1. Kehamilan

Attayaya Butang Emas on 2008-08-04

Siapapun orang tuanya, tentulah sangat berharap dan meminta kepada Tuhan supaya mendapatkan anak ataupun zuriat yang baik, yang taat kepada agama, berbakti kepada kedua orang tuanya serta berguna bagi bangsa dan negara.
Maka supaya mendapatkan anak yang baik sebagaimana yang dicita-citakan, ketika anak masih dalam kandungan ibunya, ianya telah dijaga, dipelihara, dijauhkan dari segala sesuatu yang mungkin akan mendatangkan hal-hal yang tidak diinginkan, termasuklah supaya jangan diganggu oleh makhluk-makhluk halus. Terkadang penyakit itu baik badan maupun kepada rasa dan jiwanya, juga boleh disebabkan oleh gangguan roh-roh halus*), terutama kepada orang perempuan yang sedang hamil, apatah lagi hamil sulung.

Hatta dengan keizinan dari Allah SWT. Setelah sepasang suami istri menyatu dalam kehidupan berumah tangga, maka sang istripun hamil. Suatu peristiwa yang luar biasa dan membahagiakan bagi seorang perempuan. Pada saat inilah seorang perempuan merasa dirinya sangat sempurna. Ia menikah, kemudian dia dapat hamil dan insya Allah akan melahirkan dengan selamat, sehat wal-afiat emak dan si bayi.
Menurut kodrat, inilah peristiwa yang tiada akan pernah dialami, dirasakan dan dilalui oleh seorang lelaki. Inilah mukjizat bagi seorang perempuan. Bukan saja bahwa seorang perempuan dengan kehamilannya sampai saat melahirkan akan mendapatkan sesuatu gelaran baru, yaitu menjadi seorang ibu atau emak. Tetapi juga kepada sesuatu perasaan yang aneh dan tersangatlah indahnya sehinggakan tiada terlukis dengan kata-kata. Perasaan kecemasan karena telah terlambat datang bulan, atau menstruasi atau kita biasa menyebutnya dengan istilah halangan. Perasaan itu sangat mencemaskan tetapi aneh, ianya sangat diinginkan, kerena keterlambatan halangan itu, boleh jadi sebagai tanda-tanda kehamilan. Apatah lagi jika memasuki sepurnama–dua dan tersangatlah suka pada makan yang berasa asam, lazimnya diperkatakan orang sebagai masa “mengidam”.**)
Masa-masa mengidam bagi seorang perempuan yang tengah hamil, tiadalah pula sama antara satu dengan yang lainnya. Adakalanya perasaan mengidam itu ketika memasuki bulan-bulan pertama hingga kehamilan berusia tiga purnama, bahkan adakala memasuki sampai mendekati masa kelahiran. Selain dari pada itu, tanda-tanda kehamilan bagi seorang istri, terkadang juga dialami oleh sang suami, seperti umpamanya sebagaimana yang juga dirasakan sang istri, apakah itu menyukai makanan yang berasa asam atau terkadang merasa mual ingin muntah. Seperkara tegang mengidam ini hendaklah jangan diperkecil-kecilkan, walaupun terkadang ianya sangat sederhana. Tetapi kadang dapat pula menjadi pikiran dan memeningkan. Sebab mengidam ini bukan hanya sekedar ingin mencicipi atau mencium sesuatu jenis makanan atau benda-benda tertentu saja. Terkadang sesuatu yang diinginkan itu sangat sulit diperdapat. Padahal apa yang ingin dicicipi atau dicium itu hendaklah patut untuk didapatkan. Seandainya sesuatu yang diinginkan itu tidak tercapai, konon boleh boleh menyebabkan pada suatu perkara yang tidak diingankan. Sebab mengidam ini bukanlah seperkara yang dibuat-buat atau mengada-ada.
Adapun tanda-tanda kehamilan yang lazim dirasakan, kepala merasa pening, muntah-muntah, tidak berselera melihat makanan dan sebagainya. Dalam keadaan yang serupa itu, biasanya cepat-cepat dipanggil seorang Tuk***) (Mak) Bidan untuk memeriksa keadaan perempuan tersebut, apakah perihal tersebut disebabkan pada kehamilan atau oleh penyakit yang lain. Kemudian Tuk (Mak) Bidan itu memeriksa perut (merabah perut) perempuan tersebut dengan cara menekan perlahan-lahan pada begian perut tertentu.
Pada saat memeriksa itu, hanya dilakukan berdua saja antara bidan dengan perempuan tersebut. Caranya perempuan yang hamil itu berbaring diatas tikar yang bersih, kepala beralaskan sebuah bantal, kedua bagian lutut dinaikkan, maksudnya semua urat-urat di bagian perut yang akan diraba-raba itu kendur dan lemas. Tuk (mak) Bidan yang meraba perut itu duduk disampingn kiri atau kanan perempuan tersebut. Setelah berselang beberapa waktu dalam meraba-raba perut itu duduk di samping kiri atau kanan perempuan itu, apakah memang sebenarnnya sudah hamil dan sekaligus mengetahui usia kandungannya. Biasanya Tuk (Mak) Bidan telah dapat menetapkan berapa bulan lagi perempuan hamil itu akan melahirkan. Ketika itu juga Tuk (Mak) Bidan memberikan berbagai petunjuk dan larangan serta pantangan yang harus ditaati oleh perempuan hamil itu, juga kepada keluarga dan si suami.
