagaimana yang juga dirasakan sang istri, apakah itu menyukai makanan yang berasa asam atau terkadang merasa mual ingin muntah. Seperkara tegang mengidam ini hendaklah jangan diperkecil-kecilkan, walaupun terkadang ianya sangat sederhana. Tetapi kadang dapat pula menjadi pikiran dan memeningkan. Sebab mengidam ini bukan hanya sekedar ingin mencicipi atau mencium sesuatu jenis makanan atau benda-benda tertentu saja. Terkadang sesuatu yang diinginkan itu sangat sulit diperdapat. Padahal apa yang ingin dicicipi atau dicium itu hendaklah patut untuk didapatkan. Seandainya sesuatu yang diinginkan itu tidak tercapai, konon boleh boleh menyebabkan pada suatu perkara yang tidak diingankan. Sebab mengidam ini bukanlah seperkara yang dibuat-buat atau mengada-ada.
Adapun tanda-tanda kehamilan yang lazim dirasakan, kepala merasa pening, muntah-muntah, tidak berselera melihat makanan dan sebagainya. Dalam keadaan yang serupa itu, biasanya cepat-cepat dipanggil seorang Tuk***) (Mak) Bidan untuk memeriksa keadaan perempuan tersebut, apakah perihal tersebut disebabkan pada kehamilan atau oleh penyakit yang lain. Kemudian Tuk (Mak) Bidan itu memeriksa perut (merabah perut) perempuan tersebut dengan cara menekan perlahan-lahan pada begian perut tertentu.
Pada saat memeriksa itu, hanya dilakukan berdua saja antara bidan dengan perempuan tersebut. Caranya perempuan yang hamil itu berbaring diatas tikar yang bersih, kepala beralaskan sebuah bantal, kedua bagian lutut dinaikkan, maksudnya semua urat-urat di bagian perut yang akan diraba-raba itu kendur dan lemas. Tuk (mak) Bidan yang meraba perut itu duduk disampingn kiri atau kanan perempuan tersebut. Setelah berselang beberapa waktu dalam meraba-raba perut itu duduk di samping kiri atau kanan perempuan itu, apakah memang sebenarnnya sudah hamil dan sekaligus mengetahui usia kandungannya. Biasanya Tuk (Mak) Bidan telah dapat menetapkan berapa bulan lagi perempuan hamil itu akan melahirkan. Ketika itu juga Tuk (Mak) Bidan memberikan berbagai petunjuk dan larangan serta pantangan yang harus ditaati oleh perempuan hamil itu, juga kepada keluarga dan si suami.
Setelah jelas bahwa seseorang perempuan (istri) itu hamil, maka seluruh keluarga diminta sama-sama menjaga dan bersikaplah hati-hati, menjaga kelaku-perangai terhadap perempuan yang hamil itu. Perempuan hamil itu dilarang bekerja keras. Segala geraknya dibatasi, tidak boleh melintasi tempat-tempat yang dianggap berpenunggu, harus selalu bersih, dan berpakaian atau berdandan yang rapi, memakai harum-haruman. Ia juga harus meminum obat tertentu, melakukan amalan-amalan tertentu, misalnya berjalan pagi mengarungi embun yang melekat di rumput-rumput, meminum air ujung rambut sesudah mandi, dan sebagainya. Maksud petunjuk dan semua larangan itu, supaya memudahkan dan selamat melahirkan serta anak yang dilahirkan kelak menjadi anak yang sempurna. Semua keluarga diminta untuk menjaga perasaannya supaya ia tidak kecewa, tidak cemas dan khawatir. Sebab semua perasaan tersebut akan mempengaruhi watak dan perkembangan anak di dalam kandungan.
