4. Corak Tenun Melayu

Attayaya Butang Emas on 2009-03-07

Corak dasar tenunan biasanya bersumber dari alam yaitu tetumbuhan, hewan dan benda-benda angkasa. Dari benda-benda tersebut kemudiannya direka dan dikembangkan dengan pelbagai jenis corak, baik dalam bentuk asli maupun dalam bentuk tersamar.

Dari sumber tertumbuhan, terdapat corak bunga-bungaan :
  1. Bunga bakung
  2. Bunga melati
  3. Bunga kundur
  4. Bunga mentimun dan lain sebagainya.

Kemudiannya juga dibuat bentuk kuntum, yaitu :
  1. Kuntum (mekar) tak jadi
  2. Kuntum merekah
  3. Kuntum serangkai
  4. Kuntum bersanding, dan lain sebagainya

Sedangkan bentuk daun dibuatlah pula coraknya, seperti :
  1. Daun bersusun
  2. Daun sirih
  3. Daun keladi
  4. Daun bersanggit bunga, dan lain sebagainya.

Untuk corak buah, maka diperbuatlah seperti berikut :
  1. Tampuk manggis
  2. Buah hutan
  3. Buah delima
  4. Buah anggur, dan lain-lainnya.

Terakhir menggunakan corak akar, yaitu :
  1. Kaluk pakis
  2. Akar bergelut
  3. Akar melilit
  4. Akar berpilin, dan lain-lainnya.

Dari sumber hewan dikembangkan berbagai jenis corak seperti :
  1. Itik pulang petang
  2. Ayam jantan
  3. Ular melingkar
  4. Naga berjuang
  5. Naga bertangkup
  6. Singa-singaan
  7. Harimau jantan
  8. Semut beriring
  9. Lebah bergantung
  10. Kupu-Kupu
  11. Ikan bergelut
  12. Ikan sekawan dan lain sebagainya

Dari benda-benda di angkasa, terdapat corak :
  1. Bulan sabit
  2. Bulan temaram
  3. Bintang bertabur
  4. Bintang bersusun
  5. Bintang lima, dan lain-lain.

Sedangkan corak-corak yang lain mencontoh kepada bentuk-bentuk tertentu, misalnya seperti :
  1. Wajik-wajik
  2. Segi penjuru empat
  3. Segi delapan
  4. Bulat penuh
  5. Lentik bersusun.

Kemudiannya ada pula yang bersumber dari kaligrafi, yang umumnya mengacu kepada kaligrafi yang ada.

Setiap corak mengandung makna dan falsafah tertentu yang nilainya mengacu kepada sifat-sifat sesuatu benda yang dijadikan corak dan dipandukan dengan nilai-nilai kepercayaan dan budaya tempatan kemudian disimpai dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Dan secara umum dapatlah diambil intisari daripada corak tersebut yang menggambarkan nilai kearifan, nilai kepahlawanan, nilai kasih sayang, nilai kerukunan, dan nilai tanggung jawab.

More about4. Corak Tenun Melayu

3. Jenis Tenunan

Attayaya Butang Emas on 2009-03-06

Adapun jenis tenun Melayu bolehlah dibagikan kepada lima kelompok, pertama melihat kepada bahannya, yaitu :
  1. Kain Kapas
  2. Kain Sutera
  3. Kain Mastuli
  4. Kain Benang
  5. Kain Belakang Parang
Dan yang kedua dapat dilihat dari cara pencelupannya, yaitu :
  1. Kain belacu, kain mentah, kain muri.
  2. Kain cindai, kain ikat, kain limau, atau kain petola
  3. Kain batik.
  4. Kain batik cap, kain batik Kedah atau kain telepok.
  5. Kain keringkam atau kerikam.
  6. Kain bersulam, kain bersuji atau kain bertekat.
  7. Kain bertekat tampung.
  8. Kain pedendang.
  9. Kain Songket, kain Bugis atau kain gerus.
  10. Kain bercual.
  11. Kain berantai.
  12. Kain Siak.
  13. Kain Siantan.
  14. Kain gelik.
Yang ketiga, jenis “kain batis” yaitu kain putih yang tipis dan halus, yang terdiri dari :
  1. Kain Asahan
  2. Kain Bakak
  3. Kain Cita
  4. Kain Beledu atau Kain Jong
  5. Kain Jose
  6. Kain Jepun
  7. Kain Lokcuan
  8. Kain Antelas
  9. Kain Kasa
  10. Kain Perai
  11. Kain Sakhlat
  12. Kain Kelarai
Sedangkan yang keempat, berdasarkan kepada kegunaannya, dapatlah ditemukan :
  1. Kain sarung
  2. Kain sabuk
  3. Kain tetampan atau kain wali
  4. Kain tanjak, kain bulang ulu
Yang kelima, jenis kain yang terkenal dalam perdagangan antara India dan nusantara pada masa lampau yaitu, diantaranya :
  1. Kain Beroci
  2. Kain Champa
  3. Kain Chele
  4. Kain Cintapuri
  5. Kain Dewangga
  6. Kain Dibaj
  7. Kain Duria
  8. Kain Kaci
  9. Kain Kalamkari
  10. Kain Kembayat
  11. Kain Pelikat
  12. Kain Selampuri
  13. Kain Tabi





More about3. Jenis Tenunan

2. Perjalanan sejarahnya

Attayaya Butang Emas on 2009-03-05

Sejarah perkembangan tenun Melayu Kepulauan Riau sejalan dan sehaluan dengan kejayaan dan kebesaran kerajaan-kerajaan Melayu pada masa lampau seperti Kerajaan Melayu Johor-Riau atau Riau-Johor (1511-1787), yang kemudian menjadi kerajaan Lingga-Riau atau kerajaan Riau-Lingga (1787-1913). Buku-buku sejarah yang awal seperti sulalatus salatin (abad ke-16) dan karya yang lebih muda yakni tuhfat al-Nafis (abad ke-19) menyiratkan kenyataan itu.

