4. MakYong : Persiapan Batin

Attayaya Butang Emas on 2010-02-12

-Persiapan Batin

Sebelum pementasan diperbuat adalah beberapa syarat yang hendak dikerjakan oleh Ketua Panjak yang sebenarnya juga bertindak sebagai Pawang.

Upacara meminum air yang bertakung di dalam gong (yang dinamakan dengan hormat sebagai kolam kesaktian), seperkara pada pekerjaan ini untuk Makyong di Kepuluan Riau tidak dilakukan (dinyatakan oleh Jeanne Cuisiner, 1939) mungkin sekali disebabkan telah terjadinya menyusutan pada wadah budaya yang kurang sempurna pemeliharaannya.

Bagian lain yang juga sudah tak ada lagi dilaksanakan ialah pada pembacaan Serapah Membuka Panggung yang berbunyi:

Assalammualaikum, ibu dari bumi bapa ke langit,
Jangan bertulang papa segala Pak Yong,
Makyong, Peran Tua, Peran Muda
Janganlah menggoda siksa pada kaum kawan Makyong
Dengan karena bukan aku mati mengadu bijak pandai perah,
Itupun tidak dari takluk sini
Jikalau aku mati dari sini,
Aku hendak daripada harap adik
Kakak tuan penghulu
Dan janganlah siapa aniaya dengki khianat
Pada sekalian kawan PakYong,
Semua sekali dengan Peran Tua dengan Panjak
Pengantin Sakai dengan seri gemuruh, seri berdengung
Jangan beri rusak binasa cacat cela dan jangan beri berpenting
Ralu bercocok tikam panas hangat pun jangan
Cerah cirit dan sangkak sebak itu pun jangan
Dan janganlah beri bermuntah cerah itu pun jangan
Berbiat patah itu pun jangan
Nak minta segar likar adat zaman sediakala
Nak minta sejuk dingin seperti ular cintamani.

Assalamualaikum hai Awang Itam raja di bumi
Mu jangan terkejut tergemam
Dan mu jangan berpuguh juah
Karena mu berjalan ikut urat tanah
Dan mu beradu di pintu bumi
Dan bukannya aku mari mengadu bijak itu dengan mu
Karena aku ‘nak tumpang manja dan berkirim diri sendiri
Maka aku ‘nak mintalah kepadamu
Berundur bertiga langkah
Empat bucu pembaruan
Dan mu jangan ke sana ke sini
Aku ‘nak kirim Pak Yong Mak Yong,
Sekalian Peran Tua Muda dengan Panjak Pengantin
Aku tabukan baik akan dirimu
Dan janganlah aniaya dengki khianat
Dan mu jangan bertimpah langgar
Dengan sekalian Pak Yong, Mak Yong, dan Panjak
Pengantin dan Peran Tua dan Muda
Dan kesemua sekali dengan orang yang menengok
Dan kesemua sekali dengan tuan rumah, tuan kampung
Dan mu jangan beri pening ralu, bercocok tikam, dan berketik
Gigi dan bergatal miang, panas pedis pun jangan
‘nak minta biar sejuk dingin
Seperti ular cintamani

Assalamualaikum
Aku ‘nak goncang dari gelanggang sini
Empat pendahap dan empat penjuru alam
Mana-mana yang keramat empat pendahap
Empat penjuru alam yang di sini
Janganlah terkejut tergemam dan janganlah berpuguh juah
Dan janganlah murih marah
Karena bukannya hamba mengadu bijak
Dan takluk di sini dalam kampung sini
Mak hamba mari ‘nak melepas daripada harap hajat
Adik kakak tuan penghulu di sini
Mak ‘nak tumpanglah daripada nenek
Yang keramat sini serta manja
Dan bermaudu ‘hendak berkirim diri sendiri
Serta hendak berkirim Makyong, Pak Yong
Kepada nenek yang keramat di sini
Kesemua sekali dengan Panjak Pengantin
Dan Peran Tua dan Peran Muda
‘Nak minta jangan dengki aniaya khianat pun
Dan janganlah beri rusak binasa
Budak nenek berlak pajan
Dan ‘nak mintalah daripada nenek jangan beri rusak binasa bercela
Cacat sekalian pulak Makyong
Dan ‘nak minta biar sejuk dingin seperti ular cintamani
Assalamua’alaikum
‘Ku ‘nak guncang daripada nenek ‘ku yang bernama Petra Guru
Guru awal mula menjadi
Jadinya itu dengan jasad jadi
Maka guru bertapa di dalam baluh bulan
Dan guru beramal di dalam kandung matahari
Dan guruku berbajukan manik bijir
Dan guruku berdarah putih. Bertulang tunggal,
Beroma sunsang, berurat kejur, bertengkuk itam,
Lidah fasih air liur pun masin.
Dengan karena nenekku orang bersisi sakti
Sebarang pinta sebarang menjadi
Dan barang kehenak barang boleh
Maka nenekpun jangan bertulah papa
Kedapatan siksa pada sekalian
Pak Yong, Makyong, sekalian Panjak Pengantin
Dan Peran Tua dan Peran Muda
Dan minta nenek luhur kaki, kaki hamba sujud
Dan hulur tangan, tangan hamba jabat
Hamba hendak minta penawar putih mendung bersila daripada nenek
Yang sendi-sendi keramat
Hamba ‘nak minta nenek turunkan tiga titik serta dengan kesaktianmu
Hamba ‘nak percik sekalian Pak Yong, Makyong,
Peran Tua, Peran Muda kesemua sekali dengan Panjak Pengantin
Dan nenek janganlah beri rusak binasa
Dan nenek janganlah berlak pajan
‘Nak minta jangan lah beri rusak binasa cacat cedera
Sekalian Pak Yong, Makyong
Dari anjung tujuh istana tujuh mahligai tujuh,
Istana yang atas, istana yang awalan-awal,
Mula menjadi dengan jasad jadi
Maka aku ‘nak bukalah pintu anjung istana yang tujuh,
Pintu yang berselak.
Aku ‘nak buka dari luar lantas ke dalam anjung tujuh istana tujuh
Maka terbukalah dengan pintu hawa nafsu
Dan terbuka sekali dengan sir pintu iktikad
Dan pintu cinta berahi dan tercinta-cinta siang menjadi malam,
Makan tak kenyang tidur tak cedera,
Ingat tak ingat, dengan tak dengar, tengok tak tengok,
Maka aku gerak dari luar lantai de dalam anjung tujuh istana tujuh
Jangan du’raib tidur beradu
Jaga seseorang, jaga kesemua, mendengar khabar tuturku
Jaga mendengar petuturanku
Karena tuturku tiada gaib dan berasaku tiada lelap,
Jajaranku tiada luput
Maka jagalah Pak Yong menjembakkan Pak Yong
Jaga Makyong menjembah Makyong
Jaga peran bersama peran
Jaga juru-gong besama jugur-gong
Jaga pengantin bersama pengantin,
Jaga Panjak bersama Panjak
Jangan berlak pajan, jangan berusak binasa,
Dan jangan beri sumbing runting bercacat cela
Sekalian Pak Yong, Makyong
Segala kawan Mak Yong mana yang di dalam perbaruan.