Dari pihak suami, sejak istrinya hamil haruslah berhati-hati melakukan pekerjaan dan tindakan. Mulai dari tidak boleh memaku sesuatu, mengikat sesuatu dengan tali atau rotan, menyakiti binatang, menyacak kayu pagar yang runcing dan sebagainya. Sebab semua pekerjaan dan tindakan tersebut boleh menyebabkan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan terhadap istrinya atau halangan-halangan lain.
Setelah pekerjaan memeriksa perut perempuan hamil itu selesai, biasanya dalam kesempatan itu juga orang tua perempuan yang hamil itu menyampaikan permohonan supaya Tuk (Mak) Bidan dapat mengasuh anaknya sejak pemeriksaan hingga saatnya nanti melahirkan. Biasanya Tuk (Mak) Bidan jarang sekali menolak terkecualilah pada sebab-sebab tertentu.
Mulai saat itu suami beserta keluarga bersiap-siap untuk melakukan upacara menempah Bidan, apabila kandungan telah mendekati usia tujuh purnama. Menjelang kandungan berusia tujuh purnama biasanya Tuk (Mak) Bidan datang secara teratur untuk memeriksa kesehatan perempuan hamil itu termasuklah dengan anak di dalam kandungan. Biasanya upacara menempah kandungan berusia tujuh purnama, kemudiannya juga diikuti dengan upacara “lenggang Perut”.
Upacara menempah Bidan ini dianggap cukup penting, maka seluruh keluarga perempuan yang hamil itu, mempersiapkan upacara dengan baik-baik. Tempat upacara dapat dilakukan dirumah perempuan yang sedang hamil itu atau dapat juga dilakukan di rumah Tuk (Mak) Bidan. Apabila Tuk (Mak) Bidan itu sudah tua, maka biasanya upacara itu dilakukan di rumah Tuk (Mak) Bidan. Bidan yang ditempah itu sebanyak dua orang yaitu bidan atas dan bidan bawah.
Beberapa hari sebelum upacara menempah, dirumah tersebut sudah kelihatan sibuk mempersiapkan alat-alat dan segala sesuatu nya yang perlu di bawa ke rumah mak bidan. Semua keluarga baik dari pihak suami dan istri berkumpul di rumah itu. Ruangan rumah sejak dari dapur hingga ke ruangan tengah dan serambi muka dibersihkan. Tikar bersih dibentangkan di tengah rumah. Sehari sebelumnya telah diundang jiran tetangga datang kerumah untuk membacakan doa tolak bala yang dipimpin oleh seorang alim ulama. Selesai membaca doa dihidangkan makanan, berupa pulut kuning lengkap dengan lauk pauknya. Makanan tersebut dicicipi bersama-sama, beberapa kue atau juadah lainnya. Sementara itu dua orang perempuan setengah baya yang menjadi utusan untuk pergi menempah bidan telah bersiap-siap dengan mengenakan pakaian yang bersih dan dandanan yang rapi. Alat-alat yang diperlukan untuk upacara menempah bidan telah dipersiapkan dalam suatu tempat dangan susunan yang rapi. Alat-alat tersebut seperti sebuah tepak sirih lengkap dengan segala isinya, yaitu: susunan sirih, kapur, pinang dan gambir dan tiga buah limau nipis yang serangkai, artinya tiga buah limau nipis itu terletak pada satu tangkai yang sama,
Apabila upacara menempah itu dilakukan untuk pertama kalinya atau (Hamil Sulung), maka alat-alat yang telah disebutkan di atas dilengkapi pula dengan sepinggan besar pulut kuning lengkap dengan lauk pauknya yang dihidangkan diatas sebuah pahar berhias ditutupi dengan kain tudung hidang disertai dengan bedak langir untuk mandi dan sebuah anak batu giling. Setelah upacara membaca doa selesai, maka utusan itu pun berangkat sambil dilepaskan oleh keluarga perempuan yang hamil, untuk menuju ke rumah mak bidan dengan membawa segala perlengkapan yang disebutkan di atas serta ditemani beberapa orang anak laki-laki.