Selain itu, artefak yang ditemukan yakni kain-kain dan pakaian lama yang masih tersimpan sebagai koleksi pribadi masyarakat terutama di Daik, Lingga, Kepulauan Riau merupakan bukti yang menguatkan data tertulis yang ditelusuri. Kain dan pakaian lama itu ada yang bertarikh abad ke-17 dan yang paling muda bertarikh awal abad ke-20 (tahun 1900 M). Tenun lama itu tak hanya berupa kain (sarung) semata, tetapi juga terdiri atas berbagai jenis pakaian dan benda-benda lain, dari seluar (celana) dalam perempuan sampai dengan kain penutup keranda. Jadi, tenun dipergunakan untuk berbagai keperluan, dari keperluan untuk orang hidup sampai dengan untuk orang mati.





More about2. Perjalanan sejarahnya

1. Dalam Unsur Budaya

Attayaya Butang Emas on 2009-03-04

Salah satu unsur kebudayaan Melayu adalah tenun, yang sudah berkembang dengan pesat sejalan dengan keperluan masyarakat akan pakaian dan keperluan yang lain. Berbagai corak (motif) dan ragi (desaign) tenun dikembangkan seiring dengan aneka ragam fungsi pakaian itu sendiri.

Dalam masyarakat Melayu pakaian tak semata-mata untuk melindungi tubuh dari panas dan dingin belaka. Lebih dari itu, pakaian hendaklah dapat menutup malu, menjemput budi, menjunjung adat, menolak bala, dan menjunjung bangsa (lihat effendi, 1990:10-11). Sesuai dengan kegunaannya itu, pakaian menjadi tidak bernilai apa adanya, melainkan mempunyai atau bernilai adat dan budaya, berpatutan serta keindahan. Itulah sebabnya, didalam budaya Melayu dikenal ungkapan, antara lain, “pantang memakai memandai-mandai”. Dalam ungkapan yang lebih ekstrem disebutkan, “salah pakai perut terburai”.

Pakaian harus memiliki mutu keindahan seperti yang terdapat dalam hikayat Dewa Mendu, yakni mutu “seri gunung” dan “seri pantai”. Itu berarti pakaian harus indah dipandang dari jauh dan elok pula dipandang dari dekat. Lebih dari itu, ungkapan itu menyiratkan pula bahwa pakaian haruslah indah dipandang oleh mata (lahiriah) dan elok ditilik oleh mata hati (bathiniah). Dengan keadaan seperti itulah, pakaian, seperti dinukilkan oleh pengarang Melayu lama Ahmad Rijaluddin memiliki mutu sahdu perdana yang bernilai tujuh laksana atau kecantikan kelas satu yang patut diberikan nilai tujuh bintang (lihat Junus, 1990:3-4).

Untuk memenuhi kegunaan dan mutu seperti disebutkan di atas, pakaian harus memiliki lambang-lambang. Setiap corak dan ragi tenun dalam kebudayaan Melayu tidaklah hanya kosong belaka, tetapi mengandung makna dan lambang tertentu. Keanekaragaman makna itu amat bergantung pada corak dan ragi tertentu. Orang tua-tua mengatakan, “Ada benda ada maknanya, ada cara ada artinya, ada letak ada sifatnya”.

Kenyataan selama ini menunjukkan bahwa aneka ragam corak dan ragam tenun Melayu yang ada di Kepulauan Riau belum begitu tersebar luas, lebih-lebih akhir-akhir ini. Bahkan, masyarakat daerah ini sendiripun banyak yang tak mengetahui keberadaan corak dan ragi serta makna yang dikandungnya.

More about1. Dalam Unsur Budaya

8. PENGGALAN KEDELAPAN : Tenun Melayu

Attayaya Butang Emas

08
PENGGALAN KEDELAPAN

Tenun Melayu




More about8. PENGGALAN KEDELAPAN : Tenun Melayu

4. Bentuk Bangunan

Attayaya Butang Emas

Rumah orang Melayu Kepulauan Riau, pada awalnya ataupun umumnya adalah rumah panggung. Sesuai dengan namanya, lantai rumah orang Melayu tak jejak tanah, tetapi tersusun di atas gelegar yang ditopang oleh tongkat. Karena menggunakan tongkat dan letak lantainya sedemikian rupa itulah, rumah Melayu disebut juga dengan rumah panggung.

Rumah Orang Melayu dinamai sesuai dengan bentuk atapnya. Dalam hal sedemikian itu dikenal dengan beberapa nama antara lain “rumah bubung Melayu” atau “belah bubung” atau “rumah bubung panjang”. Kononnya, nama rumah bubung diberikan oleh para pendatang asing terutama orang cina dan belanda.

Pengaruh kebudayaan serantau jelas juga akan berpengaruh kepada seni bina rumah orang Melayu. Pada awalnya rumah Melayu yang diperbuat dengan sederhana kemudian berkembang dalam bentuk rumah bubung panjang. Hal yang sedemikian juga dikarenakan munculnya alat-alat pertukangan yang lebih baik seperti gergaji, pahat, ketam dan peralatan lainnya. Selain daripada itu juga karena pengaruh dari bentuk rumah orang asing (Eropa) terhadap bentuk seni bina rumah orang Melayu yang kemudian dikenal dengan nama ”rumah Limas”.

Kemudiannya rumah dengan bentuk Limas semakin berkembang dan semakin digemari dan mempunyai pengaruh yang begitu besar dalam seni bina rumah Melayu. Maka kemudiannya rumah limas juga masuk dalam daftar rumah orang Melayu.

4.1. Rumah Bubung Panjang
Rumah bubung ini kemudiannya lebih berkembang yang diperbuat sedemikian rupa. Walaupun sebagiannya masih tetap bertahan dengan keadaanya, dengan segala kelebihan seni bina rumah Melayu itu sendiri. Namun demikian ada terdapat beberapa bentuk rumah bubung panjang yang berserambi yang banyak digunakan oleh orang-orang melayu. Bentuk yang kecil disebut rumah tiang dua belas, sedangkan besar sedikit disebut rumah tiang enam belas. Kedua rumah tersebut dapat dikenal melaui jumlah tiang pada rumah ibunya.

Yang dimaksud dengan rumah tiang dua belas, adalah mempunyai dua belas tiang utama, terdiri daripada enam tiang panjang dan enam tiang serambi sama naik. Kedudukan tiangnya diatur dalam tiga baris, yakni dari arah hadapan rumah (arah tangga hadapan). Kalau dipandang dari arah sisi (arah tebar layar), kelihatan empat baris tiang, dan setiap baris mengandungi tiga batang tiang.