Setelah jelas bahwa seseorang perempuan (istri) itu hamil, maka seluruh keluarga diminta sama-sama menjaga dan bersikaplah hati-hati, menjaga kelaku-perangai terhadap perempuan yang hamil itu. Perempuan hamil itu dilarang bekerja keras. Segala geraknya dibatasi, tidak boleh melintasi tempat-tempat yang dianggap berpenunggu, harus selalu bersih, dan berpakaian atau berdandan yang rapi, memakai harum-haruman. Ia juga harus meminum obat tertentu, melakukan amalan-amalan tertentu, misalnya berjalan pagi mengarungi embun yang melekat di rumput-rumput, meminum air ujung rambut sesudah mandi, dan sebagainya. Maksud petunjuk dan semua larangan itu, supaya memudahkan dan selamat melahirkan serta anak yang dilahirkan kelak menjadi anak yang sempurna. Semua keluarga diminta untuk menjaga perasaannya supaya ia tidak kecewa, tidak cemas dan khawatir. Sebab semua perasaan tersebut akan mempengaruhi watak dan perkembangan anak di dalam kandungan.
Dari pihak suami, sejak istrinya hamil haruslah berhati-hati melakukan pekerjaan dan tindakan. Mulai dari tidak boleh memaku sesuatu, mengikat sesuatu dengan tali atau rotan, menyakiti binatang, menyacak kayu pagar yang runcing dan sebagainya. Sebab semua pekerjaan dan tindakan tersebut boleh menyebabkan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan terhadap istrinya atau halangan-halangan lain.
Setelah pekerjaan memeriksa perut perempuan hamil itu selesai, biasanya dalam kesempatan itu juga orang tua perempuan yang hamil itu menyampaikan permohonan supaya Tuk (Mak) Bidan dapat mengasuh anaknya sejak pemeriksaan hingga saatnya nanti melahirkan. Biasanya Tuk (Mak) Bidan jarang sekali menolak terkecualilah pada sebab-sebab tertentu.
Mulai saat itu suami beserta keluarga bersiap-siap untuk melakukan upacara menempah Bidan, apabila kandungan telah mendekati usia tujuh purnama. Menjelang kandungan berusia tujuh purnama biasanya Tuk (Mak) Bidan datang secara teratur untuk memeriksa kesehatan perempuan hamil itu termasuklah dengan anak di dalam kandungan. Biasanya upacara menempah kandungan berusia tujuh purnama, kemudiannya juga diikuti dengan upacara “lenggang Perut”.
Upacara menempah Bidan ini dianggap cukup penting, maka seluruh keluarga perempuan yang hamil itu, mempersiapkan upacara dengan baik-baik. Tempat upacara dapat dilakukan dirumah perempuan yang sedang hamil itu atau dapat juga dilakukan di rumah Tuk (Mak) Bidan. Apabila Tuk (Mak) Bidan itu sudah tua, maka biasanya upacara itu dilakukan di rumah Tuk (Mak) Bidan. Bidan yang ditempah itu sebanyak dua orang yaitu bidan atas dan bidan bawah.
Beberapa hari sebelum upacara menempah, dirumah tersebut sudah kelihatan sibuk mempersiapkan alat-alat dan segala sesuatu nya yang perlu di bawa ke rumah mak bidan. Semua keluarga baik dari pihak suami dan istri berkumpul di rumah itu. Ruangan rumah sejak dari dapur hingga ke ruangan tengah dan serambi muka dibersihkan. Tikar bersih dibentangkan di tengah rumah. Sehari sebelumnya telah diundang jiran tetangga datang kerumah untuk membacakan doa tolak bala yang dipimpin oleh seorang alim ulama. Selesai membaca doa dihidangkan makanan, berupa pulut kuning lengkap dengan lauk pauknya. Makanan tersebut dicicipi bersama-sama, beberapa kue atau juadah lainnya. Sementara itu dua orang perempuan setengah baya yang menjadi utusan untuk pergi menempah bidan telah bersiap-siap dengan mengenakan pakaian yang bersih dan dandanan yang rapi. Alat-alat yang diperlukan untuk upacara menempah bidan telah dipersiapkan dalam suatu tempat dangan susunan yang rapi. Alat-alat tersebut seperti sebuah tepak sirih lengkap dengan segala isinya, yaitu: susunan sirih, kapur, pinang dan gambir dan tiga buah limau nipis yang serangkai, artinya tiga buah limau nipis itu terletak pada satu tangkai yang sama,
Apabila upacara menempah itu dilakukan untuk pertama kalinya atau (Hamil Sulung), maka alat-alat yang telah disebutkan di atas dilengkapi pula dengan sepinggan besar pulut kuning lengkap dengan lauk pauknya yang dihidangkan diatas sebuah pahar berhias ditutupi dengan kain tudung hidang disertai dengan bedak langir untuk mandi dan sebuah anak batu giling. Setelah upacara membaca doa selesai, maka utusan itu pun berangkat sambil dilepaskan oleh keluarga perempuan yang hamil, untuk menuju ke rumah mak bidan dengan membawa segala perlengkapan yang disebutkan di atas serta ditemani beberapa orang anak laki-laki.