Catatan:
a. Pahar, adalah sejenis talam berkaki dan berukiran pinggirnya, terbuat dari tembaga.
b. Tudung hidang, penutup sajian yang dibuat dari perca (potongan kain) yang beraneka ragam warna, dibagian tengahnya disulam dengan benang emas atau perak.
c. Bedak langir, alat yang dipakai dalam upacara mandi yang terbuat dari beras giling dan jeruk nipis.
d. Anak batu giling, sebuah panggilan yang berbentuk bulat panjang dibuat dari batu dan dipegang di kiri kanan, apabila menggiling.

Lambang yang terdapat dalam unsur upacara
1. Tepak sirih, sebagai lambang penghormatan, rasa keikhlasan, ketulusan serta persahabatan
2. Mandi dengan air limau yang sudah dimanterai, maksudnya untuk membersihkan badan dari gangguan setan-setan.
3. Mandi memakai kain basahan agar tidak disapa atau ditegur oleh roh-roh jahat.
4. Kulit limau bekas perahan yang ditempatkan ke belakang, supaya semua penyakit, semua setan terlepas dari badan mengikuti sinar matahari yang lepas ke belakang atau ke arah matahari terbenam.
5. Mandi berbedak, berlangir, maksudnya untuk membuang sial di badan, supaya anak yang dikandung pertama kalinya itu mendapatkan tuah yang baik.
6. Mandi air mantera bidan sekali lalu, berarti menghalaukan setan-setan dari badan dan memudahkan ketika melahirkan.
7. Batu giling yang diletakan di samping, diibaratkan seperti seorang anak yang sangat diharapkan.
8. Minum air tetesan dari ujung rambut, supaya mudah melahirkan sebagai selusuh.
9. Limau tiga serangkai merupakan lambang kesaktian yang mempunyai kekuatan-kekuatan tertentu, apabila dijadikan obat.

Keterangan :
*)Roh-roh halus yang dipandang amat berbahaya bagi perempuan yang sedang hamil, dapatlah dibahagikan kedalam kedua jenis yaitu hantu dan syaitan yang berkeliaran di alam lepas, yang tinggal di tempat-tempat tertentu (pokok besar, perigi, kakus, jembatan, rumah kosong di simpang-simpang jalan atau lainnya) dan roh-roh halus yang dipelihara oleh orang-orang tertentu. Orang yang memelihara roh-roh halus atau hantu-hantu tersebut mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Menurut ceritanya hantu yang dipelihara itu dapat disuruh melakukan sesuatu pekerjaan yang dapat memuaskan pihaknya. Konon, hantu itu dapat dimiliki siapa saja yang ingin memeliharanya, setelah ia mempelajari (menuntut) dari seseorang yang telah biasa memelihara hantu suruhan itu. Pemilik-pemilik hantu itu secara teratur memberi makan kepada hantu-hantu peliharaannya. Apabila ada kepada syarat yang kurang, hantu itu akan menganiaya orang lain, terutama mengganggu orang perempuan yang sedang hamil atau anak-anak.

**) Maka tersebutlah suatu cerita berkenaan kepada mengidam ini yang membawa kepada suatu peristiwa yang menghebohkan dalam sejarah Melayu, yaitu ketika Dang Hanum isteri Laksamana Megat Sri Rama mengidamkan akan buah nangka yang masak. Konon dicari-carilah buah nangka itu di merata tempat tapi tiada juga berjumpa. Hingga akhirnya suatu ketika Penghulu Bendahari membawa sebuah nangka yanng masak serta eloknya yang akan dipersembahkan kepada Sultan Mahmud. Ternampaklah oleh Dang Hanum, lalu dimintanya seulas. Tetapi karena buah nangka itu diperuntukkan kepada bagi santapan Sultan, tiadalah berani Penghulu Bendahari Itu memberikan walau hanya seluas. Tetapi Dang Hanum tetap berkeras, karena tersangat inginkan buah nangka itu, konon sampai meneteslah air liurnya, maka meratap-ratap dan menghibah-hibah Dang Hanum. Melihat kelakuan yang sedemikian itu, akhirnya tidak sampai hati Penghulu itu, maka di congkelnya buah nangka diambilnya seulas dan diberikan Dang Hanum. Inilah yang demikian menjadi penyebab kepada pertikaian yang berkepanjangan di dalam cerita sejarah Melayu, konon.