Rumah tiang enam belas pula, ruangannya lebih besar, kerena jumlah tiangnya yang terdiri daripada lapan tiang panjang dan delapan tiang serambi sama naik itu telah membentuk tiga ruang pada rumah ibu, bukan dua ruang pada rumah tiang dua belas, sekurang-kurang tiga meter. Oleh karena itu dapatlah terlihat dari hadapan bahwa rumah dengan tiang enam belas lebih panjang daripada tiang dua belas.

Rumah bubung panjang adakalanya menggunakan serambi yang terbuka, maksudnya tidak berdinding. Kalaupun berdinding ianya tidak penuh, apakah menggunakan kisi-kisi atau dinding papan yang ukurannya sekira sebahu ketika duduk bersila.

4.2. Rumah Limas
Sejak masuknya orang Eropa dalam kehidupan budaya orang Melayu ternyata sangat berpengaruh pada binaan rumah. Apatah lagi dengan orang-orang Eropa (Portugis, Belanda dan Inggris) yang membuat rumah, membina gedung-gedung dengan bentuk bubung limas. Maka orang-orang Melayu dari golongan berada yang telah diresapi dengan berbagi budaya modern, telah mulai mengubah selera dengan membuat rumah berbentuk bubung limas. Maka kemudian muncullah satu bentuk rumah Melayu yang tidak lagi berasaskan kepada seni bina rumah bubung panjang.

Rumah bubung limas terdiri dari berbagai jenis. Bentuk paling awal dikenal sebagai “Limas Perabung Lima”, yaitu bubungnya memakai lima buah perabung, terdiri daripada satu perabung terus mendatar dan bersambung dengan empat buah perabung yang menurun ke cucuran atap. Tulang rasuk membentuk dua buah tulang bubung memanjang dan dua buah tutup bubung sisi yang berbentuk segi tiga atau piramid yang disebut limas. Dengan kedudukan tulang bubung, ia membentuk tutup bubung terlingkup yang dikelilingi oleh cucuran atap. Bentuk ini berbeda dengan rumah bubung yang hanya memakai satu tulang perabung yang membentuk dua tutup bubung saja.

More about4. Bentuk Bangunan

3. Susunan Ruang

Attayaya Butang Emas on 2009-03-03

Ruang Rumah Melayu umumnya terdiri atas tiga bagian utama, yaitu anjung (selasar), rumah induk, dan dapur (penanggah)

3.1. Anjung
Anjung (selasar) adalah bagian paling depan. Lantainya lebih rendah daripada rumah induk dan dinding umumnya separuh terbuka. Anjung dibedakan pula dengan anjung jatuh, anjung luar, anjung dalam. ”Anjung luar” adalah anjung yang terpisah dari rumah induk dan letaknya jauh menjorok kedepan. Kalau anjung itu bersambung dengan rumah induk, tetapi lantainya lebih rendah daripada rumah induk, disebut ”anjung jatuh”, dan anjung yang bersatu dengan rumah induk disebut selasar dalam. Anjung luar digunakan untuk tempat anak-anak bermain. Dalam upacara tertentu, acara pernikahan misalnya, anjung luar digunakan sebagai tempat tamu-tamu biasa dan para pemuda.

Anjung jatuh pula berguna sebagai tempat tamu biasa apabila dilaksanakan acara-acara tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari ruangan ini dijadikan tempat untuk meletakkan alat-alat atau perlengkapan nelayan atau tani.

Sedangkan ”anjung dalam” digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu yang dihormati, baik dalam acara tertentu maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Adapula yang dinamakan ”anjung gajah menyusu”, biasanya digunakan sebagai tempat untuk meletakkan hidangan dalam upacara perkawinan, kenduri-kendara dan sebagainya. Pada hari-hari biasa juga digunakan sebagai tempat kanak-kanak bermain dan orang tua bersembang-sembang.

3.2. Rumah Induk
Di dalam rumah induk terdapatlah ruang depan, ruang tengah dan ruang dalam. Pembagian ruang itu sesuai dengan letaknya, yaitu sebelah depan tempat pintu masuk, disebut ruang depan. Sedangkan bagian rumah induk ditengah disebut ruang tengah, dan bagian rumah induk di belakang disebut ruang dalam.

Ruang depan digunakan tempat tamu keluarga, juga dipakai sebagai ruang tidur keluarga yang menumpang atau menginap. Sedangkan ruang tengah berguna sebagai tempat tamu orang tua-tua atau keluarga dekat. Diruang tengah ini biasanya terdapat bilik yang jumlahnya disesuaikan dengan besarnya rumah.

Ruang dalam dipakai untuk tempat kaum ibu dan tempat tidur keluarga perempuan. Di tempat ini juga terdapat beberapa bilik. Anak-anak tidur di ruangan ini, kecuali anak laki-laki yang umunya sudah 7 tahun ke atas, yang harus tidur diruangan tengah. Anak-anak dara tidur bersama orang perempuan tua di ruangan dalam.

3.3. Dapur
Di dapur (penanggah) terdapat dua ruangan yaitu kilik (kelek) anak (ruang telo) dan dapur. “Kilik anak” adalah ruang penghubung antara ruang induk dan dapur. Dapur itu sendiri ialah ruang tempat memasak.

Kelek anak digunakan untuk tempat menyimpan sebahagian peralatan tani dan nelayan. Diruangan ini juga diletakkan cadangan air. Sedangkan ruang dapur adalah tempat memasak dan tempat makan keluarga. Di ujung dapur selalu pula dibuat pelantar yang digunakan untuk mencuci kaki, mencuci piring, tempat tempayan air atau tempat meletakkan benda yang kotor.

Disamping itu, diruangan dapur selalu pula dibuat tempat untuk mernyimpan pinggan-mangkuk dan sebagainya yang dipergunakan sehari-hari. Tempat tersebut disebut “peran” yang dibuat menjorok dari dinding dapur keluar.

Peran adalah tempat menyimpan barang-barang keperluan sehari-hari, cadangan bahan makanan yang perlu dikeringkan dan sebagainya. Sedangkan “para” terletak di atas tempat memasak.