Mantera tersebut di atas ini dinamakan juga “serapah Besar” (Pak Man, Mantang Arang, 1972). Bahan: Walter William Skeat, Malay Magie, Macmillan and Co.Ltd. London, 1990, hlm. 649-650.

Juga upacara “Menghadap Rebab” kononnya dulu merupakan suatu syarat, tetapi seni pertunjukkan Makyong yang masih ada di Kepulauan Riau tak melakukannya lagi. Pada upacara inilah canggai-canggai dikenakan pada jari para pemain perempuan yang harus memakainya.

Walaupun begitu, ketua Panjak seni pertunukkan Makyong di Mantang Arang masih melakukan upacara “Membuka Tanah”. Sebelum permainan dimulai ia meletakkan seperangkat alat
“semah” (sajian untuk roh halus) yang terdiri atas:
  • Sebutir telur ayam,
  • Segenggam beras basuh,
  • Segenggam beras kunyit,
  • Segenggam bertih,
  • Sebatang rokok daun (nipah)
  • Sebutir nyiur (sudah ditebuk tetapi masih penuh airnya),
  • Sirih sekapur lengkap (sudah ada dalam lipatan sirih itu kapur secolet, gambir secebis, pinang siris),
  • Kemenyan,
  • Tempat bara yang sedang hidup (menyala) baranya.

Kemudian Ketua Panjak itu membaca serapah yang berbunyi:
Assalamualaikum
Tabik orang di laut
Tabik orang di darat
Aku “nak membubuh paras dan tanda di sini
Aku minta tanah yang baik
Bismillahir rahmanir rahim
Bam tanah jembalang tanah
Aku tabu asal engkau mulai menjadi bintang timur
Berundurlah engkau dari sini
Jangan engkau mengahalang
Pekerjaan aku di sini
Hub!


Sementara itu, para pemain Makyong sibuk bersolek seadanya. Untuk memasang kain dan baju serta berbedak-berpantis, mereka boleh saja tolong menolong. Akan tetapi, solek yang lebih penting mereka lakukan ialah solek batin. Pemain perempuan yang sedang memasang kain biasanya membaca mantera:

Pucuk gelinggang daun gelinggang
Setalam digulai manis
Setapak aku mengatur lenggang
Aku dipandang….(dialamatkan kepada penonton) manis
Kurs semangat hati…..(ditujukan kepada penonton)
Tunduk kasih sayang kepada aku
…………………………………………………….


Selesai memasang kain tentulah dia membedaki wajahnya sambil membaca dua mantera “seri Muka” yang berbunyi bergini:

1. Bismillahir ramanir rahim
Pucuk lontar daun lontar
Kulangkah sehari-hari
Cahayaku naik seri deta
Aku pakai cahaya bidadari
Kurs semangat insan Nabi Adam
Tunduk kasih cinta berahi ‘kau pada aku
Kun payakun

2. Sirih kuning mambang kuning
Tanam seriloka aku makan sri mas kuning
Tudung tetap tudung bercembul
Anak tedung merah mata
Mengilap di ujung rambut
Aku pakai pemanis mata
Cahaya naik ke tubuh
Kiri jalan kanan jalan
Anak buaya merenang tasik
Seribu orang berjalan
Aku seorang dipandang cantik
……………………………………………..

Pemain-pemain perempuan (terutama yang menyanyi) biasanya mengamalkan mantera yang bernama “perindang Suara” supaya suara terdengar merdu bersembilu. Salah satu bunyi “perindang Suara” itu berbunyi:

Bismilahir rahmanir rahim
Burung lalu burung hinggap
Daun sejarah berderai gugur
Air surut berbalik pasang
Berkat aku memakai perindang Nabi-Allah Daud
Seluruh umat Muhammad
Pada suaraku
Hatinya terpaut
……………………………………………..


Dalam pada itu, para pemain lelaki yang ingin permainannya tidak dipandang canggung sehingga menjadi bahan ejekan, mungkin mambaca mantera pembungkam seperti ini:

Yakni nama bumi
Habibua nama langit
Kadirussalam nama siang
Tegak sujud alam yang empat
Tegak aku seperti bulan dan matahari
Dipandang orang sekampung ini