***) Di Beberapa daerah atau tempat ada yang memanggil Mak Bidan itu dengan panggilan Tok Bidan, walaupun orangnya juga perempuan. Panggilan Tok disini bukan kepada jenis kelamin tapi karena kedudukannya.
More about1. Kehamilan

2 PENGGALAN KEDUA : Menapak Langkah

Attayaya Butang Emas on 2008-08-03

02
PENGGALAN KEDUA

Menapak Langkah


ADAT ISTIADAT

Adat adalah tata cara yang mengatur tingkah laku manusia dalam segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, dalam masyarakat yang menjunjung tinggi adat segala kegiatan kehidupannya diatur oleh adat.

Jika ditinjau dari sumbernya, orang melayu dalam arti luas mengenal kepada dua macam adat. Kedua macam adat itu ialah:
1. Adat temenggungan
2. Adat perpatih

Adat temenggungan adalah warisan Datuk Temenggung. Adat temenggungan mengandung sistem patrilineal yaitu garis keturunan berdasarkan keturunan bapak. Orang Melayu Kepulauan Riau menggunakan adat temenggungan ini. Sedangkan adat Perpatih merupakan warisan Datuk Perpatih Nan Sebatang. Adat Perpatih mengembangkan sistem matrilineal yaitu garis keturunan berdasarkan pada keturunan ibu. Adat perpatih berlaku dalam sebagian masyarakat melayu Riau Daratan.

Jika ditinjau dari sudut hirarkinya, adat melayu dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Adat sebenar adat
2. Adat yang diadatkan
3. Adat yang teradat

Adat sebenar adat ialah prinsip-prinsip yang bersumber dari agama Islam. Aturan adat ini tiadalah dapat diubah-ubah. Adat yang pertama ini tersimpul dengan ungkapan
“Berdiri adat karena syarak”.

Adat yang diadatkan ialah prinsip-prinsip adat yang disusun oleh penguasa Melayu (Raja, Pemuka adat, dll). Adat sejenis ini dapat pula berubah sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan pandangan pihak penguasa sesuai dengan ungkapan
“Sekali air bah, sekali tepian berubah”.

Adat yang teradat ialah sikap, tindakan, dan putusan bersama atas dasar musyawarah yang dirasakan cukup baik oleh masyarakat. Inilah yang kemudian menjadi kebiasaan turun-temurun. Adat jenis ketiga ini pun dapat berubah sesuai dengan kehendak zaman.

Dalam masyarakat Melayu Kepulauan Riau, ketiga jenis adat di atas berlaku dalam mengatur kehidupan keseharian. Di kampung-kampung, aturan adat tersebut masih banyak yang diperhatikan dan di indahkan, tetapi di daerah perkotaan mengalami kecendrungan agak melonggar.

KEBUDAYAAN

Kebudayaan ialah akal-budi manusia yang dijelmakan ataupun digambarkan dalam wujud
o gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya
o perilaku, dan
o hasil karya

Maka kebudayaan itu terdiri daripada tujuh unsur yang universal (Koentjaraningrat, 1983 : 2).
Ketujuh unsur ialah sebagai berikut:
1. Sistem religi dan upacara keagamaan dan adat.
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan.
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian
7. Sistem teknologi

Maka dengan demikian kebudayaan itu dapatlah dikelompokkan atas dua kelompok besar (utama).
Pertama, disebut kebudayaan warisan.
Kedua, kebudayaan yang hidup.

Kebudayaan warisan semua berwujud artifact. Artifact kebudayaan warisan itu: (1) yang terdapat ex situ di museum (2) yang terdapat in situ, di situs arkeologi, yang meliputi peninggalan dari zaman prasejarah, zaman pengaruh India, zaman pengaruh Islam, dan zaman pengaruh Barat.

Kebudayaan yang dibedakan atas (1) kebudayaan tradisional dan (2) kebudayaan kontemporer.

Kebudayaan tradisional ada yang berupa artifact yang terdapat di museum, tetapi ada yang berupa act meliputi:
1. Adat-istiadat dan kebiasaan tradisional;
2. Sistem/organisasi kemasyarakatan tradisional;
3. Sistem pengetahuan tradisional:
4. Kesenian tradisional;
5. Bahasa klasik;
6. Permainan dan olahraga tradisional;
7. Makanan dan Minuman tradisional;
8. Kerajinan tradisonal;
9. Pakaian tradisional;
10. Seni bina (arsitektur) tradisional;
11. Sistem tegnologi.