More about3. Susunan Ruang

2. Ukuran Rumah

Attayaya Butang Emas on 2009-03-02

Dalam tradisi masyarakat Melayu, membuat rumah tidak dapat dilakukan dengan begitu saja, melainkan haruslah memerlukan persyaratan tertentu. Salah satu syarat untuk membuat rumah yang serasi bagi pemiliknya yakni dengan menentukan ukuran rumah tersebut.

2.1. Hitungan Hasta
Sebelum rumah dibangun dan perlengkapan kayu dipotong, pemilik rumah (suami isteri) hendaklah membuat ukuran dengan menggunakan seutas tali yang dikira dengan “hitungan hasta”. Pada setiap menghasta tali biasanya ada istilah sendiri, misalnya :
- hasta pertama : ular berang
- hasta kedua : meniti riak
- hasta ketiga : riak meniti kumbang berteduh
- hasta keempat : habis utang berganti utang
- hasta kelima : utang lama belum terimbuh

Setiap kata pada tiap hasta mengandung makna tertentu, yaitu :
  • Ular berang, berarti rumah itu tiada baik, selalu panas dan sering terjadi silang sengketa baik antara sesama penghuninya atau dengan orang lain.
  • Meniti riak, berarti penghuni rumah akan selalu bersikap angkuh dan sombong.
  • Habis utang berganti utang, bermakna penghuninya akan selalu dalam berutang, kesulitan dan melarat.
  • Utang lama tak terimbuh berarti penghuni rumah akan senantiasa dalam kesusahan, bahkan seluruh harta benda yang dibawanya kerumah itu akan habis sampai pemilik rumah itu jadi orang yang paling melarat.

Karena adanya makna pada setiap perkataan itu, pemilik rumah akan menentukan besar rumahnya dengan mengulangi hastanya beberapa kali, kemudian berhenti pada bilangan dengan perkataan yang baik, yakni ”riak meniti kumbang berteduh”.

Sebaiknya yang melakukan pengukuran ini adalah seorang isteri, karena dianggap tangan isteri lebih dingin dari tangan laki-laki. Apalagi si isteri lebih banyak berada dirumah. Hal yang sedemikian itu, bolehlah disamakan ketika sedang menabur padi, kononnya tangan orang perempuan lebih baik, benih padi yang ditanam lebih besar menjadinya daripada tangan laki-laki.

2.2 Ukuran Pemasangan Kasau
Cara lain untuk menentukan ukuran rumah adalah dengan ”pemasangan kasau”, dan cara ini disebut dengan bilangan kasau. Sebelum mendirikan rumah, pemilik rumah membuat ukuran pada seutas tali atau sehelai daun pandan. Ukuran itu dihitung dari ujung siku sampai ke ujung buku jari tangan tergenggam, yang disebut ”setulang”. Setiap mengukur dengan tangannya itu, ia menyebutkan perkataan berikut :
- tulang pertama : Kasau
- tulang kedua : risau
- tulang ketiga : rebah
- tulang keempat : api

Setiap perkataan itu mengandung makna tertentu, yaitu kalau yang dimaksud:
  1. Kasau bermakna rumah itu akan sangat baik bagi pemiliknya, karena akan membawa kebahagiaan dan ketentraman.
  2. Risau bermakna akan mendatangkan malapetaka dan selalu dirundung malang.
  3. Rebah bermakna penghuni rumah selalu dalam ancaman bahaya.
  4. Api bermakna rumah itu panas, selalu terjadi pertengkaran dan perkelahian, baik antara sesama penghuni maupun antara penghuni dari pihak lain.

Untuk mencari ukuran yang serasi, pemilik rumah akan melakukan perhitungan dengan berulang-ulang, dan berusaha untuk menghitung kepada bilangan kasau. Dengan demikian diharapkan rumah yang akan dibangun kelak mendapat rahmat dari Allah swt. Sehingga akan mendatangkan kebahagiaan.

2.3. Ukuran Gelegar
Bilangan gelegar merupakan cara yang biasa juga digunakan untuk menentukan ukuran rumah. Caranya mirip dengan perhitungan bilangan kasau, hanya perkataan yang berbeda.
- tulang pertama : gelegar
- tulang kedua : geligi
- tulang ketiga : ulur
- tulang keempat : bangkai

Setiap perkataan tersebut memiliki makna, yaitu :
  1. Gelegar bermakna rumah itu amat baik.
  2. Geligi barmakna penghuni rumah akan sakit-sakitan.
  3. Ulur bermakna pemiliknya selau dalam kesulitan.
  4. Bangkai, pemiliknya akan ditimpa malapetaka.


More about2. Ukuran Rumah

1. Susunan Rumah Melayu

Attayaya Butang Emas on 2009-03-01

Rumah Melayu terdiri daripada tiga unsur utama, yaitu tiang, dinding dan bumbung. Kekuatan dan ketahanan sebuah rumah adalah bergantung kepada gabungan bahan-bahan binaan yang masuk dalam “perenggan tiang”. Bahan binaan yang terpenting dalam perenggan ini ialah tiang rumah. Oleh itu konstruksi tiang haruslah daripada jenis kayu yang terbaik, kuat dan tahan menanggung beban berat bangunan rumah.

Rumah Melayu pada zaman dahulu mempunyai tiang yang ditanam dalam tanah. Contoh tiang begini masih terdapat pada rumah asal atau rumah melayu awal. Namun sejak kebelakangan ini hampir semua rumah Melayu yang berbentuk bubung panjang atau limas tidak lagi menggunakan tiang yang ditanam dalam tanah. Tiang sudah diberi alas dibahagian kakinya, yang disebut “lapik tiang” atau “alam tiang”, yang diperbuat daripada kayu atau bahan keras. Di kaki tiang ditebuk lubang untuk menempatkan “kuku tiang”. Pada zaman dahulu, dalam lubang kuku tiang, selalunya diletak “duit syiling” atau “tahi bijih”, dan mungkin ada unsur mistik dalam perbuatan ini.

