4. MakYong : Pementasan

Attayaya Butang Emas on 2010-02-14

Pementasan

Setelah selesai semua persiapan lahir dan batin, barulah permainan Makyong dapat dimulai. Bunyi-bunyian memainkan Lagu “Be(r)tabik” dan Pak Yong (disebut juga Cik Wang) perlahan-lahan bangki dari duduk, bertelekan pada kedua lututnya, kemudian membuka cerita sambil menyanyi. Salah satu diantara “Lagu Be(r)tabik” atau disebut juga “Lagu Duduk” yang boleh dinyanyikan oleh siapa saja pemain Makyong, meskipun sudah mengalami sedikit perubahan tak terlalu jauh dengan yang dicatat W.W. Skeat (1900:652) sebagai berikut:

Abang e-o dondang dan dondang dondang we dondang yong de-de-he-he-de-de abong hilang rayuk timbul tersebut zaman dang d’ulu yong we de-de-de abong ada d’ulu ada sekarang hubung berhubung hikayat ma’yong yong we de-de abong es(i)apa menengar hikayat ma’yong s’apa b’las s’apa b’las s’apa tak rawan yong we de abong we bagei burong cendrawangsih bagei ular we cintamani yong we de abong we bagei ambun ke tujuh titek jadi pengasah di badan hamba yong we de de-de agong we cari di laut tujoh hari berjalan jauh yong we de abong we tujoh hari berjalan jauh rezeki tak putus sepanjang jalan yong we de abong we ruyak hilang berita timbul tersebut sebuah negeri yong we de abong we negeri baru bersalin duduk beradu di balei besar yong we de….


Cerita pun mengalir, lagu disambut dengan lagu, lagu seorang (solo) dan lagu beramai (chorus) berselang-seling disesuaikan dengan jalan cerita adegan demi adegan tiada putus-putus, dinyanyikan oleh yang jadi raja sampai yang jadi inang dan dayang. Sebentar-sebentar terdengar dialog berlagu, “Awang de-de-de-de oi, Mak Senik hendak berkaba(r) bilang ya Awang!”. “O ya lah Awang de-de-de oi!”

Pak Yong dan Pak Yong Muda menggunakan rotan untuk memukul Awang kalau ia datang terlambat apabila dipanggil atau sekali-sekali ia mempermainkan-mainkan perintah tuannya. Dengan rotan pemukul itu Pak Yong atau Pak Yong Muda memperlihatkan kekuasaannya. Dengan menggunakan daya improvisasi yang spontan dan mantap selendang yang dipakai pemain perempuan kadang-kadang di tangan si Awang dapat berfungsi untuk menggambarkan gelombang di laut atau lainnya, seperti juga kayu pemukul mong dapat dipakai sebagai tongkat sakti.

Sekarang ini masa main sebuah cerita Makyong berlangsung sekitar dua setengah jam saja. Dulu Makyong dimainkan sampai setengah malam setiap malam. Ada cerita Makyong baru selesai setelah lima belas malam. Dari seluruh cerita yang ada dalam permbedaharaan seni pertunjukkan Makyong di Kepulauan Riau, ada satu cerita yaitu “Cerita Nenek (Gajah) Dang Daru” yang baru dimainkan dengan memakai “Semah Besar” karena masyarakat pendukung kesenian itu percaya apabila cetia tersebut dimainkan ribut besar akan turun. Ketua tersebut mengambil tali layar atau tali sampan sebelah haluan, membuat simpul yang dihakikatnya sebagai menyimpul kekuatan angin ribut. Setelah permainan Makyong selesai simpul harus cepat-cepat dilepaskan. Kalau tidak, angin ribut itu akan tertahan lama dan bila lepas akan sangat dahsyat sekali. Wallahu a’lam bis sawab.