Kebudayaan kontemporer ada yang berupa artifact yang terdapat dalam museum modern dan di tengah masyarakat. Ada pula yang berupa act yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut ini:
1. cara hidup modern;
2. sistem / organisasi kemasyarakatan modern;
3. sistem pengetahuan modern;
4. kesenian kontemporer;
5. bahasa modern;
6. permainan dan atau olahraga modern;
7. makanan dan minuman modern;
8. kerajinan kontemporer;
9. pakaian modern;
10. arsitektur modern;
11. sistem mata pencaharian;
12. sistem teknologi dan peralatan modern.

Kesemua unsur kebudayaan yang diperkatakan diatas, baik kebudayaan warisan maupun kebudayan yang hidup; yang tradisional maupun yang modern, merupakan kekuatan kebudayaan yang menjadi modal penting bagi suatu daerah dan masyarakatnya.

Konon di dalam kitab ini penyusunannya tiadalah mengikut kepada cara dari kalangan orang-orang pandai dan cendikia (akademis), melainkan kepada cara yang mudah bagi orang kampung. Jika menghitung, mengikuti kepada angka yang terendah dahulu. Dan begitulah seterusnya.

Syahdan, dalam kehidupan masyarakat orang Melayu dikenal kepada beberapa upacara yang sebahagiannya masih diperturut kepada adat resamnya. Tersebutlah kepada aturan cara pada upacara yang dilakukan oleh orang Melayu kepada ketiga tuntunan utama, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Ketiga upacara utama inilah amatlah pentingnya dalam kehidupan orang Melayu, karena manusia hidup melalui kepada tiga masa yang paling penting, yaitu ketika manusia dilahirkan ke dunia, memasuki jenjang perkawinan dan saat manusia meninggalkan dunia yang fana.

Akan tetapi memandangkan kepada kehidupan itu sendiri tidaklah hanya melaui pada ketiga “masa” penting itu saja, melainkan juga ketika memasuki masa kanak dengan segala kelangkapannya, masa remaja atau akhil balig kemudian barulah memasuki masa perkawinan. Kemudian pula mengalami berbagai kegiatan kehidupan bermasyarakat yang syarat oleh aturan ataupun tata cara sekaliannya, sehinggalah memasuki usia tua, akhirnya kembali Kepada Sang Pencipta Allah azza wajallah.

Maka dipertanyakan orang, manakah yang terlebih dahulu ada, apakah telur atau anak ayam. Dan setiap kali pertanyaan yang demikian muncul mendatangkan suatu keragu-raguan kepada kita untuk menjawabnya. Samalah dengan masalah budaya dan manusia. Oleh sebab itu, menurut hemat kami hal yang demikian itu tiadalah perlu diperpanjang-panjangkan sehingga mendatangkan kepada fi’il yang kurang berpatutan. Maka kita akan memulai langkah dengan memilih pelangkah yang baik dan berurut-urutan supaya lebih mudah untuk menyimak dan menyelusurinya dalam rentang perjalanan kehidupan anak Melayu itu sendiri.


More about2 PENGGALAN KEDUA : Menapak Langkah

3. Jati Diri Melayu

Attayaya Butang Emas on 2008-08-02

Diketik di Jogjakarta, 24 Juli 2008

Di zaman penjajahan Belanda, tersebarlah suatu anggapan dari pihak kolonial berkenaan orang Melayu, bahwasanya orang Melayu kononnya memiliki semangat kerja yang kurang, cepat merasa puas dan tiadalah berpikiran maju ke hadapan. Kemudian diperkatakan pula orang Melayu sebagai masyarakat yang tinggal berdekatan dengan laut dan laut sebagai sumber mata pencaharian, ada pula yang tinggal di pinggir-pinggir sungai dengan mata pencaharian berburu, menyadap getah dan pencaharian yang lain.