Ada berbagai-bagai jenis tiang dalam rumah Melayu. Ada tiang seri, tiang panjang, tiang serambi, tiang tongkat, tiang gantung dan ada pula tiang tambah atau tiang penyokong. “Tiang utama” dibahagian tengah pada rumah bubung panjang pula biasanya lebih panjang dari pada “tiang serambi sama naik”. Dibaris tiang panjang, terdapat sebatang tiang yang disebut “tiang seri”. Tiang ini merupakan ”tiang adat” dan ia penting dalam upacara pembinaan rumah. Tiang pendek, tiang tongkat dan tiang gantung hanya setinggi aras lantai saja. Tiang tongkat atau tiang penyokong juga setinggi aras lantai dan biasanya ditambah kemudian menguatkan kedudukan lantai.

1.1. Rasuk
Rasuk adalah bahan binaan rumah kayu yang berfungsi sebagai pengikat rangka rumah. Tanpa rasuk, tiang–tiang tidak dapat berdiri dengan baik. Rasuk yang memanjang disebut “rasuk panjang”, dan yang melintang disebut “rasuk pendek” atau “rasuk rot”. Memperbuat rasuk biasanya digunakan kayu yang keras. Rasuk dipasang menembus tiang. Selain dikenal dengan nama rasuk, biasanya juga bagian ini disebut “gelegar jantan” atau “gelegar induk”.

Baris-baris kayu yang melintang terletak diatas ”alang” disebut gelegar. Ia berfungsi sebagai alas lantai. ”Bendul” adalah kayu penutup hujung lantai, letaknya melingkari bangunan sebelah luar rumah. Kegunaannya sebagai pemisah ruang-ruang serambi, rumah ibu, selang dan dapur.

1.2. Gelegar.
Gelegar berbentuk bulat, setengah bulat atau persegi. Ukurannya lebih kecil dari rasuk. Gelegar disusun melintang (dalam jarak tertentu) di atas rasuk. Jumlah gelegar ditentukan dengan bilangan tertentu. Biasanya, jumlah gelegar berguna untuk menentukan “ukuran rumah” bagi pemiliknya.

1.3. Tongkat
Tongkat adalah bagian rumah yang paling bawah, tongkat dibuat sedemikian rupa dari tanah (dibenamkan ke tanah atau dialasi benda keras) sampai menopang rasuk. Bersama tiang, tongkat menjadi sendi utama bagi kekuatan rumah. Artinya, tongkat yang kokoh akan memungkinkan rumah menjadi kuat pula, begitu pula sebaliknya.

Tongkat boleh terbuat dari kayu dan boleh juga terbuat dari semen. Kalau terbuat dari kayu, ada yang dari kayu bulat dan ada pula yang dari kayu persegi empat. Apabila terbuat dari semen bentuknya boleh direka sedemikian rupa sehingga kelihatan menarik sesuai dengan selera pemiliknya. Dalam hal ini, tongkat semen boleh dan biasa direka dengan corak-corak tertentu sebagaimana lazimnya corak dalam ragam hias Melayu.

Seperti yang dikemukakan diatas, tinggi tongkat bermacam-macam dari kira-kira 1,50 m sampai dengan 2,40 m. sedangkan untuk rumah di pantai memerlukan tongkat yang lebih tinggi dan bahannya harus tahan air dibandingkan dengan rumah di darat (jauh dari pantai).

1.4. Tangga
Tangga adalah bagian rumah yang berfungsi sebagai alat tempat untuk orang naik ke dan turun dari rumah. Tangga terdiri atas tiang tangga dan anak tangga. Tiang tangga berbentuk persegi empat, pipih, atau bulat. Kaki tangga (bagian tiang tangga sebelah bawah) ada yang ditanam dan ada pula yang diberi alas dengan benda keras. Bagian atasnya disandarkan miring ke ambang pintu dan terletak di atas bendul. Anak tangga berbentuk bulat atau pipih. Pada kiri kanan tangga adakalanya diberi tangan tangga. Bagian ini di pasang sejajar dengan tiang tangga dan selalu diberi hiasan berupa kisi-kisi larik atau papan tebuk (papan berlubang).

Anak tangga adakalanya diikat dengan tali ditangga, tetapi kalau pipih dipahatkan (kurus) ke dalam tiang tangga. Tali pengikat, biasanya, dibuat dari rotan. Sedangkan jumlah anak tangga disamping disesuaikan tinggi rendahnya rumah. Makin tinggi rumah makin banyak anak tangganya, juga dianjurkan bilangannya menampilkan makna tertentu. Anak tangga tunggal (satu buah saja) mengacu pada makna “keesaan Allah”, empat “jumlah sahabat nabi Muhammad saw”, lima “rukun Islam”, dan sebagainya. Jarak antara anak tangga tidak ditentukan, tetapi menurut kebiasaan jarak anak tangga antara satu dengan yang lainnya lebih kurang satu hasta. Yang penting jarak anak tangga harus diatur sedemikian rupa sehingga orang mudah naik ke dan turun dari rumah. Tangga boleh juga dibuat dari semen. Tangga semen ini direka dalam bentuk seindah mungkin.

1.5. Bendul
Bendul berbentuk persegi empat atau bulat. Bahan bendul juga tiada diperbolehkan disambung, dan sama dengan bahan tiang seri dan rasuk. Bendul juga berguna sebagai batas ruang rumah dan batas lantai.

1.6. Lantai
Lantai adalah ruang antara perenggan tiang dengan perenggan dinding, yang beralaskan kayu-kayu gelegar. Pada zaman dahulu orang menggunakan “lantai jerai”, yaitu bilah-bilah batang pinang atau yang buluh yang setiap satu lebarnya kira-kira 5-6 cm. bilah-bilah itu disusun atas gelegar dan dikemas dengan rotan atau akar. Gayanya seperti menyirat lukah dan bubu ikan. Ada juga yang menggunakan lantai daripada buluh yang diracik. Hari ini lantai rumah Melayu bertukar kepada papan yang dibelah dengan gergaji atau ditarah dengan pepatil. Sekarang sudah banyak lantai yang diperbuat daripada papan berketam yang boleh dibeli dari kilang papan.