Catatan:
a. Pahar, adalah sejenis talam berkaki dan berukiran pinggirnya, terbuat dari tembaga.
b. Tudung hidang, penutup sajian yang dibuat dari perca (potongan kain) yang beraneka ragam warna, dibagian tengahnya disulam dengan benang emas atau perak.
c. Bedak langir, alat yang dipakai dalam upacara mandi yang terbuat dari beras giling dan jeruk nipis.
d. Anak batu giling, sebuah panggilan yang berbentuk bulat panjang dibuat dari batu dan dipegang di kiri kanan, apabila menggiling.

Lambang yang terdapat dalam unsur upacara
1. Tepak sirih, sebagai lambang penghormatan, rasa keikhlasan, ketulusan serta persahabatan
2. Mandi dengan air limau yang sudah dimanterai, maksudnya untuk membersihkan badan dari gangguan setan-setan.
3. Mandi memakai kain basahan agar tidak disapa atau ditegur oleh roh-roh jahat.
4. Kulit limau bekas perahan yang ditempatkan ke belakang, supaya semua penyakit, semua setan terlepas dari badan mengikuti sinar matahari yang lepas ke belakang atau ke arah matahari terbenam.
5. Mandi berbedak, berlangir, maksudnya untuk membuang sial di badan, supaya anak yang dikandung pertama kalinya itu mendapatkan tuah yang baik.
6. Mandi air mantera bidan sekali lalu, berarti menghalaukan setan-setan dari badan dan memudahkan ketika melahirkan.
7. Batu giling yang diletakan di samping, diibaratkan seperti seorang anak yang sangat diharapkan.
8. Minum air tetesan dari ujung rambut, supaya mudah melahirkan sebagai selusuh.
9. Limau tiga serangkai merupakan lambang kesaktian yang mempunyai kekuatan-kekuatan tertentu, apabila dijadikan obat.

Keterangan :
*)Roh-roh halus yang dipandang amat berbahaya bagi perempuan yang sedang hamil, dapatlah dibahagikan kedalam kedua jenis yaitu hantu dan syaitan yang berkeliaran di alam lepas, yang tinggal di tempat-tempat tertentu (pokok besar, perigi, kakus, jembatan, rumah kosong di simpang-simpang jalan atau lainnya) dan roh-roh halus yang dipelihara oleh orang-orang tertentu. Orang yang memelihara roh-roh halus atau hantu-hantu tersebut mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Menurut ceritanya hantu yang dipelihara itu dapat disuruh melakukan sesuatu pekerjaan yang dapat memuaskan pihaknya. Konon, hantu itu dapat dimiliki siapa saja yang ingin memeliharanya, setelah ia mempelajari (menuntut) dari seseorang yang telah biasa memelihara hantu suruhan itu. Pemilik-pemilik hantu itu secara teratur memberi makan kepada hantu-hantu peliharaannya. Apabila ada kepada syarat yang kurang, hantu itu akan menganiaya orang lain, terutama mengganggu orang perempuan yang sedang hamil atau anak-anak.

**) Maka tersebutlah suatu cerita berkenaan kepada mengidam ini yang membawa kepada suatu peristiwa yang menghebohkan dalam sejarah Melayu, yaitu ketika Dang Hanum isteri Laksamana Megat Sri Rama mengidamkan akan buah nangka yang masak. Konon dicari-carilah buah nangka itu di merata tempat tapi tiada juga berjumpa. Hingga akhirnya suatu ketika Penghulu Bendahari membawa sebuah nangka yanng masak serta eloknya yang akan dipersembahkan kepada Sultan Mahmud. Ternampaklah oleh Dang Hanum, lalu dimintanya seulas. Tetapi karena buah nangka itu diperuntukkan kepada bagi santapan Sultan, tiadalah berani Penghulu Bendahari Itu memberikan walau hanya seluas. Tetapi Dang Hanum tetap berkeras, karena tersangat inginkan buah nangka itu, konon sampai meneteslah air liurnya, maka meratap-ratap dan menghibah-hibah Dang Hanum. Melihat kelakuan yang sedemikian itu, akhirnya tidak sampai hati Penghulu itu, maka di congkelnya buah nangka diambilnya seulas dan diberikan Dang Hanum. Inilah yang demikian menjadi penyebab kepada pertikaian yang berkepanjangan di dalam cerita sejarah Melayu, konon.

***) Di Beberapa daerah atau tempat ada yang memanggil Mak Bidan itu dengan panggilan Tok Bidan, walaupun orangnya juga perempuan. Panggilan Tok disini bukan kepada jenis kelamin tapi karena kedudukannya.