Sebutan-sebutan seperti itu, pada hakikatnya tiadalah akan kebenarannya. Pengertian ataupun pandangan yang sedemikian itu perlulah diluruskan, sehingga jati diri orang Melayu sebagai orang yang ramah, pandai bergaul, rajin, memiliki rasa seni yang tinggi, pandai menyesuaikan diri dengan siapapun serta memiliki pengertian, yang kesemuanya patutlah terus dikembangkan. Di samping itu, masyarakatnya yang menganut agama Islam dengan kuat, beradat Melayu dan berbahasa Melayu serta dahulunya orang Melayu merupakan bangsa pelaut atau pejuang bahari, pedagang dan bangsa pemberani. Sampai ke hari ini dipercayai bangsa Melayu masih memiliki dan mempertahankan jati dirinya.

Orang Melayu selalu memiliki pandangan jauh ke depan dan selalu ingin belaja untuk menuntut ilmu pengetahuan dengan tidak meninggalkan budaya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Sebenarnya dengan kemampuan itu, pada masanya akan selalu mampu untuk bersaing sekaliannya menjawab tantangan masa depan.

Terlepas dari masalah penjajahan, konon tersebutlah seorang cerdik pandai berkebangsaan Belanda bernama Vallentijn (1712 M) menyebutkan bahwa orang Melayu sangat cerdik, pintar dan manusia yang sangat sopan di seluruh Asia. Juga sangat baik, penuh sopan-santun, menyukai kebersihan dalam hidupnya dan umumnya begitu rupawan, sehingga tidak ada manusia lain yang bisa dibandingkan dengan mereka, di samping kelebihan lain sebagai masyarakat penggembira. Selain itu, orang Melayu juga mempunyai kebiasaan mempelajari bahasa mereka, tetapi tetap sealu berusaha memperluas pengetahuan dan juga mempelajari bahasa Arab.

Selain itu seorang cerdik pandai lainnya yang bernama C. Lekkerkerker (1916) menyebutkan bahwa jati diri Melayu adalah lebih dari segala suku-suku di nusantara. Tiada dapat dipungkiri bahwa orang Melayu merupakan orang-orang yang paling banyak berjasa dalam menyebarkan agama Islam di nusantara. Baik melalui bahasa, kapal, perdagangan mereka, perkawinan mereka dengan perempuan lain dan propaganda langsung. Orang Melayu juga suka mengembara. Suatu ras yang paling gelisah di dunia, selalu berpindah kemana-mana untuk mendirikan hunian.

Selain itu, adalah seorang cerdik-pandai juga berkebangsaan Belanda yaitu Prof. J.C. van Eerde (1919) menyebutkan bahwa orang Melayu sangat bertenaga dan penuh keinginan kuat untuk maju. Lalu, kalau ada yang mengatakan bahwa orang Melayu sekarang banyak yang tertinggal di berbagai bidang terutamanya di bidang ekonomi, tekhnologi. Bahkan ada kecendrungan sifat untuk maju semakin berkurangan. Maka patutlah kita mempelajarinya kembali. Padahal kalau kembali ke jati diri orang Melayu yang sebenarnya, seperti mengamalkan nilai-nilai kejujuran dalam berdagang, berani mengarungi lautan, dan jarang terlibat dalam soal kejahatan sebaliknya suka kepada tegaknya hukum yang dipadukan dengan bakat yang melekat pada dirinya seperti bidang kesenian, nelayan dan pelayaran tentulah tiada lagi akan terdengar kepada cerita yang diperkatakan orang itu. Sayangnya kitab yang disusun ini bukanlah pula memperkatakan hal yang sedemikian, sebaliknya hanya membatasi diri kepada yang berkenaan dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Melayu dengan adat dan budayanya. Meskipun di antara yang diperkatakan ini sebenarnya sangat berpengaruh kepada bidang-bidang yang lainnya.