Rumah Melayu menggunakan tidak kurang daripada tiga buah tangga, sebuah di hadapan rumah, sebuah di ruang selang dan sebuah lagi di pintu belakang. Tangga depan terletak di hadapan serambi dan pada rumah yang beranjung, tangganya diubah ke anjung. Ada tangga depan yang mempunyai ruang kecil yang dinamakan beranda. Selangnya pula berpantar dan terdapat pangking untuk duduk. Dirumah berloteng atau berperan terdapat tangga yang dipasang di dalam rumah.

1.7. Jenang
Jenang berbentuk balok persegi empat atau bulat. Kegunaan utamanya adalah tempat melekatkan dinding dan sebagai penyambung tiang dari rasuk ke tutup tiang. Jenang dipasang tegak lurus dari rasuk ke tutup tiang. Pada kedua ujungnya diberi puting. Puting bagian bawah dipahatkan ke dalam rasuk, sedangkan puting bagian atas pahatkan ke dalam tutup tiang. Bahan jenang sama dengan bahan rasuk, yakni kayu keras.

1.8. Sentur
Sentur adalah kayu yang menghubungkan jenang dengan jenang. Sentur terbuat dari kayu persegi atau bulat. Bahannya seperti bahan jenang, tetapi ukurannya lebih kecil dan kedua ujung sentur dipahatkan ke dalam jenang.

Sentur berguna sebagai kerangka dinding, kerangka pintu, dan kerangka tingkap (kusen). Jumlah sentur tergantung pada tinggi dinding serta jumlah pintu, tingkap, dan lubang angin.Rumah yang berdinding tinggi memerlukan sentur lebih banyak dari pada rumah berdinding rendah (pendek).Semakin banyak pintu, tingkap, dan lubang angin rumah,makin banyak pula diperlukan sentur.

1.9. Tutup Tiang
Tutup tiang berbentuk persegi empat atau balok. Besarnya bergantung pada ukuran tiang dan berguna sebagai pengunci bagian atas tiang. Bahan yang dipakai sama dengan bahan jenang. Tutup tiang yang menghubungkan keempat tiang seri disebut “tutup tiang panjang”, sedangkan menghubungkan tiang-tiang lainnya disebut “tutup tiang pendek”.

1.10. Alang
Kayu yang dipasang melintang di atas tutup tiang disebut alang. Bentuknya persegi empat atau bulat. Bahannya sama dengan tutup tiang. Gunanya dapat disamakan dengan gelegar loteng atau sebagai balok tarik di bawah kuda-kuda. Ukurannya sama atau lebih kecil sedikit dari tutup tiang.

1.11 Kasau
Kasau yang besar disebut ”kasau jantan” yang berguna sebagai kaki kuda-kuda, sedangkan kasau yang lebih kecil di sebut ”kasau betina”. Yang berguna sebagai tempat melekatkan atap. Kasau jantan terletak di bawah gulung-gulung, sedangkan kasau betina terletak di atas gulung-gulung. Bentuknya ada yang bulat, pipih, atau persegi. Bahannya dari kayu keras, terutama untuk kasau jantan, sedangkan untuk kasau betina dapat digunakan nibung atau buluh.

1.12. Gulung-gulung
Gulung-gulung bentuknya bulat atau persegi. Gulung-gulung dipasang sejajar dengan tulang bubung, diatas kasau jantan.

1.13. Tulang Bubung
Tulang bubung adalah kayu yang terletak paling atas (dipuncak pertemuan atap). Bahannya dari kayu keras, sedangkan bentuknya bulat atau persegi. Tulang bubung adalah tempat pertemuan ujung kasau dan ujung atap sebelah atas. Diatas tulang bubung dipasang perabung, yakni atap yang menutup pertemuan puncak atap.

1.14. Tunjuk Langit
Tunjuk langit berbentuk persegi empat atau bulat. Bahannya dari kayu keras atau sama dengan bahan tiang seri. Gunanya sebagai tiang tempat tulang bubung dan kuda-kuda. Tunjuk langit dipasang di atas tutup tiang pada kedua ujung perabung, sedangkan yang dibagian tengah dipasang di atas alang. Jumlahnya tidak ditentukan, tetapi sekurang-kurangnya tiga buah, yakni dua di sebelah ujung dan satu di tengah. Pada tunjuk langit dipasang kuda-kuda dan kaki kuda-kuda. Diatasnya dipasang tulang bubung.

1.15. Dinding
Dinding ialah bahagian binaan yang membangunkan sesebuah rumah. Dinding berfungsi sebagai kontraksi samping dekoratif, yang diukir dengan menarik.

Pada zaman dahulu sebelum dinding papan diperkenalkan, rumah Melayu menggunakan daun untuk dinding. Daun yang digunakan termasuklah daun bertam, cucuh, enau, rumbia dan juga daun nipah. Daun-daun itu disusun dan disirat menjadi berkajang atau berbidang.

Ada juga yang menggunakan dinding pelupuh atau dinding tepas. Dinding ini masih dapat dilihat dirumah-rumah bubung panjang dibeberapa daerah. Dinding ini dibuat dari pada bilah-bilah buluh atau ”bemban” yang dianyam mengikut corak yang dikehendaki. Pelupuh yang bercorak dikenali sebagai ”kelarai”, yang dianyam indah. Kelarai ini ada yang disebut kelarai bunga, kelarai tampuk manggis, kelarai piling berganda, kelarai bintang, kelarai ketam bawa anak, kelarai akar selusuh, kelarai empat sebilik dan kelarai mas murai, berdasarkan corak masing-masing.

Dinding pelupuh boleh tahan hingga 80 tahun. Contoh rumah yang menggunakan dinding tepas yang berkelarai ialah “Istana Tepas” atau lebih dikenal sebagai “Istana Kenanga” di Bukit Cadan, Kuala Kengsar, Perak. Dari perkhabaran yang diperdapat, Istana ini dibina pada tahun 1918, dan menjadi tempat bersemayam sementara Sultan Iskandar Syah (Sultan Perak yang memerintah dari tahun 1918-38), hal ini dilakukan karena menantikan siapnya istana yang resmi (Istana Iskandar yang dalam pembinaan).

Selain dinding pelupuh dan daun kayu, rumah Melayu juga menggunakan dinding kulit kayu dan papan. Dinding kulit kayu hampir tidak dipakai lagi sekarang. Dinding papan kembung biasanya terdapat pada rumah-rumah orang yang berada dinegeri Kelantan dan Terengganu, dan biasanya dipakai pada rumah-rumah bujang dan rumah tiang dua belas. Jenis dinding ini jarang terdapat pada rumah Melayu di negeri-negeri lain.

Dinding rumah Melayu sekarang diperbuat daripada papan. Ada yang dipasang secara menegak dan ada yang dipasang melintang. Dinding yang disusun menegak memerlukan papan yang berlidah (lidah pian). Atau dengan susunan yang bertindih (tindih kasih). Cara lain adalah dengan pasangan melintang dan saling menindih yang disebut susun sirih.

Lidah pian adalah bentuk ketaman papan pada kedua belah tepi lebar papan, dimana pada sebelah bagian ketamnya membentuk lidah, yakni timbul, dan pada sebelah lainnya cekung atau dibuat alur.jadi, dengan merapatkan dinding satu dengan lainnya, bagian yang menonjol (lidah) itu dimasukkan kedalam bagian yang cekung (alur), sehingga papan-papan tersebut benar-benar rapat. Bagian yang menonjol atau lidah itu biasa disebut jantan, sedang yang bercekung atau beralur disebut betina.

Memasang dinding memerlukan bingkai kayu yang disebut jenang, atau “turus dinding” dan “kayu kambi” sebagai tempat memaku papan dinding. Kayu jenang terdapat juga pada dinding-dinding pelupuh atau tepas. Begitu juga dengan bingkai tingkap dan pintu, ia memerlukan kayu jenang. Disebelah luar dinding pada sesetengah rumah lama terdapat pula pengapit dinding yang disebut “kawan dinding”.

1.16. Pintu
Di dinding terdapat tingkap dan pintu. Pintu merupakan dinding yang boleh ditutup dan dibuka. Gunanya memberi laluan kepada penghuni keluar masuk. Pintu mempunyai dua daun pintu yang dibuka ke dalam, dan jarang sekali rumah-rumah Melayu yang daun pintunya dibuka keluar. Disesetengah rumah terdapat pula “pintu gelangsar”, yaitu daun pintu itu disorong ke tepi dinding semasa dibuka. Pintu-pintu rumah tradisional dahulu biasanya memakai “selak” dan “palang pintu”, tetapi rumah-rumah limas modern sekarang menggunakan kunci atau mangga.

Palang pintu juga berfungsi sebagai alat kunci supaya pintu tidak boleh dikopak oleh anasir-anasir jahat. Selain itu kayu palang juga dapat digunakan sebagai senjata sekiranya mereka diserang oleh orang–orang semasa mereka membuka pintu.

Rumah–rumah tradisional Melayu biasanya mempunyai tiga buah pintu, yaitu pintu hadapan yang terletak diserambi atau di anjung, pintu selang pula terletak diselang atau di kelek anak dan pintu belakang yang terletak dibelakang dapur. Disamping pintu-pintu yang mengarah keluar rumah, terdapat juga pintu didalam rumah, yaitu seperti pintu bilik, pintu serambi dan pintu-pintu yang memisahkan antara ruang-ruang ibu rumah, selang dan dapur.

1.17. Tingkap
Tingkap-tingkap pula tidak mengikut aturan tertentu. Dahulu, rumah Melayu menggunakan tingkap-tingkap rumah limas Melayu yang ada sekarang. Masih ada rumah-rumah tradisional Melayu yang berusia tua yang mengekalkan tingkap bentuk lama, yaitu tingkap itu mempunyai sekeping daun tingkap yang dibuka kearah dalam rumah. Ruang tingkap yang terbuka biasanya dipasang ”kayu kekisi”. Tingkap biasanya terdiri daripada dua keping daun tingkap yang dibuka keluar. Ada sesetengah tingkap yang daun tingkapnya dibuat hingga ke lantai dan separuh daripada bukaan tingkap diberi kekisi dan ada juga yang tidak berkesisi. Seperti halnya pintu, tingkap juga mempunyai bingkai kayu yang disebut jenang atau pahar. Pada jenang dicantum kayu kambi sebagai pengalas dinding.

Adapun jendela rumah diperbuat dengan berbagai ragam, selain dari sekeping atau dua keping daun tingkap, ada juga yang menggunakan daun tingkap beram-ram.

1.18. Lubang Angin
Adalah sebuah lubang yang dibuat khusus untuk keluar masuknya angin (udara). Lubang angin biasanya diperbuat segi delapan, persegi enam, atau bulat. Pada rumah-rumah sederhana lubang angin dibuat berbentuk bujur sangkar. Biasanya, lubang angin diberi kekisi tertentu, berbentuk bulat koma, persegi empat, atau jalinan dan persilangan. Lubang angin yang dibuat khusus dengan berbagai hiasan disebut ”lubang cermin”.

Lubang angin yang disatukan dengan bahagian lain dari rumah adalah yang terdapat diatas pintu, di atas tingkap, singap, dan sebagainya. Menurut keterangan orang tua-tua di daerah ini, pembuatan itu memang ada artinya. Lubang angin yang bersegi delapan biasanya dibuat pada rumah penghulu atau rumah orang yang di tuakan di sesuatu kampung. Persegi delapan dikaitkan dengan delapan penjuru angin, melambangkan pancaran kekuasaan atau wibawa pemilik rumah yang berpencar ke segala penjuru.

Lubang angin persegi enam, bujur sangkar, dan bulat boleh di buat oleh siapa saja. Persegi enam melambangkan rukun iman yang enam, persegi empat melambangkan 4 sahabat nabi, dan empat penjuru mata angin, sedangkan yang bulat melambangkan bulan purnama yang memberikan sinar kerumah. Bentuk kisi-kisi tiadalah mengandung makna tertentu, kegunaannya hanyalah sebagai hiasan belaka.

1.19. Loteng
Loteng disebut ”langa”. Loteng yang terletak diatas bagian belakang rumah (telo dan dapur) disebut ”peran” atau ”para”, tapi tak banyak rumah yang memakai loteng. Lantai loteng dibuat dari papan yang disusun rapat sama seperti lantai rumah induk, hanya lantai loteng ukurannya lebih kecil dan lebih tipis. Pada rumah yang tak berloteng, dalam upacara tertentu bagian atas (loteng) ditutup dengan kain yang disebut ”langit-langit”. Kain ini biasanya dibuat dari kain perca dengan beraneka warna kemudian dijahit menjadi sebuah bidang besar menurut pola tertentu.