Intisari dari jati diri Melayu sejak masuk kepada agama Islam di sekitar abad ke 15 M, sebagaimana menurut pendapat termasuk dari para sarjana asing, dapatlah dikatakan sebagai berikut :
  1. Seseorang disebut Melayu apabila sehari-hari berbahasa Melayu, beradat istiadat Melayu dan beragama Islam. Alhasil, orang Melayu itu dapat dilihat kepada agama dan budaya.
  2. Orang Melayu selalu percaya kepada Allah SWT dan selalu mengikuti ajaran Rasulullah; hal ini diperkuat dengan peribahasa : Bergantung kepada satu, berpegang kepada yang Esa.
  3. Orang Melayu taat kepada hukum demi keamanan dan kemakmuran masyarakatnya, seperti peribahasa : Adat itu jika tidur menjadi tilam, jika berjalan menjadi payung, jika di laut menjadi perahu, jika di tanah menjadi pusaka. Atau Mati anak heboh sekampong, mati adat heboh sebangsa. Walaupun demikian, tidak berarti adat resam tiada boleh berubah. Jika ianya tiada berkesesuaian, maka hal yang sedemikian dapatlah diubah tanpa mengundang kepada perkara yang menghebohkan. Hal ini bersesuaian dengan peribahasa Melayu yang berbunyi : Sekali air bah, sekali tepian berubah. Atau Tiada gading yang tak retak.
  4. Orang Melayu mengutamakan budi dan bahasa, karena keduanya menunjukkan kepada sopan santun dan tinggi peradabannya. Seperti peribahasa mengatakan : Usul menunjukkan asal, bahasa menunjukkan bangsa. Atau Taat pada petuah, setia pada sumpah, mati pada janji, melarat karena budi. Atau Hidup dalam pekerti, mati dalam budi. Selain daripada itu, di dalam pantun Melayu juga tersirat :
    Gunung Bintan lekuk di tengah
    Gunung Daik bercabang tiga,
    Hancur badan di kandung tanah,
    Budi baik dikenang juga.

  5. Orang Melayu mengutamakan pendidikan dan ilmu. Hal ini tercermin dalam beberapa peribahasa yang mengambil kepada hadist Rasulullah, yaitu : Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, atau Menuntut ilmu itu sejak dalam buaian sampai ke liang lahat.
  6. Orang Melayu mengutamakan budaya Melayu, becakap tidaklah kasar, berbaju menutupi aurat, menjauhkan pantang larang dan dosa. Biarlah mati daripada keluarga menanggung malu. Orang Melayu juga pandai menjaga air muka orang lain. Kalaupun marah cukup dengan sindiran. Seperti peribahasa mengatakan : Marahkan anak, sindir menantu.
  7. Orang Melayu mengutamakan musyawarah dan mufakat sebagai sendi kehidupan. Di dalam segala hal baik perkawinan, kematian, kenduri, mendirikan rumah, maupun dalam pemerintahan. Bahkan nilai-nilai ini juga dilaksanakan bagi pendatang sehingga orang Melayu sangat terkenal dengan keterbukaannya. Ada pantun yang berbunyi
    Apabila meraut selodang buluh
    Siapkan lidi buang miangnya
    Apabila menjemput orang jauh
    Siapkan nasi dengan hidangnya
  8. Orang Melayu tak suka mencari lawan ataupun melawan, seperti ungkapan yang mengatakan : Pantang Melayu untuk mendurhaka. Tetapi akan melawan jika ianya terdesak, seperti pribahasa mengatakan : Musuh pantang dicari, kalau datang tidak menolak. Atau pribahasa : Alang-alang menceluk pekasam, biar sampai ke pangkal lengan. Di dalam pantun diungkapkan :
    Kalau sudah dimabuk pinang,
    Daripada ke mulut biarlah ke hati
    Kalau sudah maju ke gelanggang
    Berpantang surut biarlah mati


Untuk lebih dekat lagi hendaklah kita telusuri sekalian menyimak adat resam budaya Melayu Kepulauan Riau yang di dalamnya banyak mengandungi “mutiara dan manikam” Melayu yang ada di muka bumi yang kemudiannya mengambil kepada intisarinya, patutlah ianya ditela’ah, dipelajari dan dikekalkan kepada anak cucu dan keturunan.




More about3. Jati Diri Melayu