Banyak pula loteng yang dibuat tidak menutupi seluruh bagian atas ruang, tetapi hanya sebahagian saja atau berbentuk huruf “L”. loteng tak seluruhnya berdinding, tetapi diberi hiasan kisi-kisi yang terbuat dari kayu bubutan atau papan tebuk.

Loteng yang separuhnya berdinding disebut ”anjungan mengintai”. Loteng dibagian belakang (para) dibuat dalam bentuk yang sangat sederhana dengan lantai yang jarang. Loteng berbentuk L adalah loteng yang berbentuk siku-siku, dan loteng ini dibuat kalau dirumah tersebut banyak anak dara. Mereka tinggal diatas loteng itu (terutama yang sudah dewasa atau sudah bertunangan) sebagai tempat tidur dan tempat menenun kain.

Pembuatan loteng yang berbentuk huruf L ini bertujuan memberikan ruang bagi pemilik rumah untuk menggunakan ruang itu sebagai tempat pelaminan yang tinggi. Kalau seluruh ruang diatasnya di pasang (diberi) loteng, tinggi ruang menjadi terbatas sehingga pelaminan tak dapat dibuat bertingkat-tingkat. Oleh sebab itu, walaupun tiada larangan bagi masyarakat bisa untuk membuat loteng seperti itu, mereka jarang membuatnya. Kaum bangsawan dan orang-orang kaya yang biasanya banyak membuat loteng sepeti itu.

1.20. Teban Layar
Disebut juga ”singap” atau ”bidai”. Bagian ini biasanya dibuat bertingkat dan diberi hiasan yang sekaligus berguna sebagai lubang angin. Pada bagian yang menjorok keluar diberi lantai yang disebut ”tubang layar” atau ”lantai alang” atau ”undan-undan”.

1.21. Atap
Bahan utama atap adalah daun nipah, daun rumbia, kemudian pula ada genteng, seng dan asbes. Atap yang dibuat dari daun nipah atau daun rumbia itu dibuat dengan menjalinnya pada sebatang kayu yang disebut ”bengkawan”, biasanya dibuat dari bilah pokok pinang, nibung, pelepah nyiur atau buluh. Pada bengkawan itulah atap dilekatkan, dijalin dengan rotan, kulit buluh atau kulit pelepah rumbia (bintit). Kalau atap dibuat satu lapis daun saja disebut ”kelarai” (atap kudi), sedangkan kalau dua lapis disebut ”mata ketam” (atap pakai). Atap mata ketam kelas lebih rapat, lebih tebal dan lebih tahan daripada atap kudi.

Isi perut rotan atau buluh dipakai sebagai penjalin yang disebut ”liet”. Cara membuat liet adalah buluh atau rotan ”dilayuh” dengan api, kemudian direndam ke dalam air. Sesudah beberapa waktu, baru dibelah dan diambil isinya, dibuat seperti helai-helai rotan yang lazim dipakai sebagai anyaman.

Untuk melekatkan atap digunakan tali rotan, sedangkan untuk ”perabung” dipakai pasak yang terbuat dari nibung. Pekerjaan memasang atap disebut ”menyanggit”.

1.22. Bubung
Bubung (bumbung) merangkumi berbagai kayu rangka, dari kayu alang panjang (kepala tiang) hingga ke tulang perabungnya yang diatas sekali. Bahan-bahan gabungan pada bubung terdiri daripada kayu kasau jantan, kasau betina, gulung-gulung, tunjuk langit, naga-naga, larian tikus, tulang perabung (tulang bumbung), jeria, atap dan lain-lain.

Di atas bubung ada tutup bubung. Pengalas tutup bubung diperbuat daripada berbagai-bagai bahan. Pada zaman dahulu, orang menggunakan ”atap cucuh”, yakni daun dari pokok cucuh (sejenis pokok palma yang tumbuh di hutan). Ada juga tutup bubung yang diperbuat daripada atap rumbia dan atap nipah. Sekarang ini, kebanyakan rumah Melayu menggunakan kepingan kayu sebagai atap dan dikenal sebagai ”atap sisip” atau ”atap berlian”. Ada pula menggunakan atap genting (atap genting Senggora), atap seng, dan atap asbes.

Rumah bubung panjang, apapun juga bentuknya, mempunyai asas atau dasar kerangka yang sama. Kedudukan tiangnya sebaris dengan tiang panjang daripada tiang serambi. Kegunaan tiang panjang ini ialah untuk menongkat bubung induk rumah, sedangkan tiang serambi berguna untuk menongkat bubung serambi dan bubung kelek anak. Sekiranya rumah bubung panjang memakai lantai dibahagian aras kepala tiang, bubung untuk ruang yang disebut ”peran/para” ataupun ”loteng” haruslah ditinggikan sedikit. Pada bahagian ujung alang lintang, dipasang tiang pendek yang dikenal sebagai tiang gantung, sedangkan bahagian tengahnya dipasang kayu turun menegak yang disebut kayu tunjuk langit.

Kedudukan tiang utama dengan tiang serambi yang lebih pendek ada kaitannya dengan kedudukan aras lantai, lantai kelek anak dan ruang ibu lebih tinggi daripada lantai ruang serambi karena ada keterkaitan dengan adat dan peraturan budaya Melayu.

Ruang-ruang yang wujud dalam seni bina rumah bubung panjang, seperti ruang serambi, kelek anak, ruang tengah, selang dan dapur, memperlihatkan dengan jelas budaya Melayu yang diresapi nilai-nilai Islam. Dalam Islam, ada peraturan yang menghendaki kaum lelaki perempuan di asingkan karena Islam melarang pergaulan bebas lelaki–perempuan yang bukan muhrim, malah budaya Melayu juga berpegang kuat pada adat resam yang diwarisi turun-temurun. Maka, di dalam rumah diwujudkan ruang-ruang rehat yang khas.

More about1. Susunan Rumah Melayu